Diberi Sentuhan Korsik Drumband Prajurit Tamtama Kraton Sebagai Daya Tarik Event
GROBOGAN, iMNews.id – Gusti Moeng atau GKR Koes Moertiyah Wandansari mendapat sambutan hangat masyarakat Desa Truwolu, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, yang menggelar acara ritual haul wafat tiga tokoh trah keturunan juru-kunci Ki Ageng Sela, di Astana Pajimatan Kedungcowek desa tersebut, Minggu (20/7) siang tadi.
Masyarakat yang memenuhi kompleks makam, berbaris meminta bersalaman dengan Gusti Moeng saat hendak meninggalkan tempat ritual yang digelar keluarga besar trah keturunan juru kunci makam Ki Ageng Sela, siang tadi. Tiga tokoh penting itu adalah Kyai Muh Alwi, Kyai Muh Abdullah dan Kyai Muh Suradi yang dimakamkan di situ.
Menurut penjelasan para panitia, keluarga besar trah keturunan juru kunci makam Ki Ageng Sela dan msyarakat Desa Truwolu, Kecamatan Ngaringan, sudah lama menunggu kesempatan bisa menghadirkan Gusti Moeng dan rombongan dari kraton, termasuk para prajuritnya, untuk memberi sentuhan estetika budaya pada ritual haul yang digelar rutin tiap tahun itu.
Dari atas panggung ritual yang berada di dalam kompleks makam itu, Gusti Moeng saat memberi sambutan. Dikatakan, baru kali pertama ini dirinya bisa datang memenuhi undangan, bahkan disertai rombongan sentana dan beberapa organ Bebadan Kabinet 2004. Untuk memberi daya tarik sebagai event ritual, Gusti Moeng juga membawa Bregada Prajurit Tamtana.
Rombongan Gusti Moeng sekitar 60-an orang termasuk Bregada Prajurit Korsik Drumband Tamtama, sudah ditunggu di mulut gang desa menuju Astana Pajimatan Kedungcowek. Begitu rombongan tiba sekitar pukul 09.00 WIB, tak lama kemudian kirab budaya dilepas dari mulut gang itu, dipandu para prajurit kraton menuju kompleks makam sejauh kurang lebih 300 meter.
Tiba di astana pajimatan, para peserta kirab dan Gusti Moeng yang menumpang sepur kelinci disambut kalangan panitia dan musik religi dari para santri ponpes setempat. Mereka sering diundang ke kraton untuk menyemarakkan upacara adat yang digelar, misalnya Malem Selikuran dan ritual haul para tokoh leluhur Dinasti Mataram, misalnya Sultan Agung.
Pukul 09.30 WIB, ritual haul tiga tokoh penting itu dimulai setelah keluarga besar trah dan rombongan tamunya naik panggung yang didirikan di sela-sela pusara dan kijing makam di kompleks astana pajimatan itu. Seorang juru kunci setempat yang merupakan trah keturunannya mengawali ucapan selamat datang dan meriwayatkan ritual haul yang digelar.
Kepada Gusti Moeng dan rombongan dari kraton serta Wakil Bupati (Wabup) Grobogan Drs Bambang Pujiyanto dijelaskan, bahwa
masyarakat setempat sudah lama berharap agar ritual haul wafat para leluhurnya bisa dihadiri Gusti Moeng dan rombongan dari kraton. Dijelaskan pula, bahwa para leluhur trah juru-kunci itu, banyak membantu dalam Perang Diponegoro.
Dalam penjelasannya saat diberi kesempatan memberi sambutan, Gusti Moeng mencontohkan beberapa wujud benda atau bagian dari seluruh struktur bangunan di kraton. Menurutnya, pasir yang terhampar di halaman depan Pendapa Sasana Sewaka, adalah gambaran dunia yang penuh tantangan yang harus dihadapi manusia selama hidupnya.
