Memenuhi Amanat (Almh) Menantunya, KRA Panembahan Didik Antar Kekancingan dan Samir ke Pusaranya

  • Post author:
  • Post published:July 27, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:8 mins read
You are currently viewing Memenuhi Amanat (Almh) Menantunya, KRA Panembahan Didik Antar Kekancingan dan Samir ke Pusaranya
BERDOA DI PUSARA : KRA Panembahan Didik Gilingwesi mengajak cucu-cucunya berdoa di pusara sang menantu atau ibu dari kedua cucunya itu, di kompleks makam Desa Kaliputu, Kecamata Kota. Menantunya itu, meninggal karena menderita kangker, sebelum sempat diwisuda sebagai abdi-dalem baru di kraton. (foto : iMNews.id/Dok)

KRA Subagyo Teguh (Ketua Pakasa Tegal), “Berpamitan” Kepada Grup WA dan iMNews.id

KUDUS, iMNews.id – Di sela-sela dinamika perjalanan Pakasa cabang engan berbagai kegiatannya dari waktu ke waktu, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi beberapa macam kisah memilukan yang mengundang rasa “trenyuh” sekaligus bangga. Setidaknya ada dua Pakasa cabang, Kabupaten Kudus dan Tegal yang memiliki kisah yang menyentuh rasa kemanusiaan itu.

Kisah memilukan dituturkan KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro (Ketua Pakasa Cabang Kudus), setelah selama beberapa bulan ikut merawat menantunya, terutama saat opname di sebuah rumah sakit di Kabupaten Kudus. Di akhir-akhir hayat sang menantu, yaitu Sela Ratnasari (30) terjadi dialog yang sangat menyentuh dan mengundang “trenyuh”.

“Saat menantu saya itu dinyatakan sudah kritis sakitnya (kangker leher), sempat menanyakan kekancingan gelar sesebutan yang diajukan bersama-sama sejak sebelum meninggal (19/3/2024). Karena, dia juga ikut bersama-sama ke kraton mengajukan permohonan kekancingan sambil meminta blangko permohonan, akhir tahun 2023,” papar KRA Panembahan Didik Gilingwesi.

“Karena ingat pertanyaan itu, begitu pulang dari kraton mengikuti pisowananan upacara adat ‘Jenang Suran’ 17 Sura kemarin itu, saya langsung ke makamnya. Dari kraton sekitar pukul 11 malam, tiba di rumah sudah hampir subuh. Saya ke makamnya mengantar kekancingan dan samirnya. Saya berdoa sebelum mengalungkan samirnya di pusaranya”, ujar KRA Panembahan Didik.

MEWISUDA MAKAMNYA : KRA Panembahan Didik Gilingwesi terpaksa “mewisuda makamnya” saat berziarah sambil mengantar kekancingan dan samir, Rabu (24/7) lalu, karena sang menantu yang seharusnya ikut diwisuda Selasa (23/7) meninggal pada 19 Maret lalu dan dimakamkan di makam keluarga Desa Kaliputu, Kecamata Kota. (foto : iMNews.id/Dok)

Ketua Pakasa Cabang Kudus itu juga menirukan dialognya dengan sang menantu, yang berujung menanyakan soal kekancingan dan samir. Dua tanda simbolik itu yang selalu menjadi bagian penting peristiwa seseorang diwisuda sebagai abdi-dalem, lengkap dengan gelar sesebutannya. Dan almarhumah menantu, mendapatkan pangkat “panewu” bergelar Nyi Ng Sela Ratnasari.

Karena partisara kekancingan untuk sang menantu sudah didapat bersamaan dengan 9 abdi-dalem warga Pakasa Cabang Kudus yang diwisuda setelah ritual “Jenang Suran”, Selasa (23/7) malam itu, KRA Panembahan Didik mengaku langsung menyusun rencana. Begitu tiba di rumah (Kudus), selepas subuh dia langsung pergi ke makam menantunya untuk menjalankan amanat menantunya.

Rabu pagi (24/7) itu, lanjut trah darah-dalem “grat” ke-14 Sunan Kudus itu mengajak dua anak (almh) Nyi Ng Sela Ratnasari ke makam yang terletak di Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Makam keluarga ini, tidak jauh dari tiga kediaman KRA Didik Gilingwesi yang berada di sekitar tengah kota kabupaten. Di pusara, dia mengajak cucu-cucunya untuk berziarah, berdoa.

Untuk memenuhi amanatnya, KRA Panembahan Didik tidak hanya “mengantar” seperti pesan almarhumah menantu, tetapi juga mengalungkan samir di “maijan” (kayu tonggak pusara) dan meletakkan partisara (piagam) kekancingan di bawah samir. Peristiwa memilukan itu juga diabadikan beberapa santri yang diajak berziarah ke makam almarhumah menantu.

PUNYA KOMITMEN : KRA Panembahan Didik Gilingwesi (Ketua Pakasa Cabang Kudus), adalah sosok penggerak dan pelestari budaya Jawa yang punya komitmen tinggi mengajak serta keluarga besarnya, bahkan para santri dan siapa saja warga Kabupaten Kudus yang mau diajak suwita di kraton dan melestarikan budaya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Karena, saat saya datang waktu masih sadar setelah dinyatakan kritis, dia menanyakan serat kekancingan itu sudah jadi atau belum? Setelah itu, begitu saya pulang dari sowan kraton dan menengok ke rumah sakit, serat kekancingan ditanyakan lagi. Waktu itu bahkan sudah berpesan, kalau serat kekancingan sudah jadi, minta diantar atau diserahkan”.

