Diharapkan Bisa Menggantikan Terompet dan Mewakili Nama Besar Mbah Glongsor
KUDUS, iMNews.id – Untuk sementara, kegelisahan warga Desa Rendeng, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus dan KRA Panembahan Didik Gilingwesi selaku Ketua Pakasa Cabang Kudus yang juga Ketua Pamong Makam “Mbah Glongsor” akan terobati. Karena, hilangnya “terompet” Mbah Glongsor bisa tergantikan oleh 4 keris dan 1 tombak untuk kirab budaya, Sabtu (17/8) besok.
Kegelisahan akibat kehilangan benda peninggalan leluhur Desa Rendeng, untuk sementara diharapkan bisa terobati, karena Ketua Pamong Makam Glongsor yang juga Ketua Pakasa Cabang Kudus itu sudah mendapatkan gantinya. Yaitu 4 keris pamor Naga yang diberi nama Kiai Bledheg, kemudian keris pamor Carita Bungkem, Beras Wutah dan pamor Pedaringan Kebak.
Tak hanya empat keris itu, KRA Panembahan Didik juga membeli tombak pamor Ece untuk melengkapi simbol senjata adat yang akan dikeluarkan dalam kirab budaya peringatan Kemerdekaan RI, Sabtu besok yang tepat pada 17 Agustus. Selain itu, dari 150-an songsong bersusun juga akan dikeluarkan sebagian sebagai simbol cirikhas ikonik Pakasa Cabang Kudus dalam kirab.
“Mudah-mudahan, hilangnya terompet Mbah Glongsor bisa mengobati kekecewaan masyarakat Desa Rendeng, terutama keluarga besar saya bersama Pakasa Cabang Kudus. Bahkan, bisa jadi mengobati kekecewaan warga Kabupaten Kudus. Karena, hanya di kabupaten ini punya warisan budaya dalam sejarah Mataram, wujudnya terompet. Mungkin satu-satunya di tanah Air”.
“Dan itu menjadi simbol yang melekat dengan nama besar Mbah Glongsor. Karena, latarbelakang ceritanya, Mbah Glongsor atau eyang KRT Prana Kusumadjati itu adalah prajurit Mataram Kartasura yang tugasnya meniup terompet, kalau ada pejabat negara, tokoh keluarga besar kraton atau prajurit yang gugur atau meninggal. Saya jadi ingat cerita kakek saya”.
“Tadinya saya heran, terompet yang sudah hilang ujung tiupnya itu kok pendek. Kakek saya pernah menirukan suaranya, kok iramanya beda dengan terompet musik atau drumband. Ternyata, terompet itu memang mengeluarkan suara yang bernada duka, atau untuk isyarat kalau ada yang meninggal. Makanya, sulit mencari penggantinya,” ujar KRA Panembahan Didik.
Ketua Pakasa Cabang Kudus yang dimintai konfirmasi soal perkembangan rencana kirab, (Jumat, 16/8) siang tadi juga menjelaskan, karena posisi Mbah Glongsor sebagai prajurit Kraton Mataram Islam di Kartasura. Pengabdiannya diperkirakan antara zaman Sinuhun Paku Buwana (PB) I (1705-1719) dan Sinuhun Amangkurat Jawi (IV) jumeneng nata (1719-1727).
Disebutkan KRA Panembahan Didik, Mbah Glongsor atau eyang KRT Prana Kusumadjati meninggalkan terompet buatan (Belanda-Red) tahun 1712. Selain itu, data yang diperoleh dari sang kakek, abdi-dalem di Kraton Mataram Surakarta hingga tahun 1981 itu, menyebutkan bahwa Mbah Glongsor punya beberapa keris andalan dengan aneka pamor seperti di atas.
Mbah Glongsor disebut adalah kakek tujuh generasi di atasnya dari sang ibunda, Nyi MT Hj Tarmini Budayaningtyas (82). Dari tokoh besar itu, selain menurunkan generasi sang ibunda, salah satu keturunannya menikah dengan trah darah-dalem Sunan Kudus, yang kemudian menurunkan sang ayahanda. Dan Mbah Glongsor, adalah trah darah-dalem Prabu Hanyakrawati.
“Meskipun ayah saya trah-darah-dalem keturunan Sunan Kudus, salah satu leluhurnya ternyata berasal dari keturunan Mbah Glongsor. Rata-rata dijodohkan. Jadi, kedua orangtua saya kalau ditarik ke atas, sumber satu dari Raja Mataram kedua, Sinuhun Prabu Hanyakrawati. Dan dari Mbah Glongsor, rata-rata memakai nama Gilingwesi, termasuk kakek saya”.
“Ternyata, trah Mbah Glongsor banyak berkecimpung dalam kerajinan senjata, baik keris, tombak dan sebagainya. Turun-temurun memiliki dan mengelola besalen, selain sebagai prajurit kraton. Turun-temurun, nama Gilingwesi juga dipakai. Saya salah satu generasi keturunan yang melestarikan. Sebagai bentuk penghormatan saja”, ujar KRA Panembahan Didik.
Menurutnya, kirab budaya yang akan digelar warga Desa Rendeng khususnya RW 01 Kampung Rendeng Wetan, tepat pada 17 Agustus, sabtu besok, boleh disebut memiliki tujuan dan manfaat beberapa hal. Selain untuk menyambut hari Kemerdekaan RI, juga bertujuan memberi penghormatan kepada para leluhur dan melestarikan peninggalan dengan cara yang berbudaya.
Pada kirab yang direncanakan mulai pukul 13.00 WIB besok, KRA Panembahan Didik Gilingwesi menyebut akan menurunkan sekitar 70 warganya yang lengkap membawa berbagai atribut khas ikoniknya, songsong bersusun, dua replika keris jumbo, berbusana adat Jawa ditambah 4 keris dan satu tombak yang diharapkan bisa mewakili nama besa Mbah Glongsor.
Informasi yang diperoleh KRA Panembahan Didik dari panitia kirab menyebutkan, warga RW 01 dan pamong desa akan menerjunkan sekitar 150 orang untuk ikut serta dalam kirab. Soal permintaan agar pengurus Pakasa Cabang Kudus mengundang Pakasa cabang Jepara, Pati dan Demak, belum bisa disanggupi dan diagendakan pada kirab keperluan serupa tahun depan.
Meski sudah ada benda pengganti terompet yang “disembunyikan” atau disabotase, KRA Panembahan Didik merasa masih ada yang kurang dalam kirab yang membawa nama besar Mbah Glongsor itu. Dia masih berharap suatu saat terompet bersejarah itu akan dikembalikan, agar kirab budaya yang dirangkai dalam event di makam Mbah Glongsor benar-benar genap dan lengkap. (won-i1).