“Sedangkan ritual haul seperti ini, menurut ajaran yang ada di kraton seperti yang ditinggalkan para leluhur terutama eyang Sultan Agung yang menjadikan Mataram sebagai kerajaan Islam, mengajarkan kepada kita bahwa kelak kita akan seperti yang mengisi makam ini. Ziarah itu, menunjukkan kepada kita bahwa kelak kita juga akan mati,” tandas Gusti Moeng.
Berikut, kesempatan sambutan diberikan Wabup Drs Bambang Pujiyanto. Dia mengingatkan kepada masyarakatnya yang hadir di situ untuk tetap menjaga kerukunan dan suasana damai, karena saat ini sudah mendekati saat Pilkada. Kalau ada yang memberi uang, disarankan diterima saja. Tetapi soal pilihan, tergantung hati nurani masing-masing.
Dalam event ritual haul kali pertama dihadiri Gusti Moeng dan rombongan kraton, ada acara yang menarik. Yaitu sajian shalawat Sultanagungan yang diiringi musik hadrah para santri setempat. Semua ikut bershalawat, ingin menyesuaikan tempo irama musik hadrah yang mengiringinya, tetapi sesekali terdengar kejar-mengejar, karena memang acara spontanitas.
Selesai acara di panggung, dilanjutkan zaiarah dan tabur bunga ke pusara tiga tokoh penting itu, dua dalam satu cungkup dan satu pusara di luar cungkup. Tepat pukul 12.00 WIB, seluruh rangkaian acara dan rombongan dari kraton meninggalkan tempat. Dalam sambutan Gusti Moeng sempat meminta maaf, karena di bulan Sura kraton punya banyak agenda penting.
“Itu tadi makam tiga tokoh trah keturunan juru kunci makam Ki Ageng Sela. Leluhurnya pak Rochim, juru kunci yang sekarang,” ujar Gusti Moeng menjawab pertanyaan iMNews.id dalam perjalan pulang ke kraton, siang tadi. Menurut juru kunci makam, ada di antara leluhur juru kunci itu yang membantu Pangeran Diponegoro, yang “disponsori” Sinuhun PB II.
Kedatangan Gusti Moeng untuk kali pertama di acara haul tiga tokoh penting di Desa Truwolu, Kecamatan Ngaringan itu, menurut KP Siswanto Adiningrat memang tepat. Selain sudah ditunggu lama kesempatan Gusti Moeng dan rombongan dari kraton bisa hadir, sebaliknya kraton juga ingin semakin menegaskan bahwa Mataram Surakarta adalah penerus Mataram Islam.
Acara di Kabupaten Grobogan itu, adalah satu di antara sejumlah kegiatan yang sudah diagendakan kraton pada bulan Sura Tahun Je 1958 ini. Karena, sejak kirab pusaka menyambut 1 Sura pada 7 Juli lalu, berturut-turut ada banyak kegiatan upacara adat dan acara dalam rangka itu yang harus dijalani kraton, baik di dalam dan di luar kraton.
Sebelum Gusti Moeng dan rombongan mendukung ritual haul di Kabupaten Grobogan itu, semalam berada di Kota Madiun untuk menyerahkan kekancingan kepada 60-an abdi-dalem. Acara wisuda digelar di rumah dinas Wali Kota Madiun, juga dilengkapi “tetepan” pengurus Pakasa Cabang (Kota) Madiun yang disaksikan Pj Buapti Madiun, Edy Supriyanto STP.
Sabtu siangnya (27/7) kemarin, Gusti Moeng dan rombongn termasuk para prajurit juga hadir di ritual haul Eyang Jayengrono yang digelar Pakasa Cabang Ponorogo di Astana Pajimatan Desa Pulung Merdika, Kecamatan Pulug. Ritual yang disertai dengan kirab budaya dari kantor desa lama ke kantor baru, dikerahkan 11 unit reog yang dipandu prajurit kraton. (won-i1)