“Teringat pesan itu, maka begitu sampai di rumah sesudah dari Kraton Rabu pagi (24/7) habis Subuh itu, saya langsung ke makam untuk mengantar dan menyerahkannya. Sekalian ziarah. Menantu saya itu sudah bekerja sebagai anggota Satpol PP Pemkab Kudus. Tetapi selama 5 tahun sakit kangker ini, ya jarang masuk kerja,” ungkap KRA Panembahan Didik.

Ditambahkan, sedianya almarhumah yang menjadi bagian pengajuan permohonan kekancingan gelar kekerabatan itu, juga dijadwalkan ikut diwisuda bersama 9 abdi-dalem Pakasa Cabang Kudus di Bangsal Smarakata, Selasa malam (23/7) seusai acara “Jenang Suran”. Upacara wisuda itu dipimpin langsung Pengageng Karti Praja, KPH Adipati Sangkaya Mangunkusumo bersama para sentana garap.

Sang menantu Nyi Ng Sela Ratnasari (almh) ini, disebut adalah istri dari KRT Gevian Lahhakam Adi Pradoto Hadinagoro SH. Dia adalah satu di antara 7 putra/putri KRA Panembahan Didik yang bekerja sebagai karyawan di Pengadilan Negeri Kudus. Tujuh putra-putri yang salah satunya bekerja sebagai duta produk kecantikan dan bertugas di Srilanka itu, lahir dari dua istri.

SEBELUM 2017 : KRA Subagyo Teguh Wirotaruno (Ketua Pakasa Cabang Tegal) selalu konsisten dan aktif menyambut kedatangan rombongan dari Bebadan Kabinet 2004 Kraton Mataram Surakarta yang hendak menggelar ritual jamasan makam Sinuhun Amangkurat Agung di Astana Pajimatan Tegalarum di Desa Paseban, Kecamatan Adiwerna, sebelum 2017. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Beberapa hari sebelum meninggal, saya menengoknya sambil membawa air ‘Sumur Sanga’. Setelah diusapkan untuk ‘wudhu’, menantu saya yang koma beberapa hari hari, kok langsung sadar dan bicaranya seperti orang sehat dan normal. Saya berusaha mengajak dialog dengan pertanyaan-pertanyaan menghibur, hingga membuatnya beberapa kali tertawa walau sering tertahan”.

“Setelah sadar dan kembali menyanyakan soal serat kekancingan, saya ganti bertanya. La iki ‘kan wis Dhuhur, kowe ora sida dijemput. Berarti anak-anakmu ben mlebu sekolah, bojomu ya ben mlebu kerja. La wis pada ngumpul kabeh, kok ora sida dijemput? Saya bicara begitu, dia kembali tertawa. ‘Berarti kula mboten sios tilar donya nggih?,” tiru KRA Panembahan.

Pertanyaan berikut sang menantu “Bakale kula mari nggih…?” yang polos tetapi dalam dan tajam itu, didengar KRA Panembahan Didik sambil memijit telapak kaki yang diminta sang menantu. Begitu terdengar suara adzan Ashar, Selasa Kliwon, 19 Maret 2024 itu, Nyi Ng Sela Ratnasari (30) menghembuskan nafas terakhir. Dia meninggalkan suami dan dua anak usia 6 dan 4 tahun.

Selain kisah KRA Panembahan Didik yang “mewisuda” menantunya di makam, kisah yang membuat “trenyuh” juga diperlihatkan almarhum KRA Subagyo Teguh Wirataruna, Ketua Pakasa Cabang Tegal pada Rabu malam (3/7) yang dimakamkan di Kabupaten Tegal, keesokan harinya, Kamis (4/7). Beberapa waktu sebelum meninggal, almarhum banyak menceritakan kisah “petualangannya”.

LAYAK MENGGANTIKAN : KMT Fitri Nursapti Puspadiningrum yang selalu aktif menyediakan kebutuhan logistik saat rombongan Kraton Mataram Surakarta menggelar ritual jamasan makam Sinuhun Amangkurat Agung di Astana Pajimatan Tegalarum di Desa Paseban, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal/Slawi, layak memimpin Pakasa Cabang Tegal. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Salah satu kisah petualangan yang dilakukan jauh sebelum mendapat musibah kecelakaan yang membuat tulang kakinya patah dan sulit beraktivitas, adalah berhasil melacak gudang penyimpanan 100-an buah senjata tradisional, peninggalan Sinuhun Amangkurat Agung. Yaitu gudang di Desa Ciroyom, Kabupaten Kebumen, yang kini sudah diamankan pamong desa setempat.

Beberapa hari sbelum meninggal, sempat kontak telepon dengan iMNews.id dan menuturkan, bahwa gudang senjata yang “dimuliakan” pamong desa Ciroyom itu, sudah dilaporkan ke Pangarsa LDA. Setelah itu, ia menyatakan keluar dari grup WA Pakasa dan sempat telepon penulis tetapi tak terespon, hingga datang lelayu dari KRT Heriyanto yang mengabarkan KRA Subagyo meninggal. (won-i1)