Mobil Rombongan Pakasa Kudus Pecah Ban, Tetapi Masih Sempat Ikuti Ritual Ganti Langse di Demak
BOYOLALI, iMNews.id – Semalam, Rabu Pahing (24/7) mulai pukul 20.00 WIB, Kraton Mataram Surakarta menggelar upacara adat “Larap Langse” atau mengganti selubung makam tokoh leluhur Dinasti Mataram, Ki Ageng Sri Makurung Handayaningrat. Ritual didahului dengan doa, tahlil dan dzikir yang dipimpin ulama setempat, diikuti sekitar 50 rombongan dari kraton.
Rombongan Bebadan Kabinet 2004 yang dipimpin Gusti Moeng yang sekaligus memimpin ritual Larap Langse dan Songsong yang menjadi ikon khas kompleks makam salah seorang menantu Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V itu, menggelar upacara di pelataran makam yang ada di Desa Malangan, Kecamatan Bayundono, Kabupaten Boyolali yang lebih dikenal dengan Pengging.

Rombongan dari “Bebadan Kabinet 2004” Kraton Mataram Surakarta sejak lama merawat makam tokoh leluhur Dinasti Mataram bernama Ki Ageng Sri Makurung Handayaningrat itu, yang pada zaman Kraton Demak (abad 15) ditetapkan sebagai Bupati Pengging. Lokasi makam di Desa Malangan itu termasuk dekat dengan kraton, hanya sekitar 15 KM jaraknya.
Kompleks makam Ki Ageng Sri Makurung Handayaningrat bersama istri yang tak lain adalah putri Prabu Brawijaya V yang bernama Retna Pembayun itu, berada di tengah desa tetapi memiliki cirikhas mencolok sebagai makam yang bernuansa Majapahit. Di situ, ada 4 pusara besar yang selalu terbungkus langse putih dan diteduhi 4 payung besar berwarna kuning.

Karena kompleks makam dan latarbelakang tokohnya dekat sekali dengan peradaban Majapahit, maka banyak peziarah umat Hindu yang datang ke situ bahkan ikut merawat kompleks makam. Menurut Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA yang memiliki tanggungjawab aset makam itu, khusus kompleks makam ini dibiarkan terbuka atau tidak akan ditutup cungkup.
Namun, kompleks makam tanpa bangunan cungkup tetapi sebelumnya tetap teduh karena dinaungi pohon “Kepoh” atau “Kepuh” atau Randu Alas itu, sempat porak-poranda terkena musibah angin ribut di awal pandemi 2020 lalu. Sebuah pohon “Kepoh” tinggi besar berusia ratusan tahun, tumbang dan patahannya menimpa kompleks makam dan pemukiman di kanan-kirinya.

“Tetapi, kompleks makam biar terbuka seperti itu saja. Karena, sepertinya ‘tidak kersa’ dibangun cungkup atau pendapa sebagai peneduh. Yang jelas, Kraton Mataram Surakarta melalui LDA punya tanggung-jawab merawat aset-asetnya, termasuk kompleks makam leluhur di mana saja. Sekarang, makam eyang Handayaningrat sudah kembali indah,” ujar Gusti Moeng.
Semalam, Gusti Moeng dan rombongan menjalankan ritual haul wafat tokoh leluhur yang menurunkan keluarganya dari garis ibu (istri Sinuhun PB XII) itu di pelataran kompleks makam. Kalender panduannya, diambil dari tanggal 17-18 Sura Tahun Jawa dan sudah 2 atau 3 kali ini dilakukan haul, setelah kompleks makam direnovasi oleh seorang dermawan dan Pemkab setempat.

