Tak Bisa Ikut Nyadran “Bebadan Kabinet 2004”, Malu Kalau Tidak Punya Aktivitas
KUDUS, iMNews.id – Organisasi Pakasa Cabang Kabupaten Kudus akan menggelar kirab budaya untuk menandai persiapannya menyambut datangnya bulan puasa (Pasa) di Tahun Jimawal 1957 atau Ramadhan Tahun Hijriyah 1445 tahun 2024 ini. Kirab budaya untuk ritual yang bertajuk “Mapag Wulan Siyam” itu, akan digelar Minggu siang (3/3) keliling kampung di Kecamatan Dawe.
Ada beberapa alasan “Plt” Ketua Pakasa Cabang Kudus itu menggelar ritual “Mapag Wulan Siyam” yang baru beberapa kali diadakannya, tetapi libur dua tahun karena pandemi Corona. Alasan pertama adalah karena malu kalau organisasi Pakasa cabang vakum tidak punya kegiatan, sementara dirinya tak bisa ikut serta “Bebadan Kabinet 2004” bersafari keliling untuk “Nyadran”.
“Ya, rasanya enggak enak atau malu kalau dipercaya memimpin organisasi Pakasa, tetapi tidak punya aktivitas dalam rangka pelestarian budaya Jawa. Maka, saya ingin meneruskan inisiati bikin ritual yang sudah pernah berjalan, tetapi mandeg dua tahun karena pandemi Corona. Selain itu, ya karena saya tidak bisa jalan sendiri. Kaki tidak kuat menahan tubuh”.
“Gara-gara jatuh kepleset itu, saya jadi tidak bisa ke mana-mana atau pergi jauh ke luar kota. Padahal, sebenarnya kami ingin sekali. Malah saya sendiri yang ingin ikut Gusti Moeng bersafari nyadran ke mana-mana. Tetapi ya, kalau pakai kursi roda, terus bagaimana?. Kalau mengirim utusan, yang enggak mungkin. Karena tidak mau kalau tidak ada saya,” ujar KRA Panembahan.
“Plt” Ketua Pakasa Cabang Kudus, KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro saat dimintai konfirmasi iMNews.id, kemarin, mengaku agak repot saat menghadapi banyak kegiatan yang berkaitan dengan kraton, khususnya di musim “Nyadran” di bulan Ruwah ini. Sejak lama, dirinya ingin mengajak pengurus dan warga Pakasa Cabang Kudus, ikut Gusti Moeng bersafari nyadran.
Diakui, keluarganya sebenarnya juga punya tradisi nyadran dan selalui dilaksanakan tiap datang bulan “Ruwah”, tetapi itu dianggap keperluan pribadi. Karena, yang diziarahi saat “nyadran” adalah para sanak keluarga dan leluhur yang sudah mendahului, misalnya di kompleks makam “Mbah Glongsor”, makam trah darah-dalem Sunan Kudus dan Sunan Muria.
“Saya ingin mengajak para santri dari tiga majlis taklim ikut merasakan tradisi nyadran ini. Karena, ini juga bagian dari budaya Jawa. Maka, saya kreasi acara ritual ‘Mapag Wulan Siyam’. Mengisi acara nyadran sekaligus mempersiapkan diri menyambut bulan Ramadhan atau ‘wulan siyam’ (bulan puasa). Jadi, ini untuk membekali generasi anak-cucu, agar mengenal budaya Jawa”.
“Acara ‘Mapag Wulan Siyam’, itu menjadi temanya. Nanti isinya ya tausyiyah, cerita tentang jasa-jasa para tokoh leluhur. Tentang Mataram Islam sampai Surakarta, tentang adat-istiadat dan budaya Jawa dan sebagainya. Selain itu, daya tariknya kirab budaya itu, yang bisa melibatkan banyak orang, termasuk warga kampung, biar kenal budaya Jawa,” tunjuk KRA Panembahan Didik.
Intinya, lanjut trah darah-dalem Kandjeng Soesoehoenan Koedoes Djakfar Sidiq itu, kesempatan yang diinisiasinya dalam acara rtual bertajuk “Mapag Wulan Siyam” itu, dirinya ingin mengajak dan mengedukasi seluruh pengurus dan warga Pakasa Cabang Kudus, agar memahami dan mencintai budaya Jawa, kemudian menjadi agen pelestarian budaya Jawa yang bersumber dari kraton.
Untuk itu, KRA Panembahan Didik akan menggelar kirab budaya yang melibatkan para santri dan anggota Kafari Grup 1000 Jalan, trah Sunan Kudus, trah Sunan Muria dan warga Pakasa. Selain itu, pengurus Pakasa Cabang Pati, cabang Kabupaten Jepara dan Pakasa Demak akan diundang dan membawa rombongan untuk bergabung dalam kirab yang rutenya sekitar 300 meter.
Ritual tersebut akan dipusatkan di kediaman KRT Heru Kristiono Adinagoro (Bendahara Pakasa Kudus) di Desa Margorejo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Sedangkan rute kirab, hanya mengelilingi rute wilayah RT 5 RW 6 Pelang Karanganyar, desa setempat. Dalam undangan yang disebar lewat WA, juga dicantumkan untuk mengenakan busana adat Jawa, terutama para abdi-dalem Kraton Mataram Surakarta.
Disebutkan, salah satu yang diziarahi dalam rangka “Ruwahan” tahun ini, adalah makam “mbah Glongsor” yang bernama asli KRT Prana Kusumadjati. Nyadran yang dilakukan di situ sekaligus memugar makam yang selasarnya miring karena tergerus air hujan. Mbah Glongsor, dikenal sebagai peniup terompet di tahun 1700-an, untuk mengumumkan kalau ada warga yang meninggal.
Di tempat terpisah, Pakasa Cabang Magelang yang dipimpin KRT Bagiyono Rumeksonagoro (Ketua cabang) juga akan menggelar ritual “nyadran” bersama warga Pakasa dan masyarakat setempat di makam Ki Ageng Paremono (Paremana-Red) di Astana Pajimatan Paremono, Kecamatan Mungkin, Kabupaten Magelang, Minggu (6/3) yang prosesinya dimulai pukul 07.00 WIB.
MAyT Dra Eni Sendang Lestari selaku Seksi Kebudayaan Pakasa cabang yang dihubungi iMNews.id, kemarin menyebutkan, untuk tahun ini tidak mengundang rombongan “Bebadan Kabinet 2004” yang dipimpin Gusti Moeng untuk hadir di ritual nyadran. Pada “Ruwahan” tahun 2023 rombongan Gusti Moeng hadir, tetapi tahun 2024 ini tidak ada agenda ke Magelang karena berbagai kesibukan.
Sementara itu, hari ini rombongan :Bebadan Kabinet 2004″ yang dipimpin Gusti Moeng menjalani agenda “nyadran” di Kabupaten Grobogan. Ada dua rombongan yang berangkat sesi pagi dipimpin langsung Gusti Moeng, nyadran di makam Kyai Ageng Selo dan Kyai Ageng Tarub, sesi malam GKR Timoer berangkat sore ini ke makam Kyai Ageng Getas Pendowo dan Kyai Ageng Katong. (won-i1).