Sama seperti tahun lalu, ritual haul disertai Larap Langse atau penggantian selubung makam untuk 4 pusara keluarga kecil Ki Ageng Sri Makurung Handayaningrat yang juga kakek langsung tokoh Jaka Tingkir atau Sultan hadiwijaya, Raja Kraton Pajang itu. Tak hanya langsenya yang diganti, ada beberapa songsong atau payung peneduh diganti baru juga, semalam.
Seperti diketahui, putri Prabu Brawijaya V yang bernama Retna Pembayun yang dinikahi Ki Ageng Sri Makurung Handyaningrat,
melahirkan 3 anak yaitu Kebo Kaningara, Kebo Kenanga dan Kebo Amiluhur (Hamiluhur-Red). Kebo Kenanga menurunkan Jaka Tingkir, Raja Kraton Pajang yang bergelar Sultan Hadiwijaya, yang keduanya dimakamkan di Butuh, Plupuh, Kabupaten Sragen.

Sementara itu, “Bebadan Kabinet 2004” masih punya beberapa agenda kegiatan adat di bulan Sura Tahun Je 1958 ini, karena baru 3 jenis ritual yang digelar. Yaitu kirab pusaka malam 1 Sura (7/7), wilujengan Jenang Suran 17 Sura (23/7) dan haul Ki Ageng Sri Makurung Handyaningrat 18 Sura (24/7). Agenda terdekat, Sabtu (27/7) penetapan Pakasa Cabang Kota Madiun.
Di tempat terpisah, Pakasa Cabang Kudus yang habis mengikuti pisowanan peringatan “Jenang Suran 17 Sura” dan mengantar warganya yang diwisuda Selasa malam (23/7), keesokan harinya atau Rabu siang kemarin langsung mengikuti ritual haul di makam Raden Seputro atau Syeh Achmad Suito di Desa Kedungwaru Kidul, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak.

“Acara itu diselenggarakan keluarga besar keturunan tokoh yang disebut dalam undangan, bukan Pakasa Cabang Demak. Sebetulnya rombongan sudah benar-benar kehabisan tenaga, karena sudah menyatakan sanggup, ya kami datang juga. Tetapi dua ban mobil yang kami tumpangi ‘mbledhos’ di jalan, tepaksa jalan kaki menuju makam,” ujar KRA Panembahan Didik.
KRA Panembahan Didik selaku Ketua Pakasa Cabang Kudus yang dimintai konfirmasi iMNews.id kemarin mengaku, walau rombongan dua mobil tertahan di jalan karena dua ban kempes, tetapi tetap bisa mengikuti prosesi ritual haul di makam. Walau sedikit terlambat datang, KRA Panembahan Didik masih sempat meminjamkan kerisnya untuk membelah mori pengganti langse.

Seperti pernah disebut KRA Panembahan Didik, di kalangan Pakasa Cabang Demak masih ada abdi-dalem yang aktif mengikuti berbagai kegiatan adat terutama di kraton, maupun di cabang-cabang Pakasa di kawasan Gunung Muria. Disebutkan, selain menggelar agendanya sendiri, beberapa warga Pakasa Demak yang sudah “bubar”, masih sering hadir di Pati dan Jepara.
Sementara itu, KRA Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Cabang Jepara) menyebutkan, hari ini (Kamis, 25/7) Pakasa cabang mengagendakan kegiatan mendukung upacara adat haul wafat Bupati Jepara, Citrasoma 1-7. Kompleks makamnya di Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamatan di belakang kompleks makam Ratu Kalinyamat, akan menjadi pusat kegiatan ritual dan kirab.

“Di acara haul Bupati Citrasoma 1-7 itu, kami kerahkan seluruh pasukan Pakasa cabang untuk ikut memeriahkan kirab budaya dan ritualnya. Kirabnya dari kantor Desa Sendang menuju kompleks makam sekitar 2 KM. Ini kesempatan pertama kami dilibatkan memeriahkan haul tokoh penting di Jepara itu. Jadi, selain Ratu Kalinyamat, kami punya banyak tokoh penting”.
“Kami sebelumnya sudah bertemu dan berdialog dengan keluarga besar ahli waris pengurus makam Bupati Citrasoma 1-7. Hasilnya, di antaranya kesempakatan untuk mengangkat nama Bupati Citrasoma dalam ritual haul yang bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata religi. Nama Citrasoma juga dikenal di Kabupaten Tuban sebagai kelanjutan,” ujar KRA Bambang. (won-i1)