Pemkot Ingin Bangun Perkampungan Baluwarti, Harus Libatkan LDA Karena Menyangkut Cagar Budaya
SURAKARTA, iMNews.id – Rencana pemerintah akan merevitalisasi seluruh kawasan Kraton Mataram Surakarta yang “gelagatnya” ingin meninggalkan Lembaga Dewan Adat sebagai pemilik legal standing secara hukum nasional bagi kraton, sudah memberi isyarat akan mematuhi etika dan mekanisme prosedur yang benar untuk mewujudkannya. Selain mengevaluasi desain perencanaan, bantuan proyek dari Kemen PUPR itu juga sudah mau menerima masukan dan pertimbangan dari pihak otoritas kraton, melalui Wali Kota Surakarta yang menugaskan Kepala Dinas Perdagangan sebagai jembatan komunikasi antara pemberi bantuan dan yang menerima bantuan.
“Intinya, kami memberikan banyak masukan, misalnya keberadaan Pasar Cinderamata dan kios-kios sandang yang ada di sisi barat, utara dan timur Alun-alun Lor, bisa dijadikan contoh. Artinya, niat membantu kraton jangan sampai mencontoh praktik pembangunan dan pengelolaan pasar dan kios Cinderamata itu. Kraton yang punya lahan, tidak mendapat apa-apa, sama sekali. Sewa kios dan retribusi diambil semua oleh Pemkot. Pembangunan Pasar Gading dan garasi mobil Pemadam Kebakaran di dekatnya, kraton tak mendapat apa-apa, lahannya diserobot, bangunannya juga tidak sesuai dengan cirikhas kawasan kraton,” tandas KPH Edy Wirabhumi.
Pimpinan Lembaga Hukum Kraton Surakarta (LHKS) yang juga penanggungjawab perencanaan revitalisasi kraton itu, saat ditemui iMNews.id kemarin menjelaskan panjang-lebar tentang insiden keributan saat hendak ada eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) No : 87/Pdt.G/2019/PN Ska, Jo No : 545/Pdt/2020/PT Smg dan Jo No:1950 K/Pdt/2022 tanggal 29/8/2022 tertanggal 29 Agustus 2022 atas gugatan perdata dari lima orang keponakan Sinuhun Suryo Partono (PB XIII-Red), terhadap SK Kemendagri No : 430-2933 Tahun 2017 (21 April). Mengenai upaya hukum gugatan perdata itu sendiri, maupun berkait pula dengan rencana penataan perkampungan di (Kalurahan) Baluwarti (iMNews.id, 13/10).
Kemarin, Ketua Umum Pengurus Pusat Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN) itu masih menyinggung soal kawasan Alun-alun Lor dan Alun-alun Kidul yang banyak diungkap Wali Kota dalam wawancara dengan para awak media, beberapa waktu lalu. Di antara yang disebut-sebut itu, adalah rencana ingin memilih pasir untuk melapisi bagian atas dua alun-alun tersebut, karena Wali Kota punya asumsi kedua alun-alun itu sama ciri-cirinya dengan halaman depan Pendapa Sasana Sewaka. Selain lapisan pasir, pagar besi yang mengelilingi alun-alun akan dilepas dan diganti pedestrian berikut taman.
Menurut KPH Edy, masukan sudah diberikan kepada Wali Kota dan kemen PUPR soal rencana itu, yang antara lain disebutkan bahwa dari penelitian sederhana yang dilakukan kraton yang menggali sampai kedalaman 1 meter di kedua alun-alun itu, mendapati sama sekali tak ada lapisan pasir di dalamnya. Itu berarti, rencana mengurug dengan pasir sama sekali tidak punya landasan sejarahnya sama sekali, apalagi makna filosofinya. Selain itu alun-alun selama ini juga difungsikan sebagai arena olah raga dan kegiatan pasar malam, misalnya untuk mendukung ritual Sekaten Garebeg Mulud dan “Maleman Ramadan” untuk Garebeg Syawal.
“Jadi, kalau diurug dengan pasir, jelas tidak mungkin bisa digunakan untuk olah-raga khususnya sepak bola. Jadi, paling ideal adalah rumput. Bahkan khusus di Alun-alun Kidul, rumput adalam penutup permukaan tanah paling ideal, karena kagungan-dalem Mahesa Kiai Slamet bisa dilepas dan mencari makan di situ. Intinya, banyak catatan untuk kedua alun-alun jika akan direvitalisasi. Yang jelas, jangan sampai mengulang praktik masa lalu yang sangat merugikan kraton. Karena, kraton pengin punya sumber-sumber ekonomi dengan mengelola aset-asetnya, agar tidak tergantung bantuan pihak lain, misalnya pemerintah,” sebut KPH Edy.
Soal pedestrian dan taman, dari desain perencanaan yang diberikan Kemen PUPR kepada Lembaga Dewan Adat, ukurannya terlalu besar yang dikhawatirkan akan sangat mengurangi volume daya tampung seandainya difungsikan untuk mendukung upacara adat, misalnya Maleman Sekaten Garebeg Mulud. Untuk itu, LDA menyampaikan masukan agar pedestrian dan taman dikurangi ukurannya. Dan khusus untuk Alun-alun Kidul, pihak kraton (LDA) sudah pula memberi masukan, agar di dalam alun-alun dibuat shelter untuk menampung para pedagang UMKM.
Masukan berikutnya juga berupa pertimbangan agar shelter dimaksud disediakan secukupnya saja, tetapi tetap menjaga ketertiban, kenyamanan dan keindahannya, serta tidak memberi peluang kembalinya Alkid sebagai ajang prostitusi pelarian dari Panti Resosialisasi Silir yang sudah ditutup lebih 30 tahun lalu. Shelter yang diusulkan diharapkan jangan sampai mengganggu kebutuhan ruang olah-raga warga sekitar. Lahan melingkar di seputar Alun-alun Kidul (Alkid) seperti sekarang ini, bisa ditata hingga bisa menampung keperluan parkir apabila sebuah masjid di kawasan Pasar Kliwon, menggelar haul seorang tokoh di situ.
Khusus soal rencana penataan perkampungan di dalam tembok Baluwarti yang menjadi satu kelurahan tersendiri di kecamatan Pasar Kliwon itu, KPH Edy menyebutkan LDA juga sudah menyurati Wali Kota Surakarta yang jauh sebelumnya juga pernah memberi statemen tentang rencana penataan ulang perkampungan di Baluwarti dengan dana bantuan dari Uni Emirat Arab. Perencanaan yang juga tidak melibatkan LDA sebagai representasi kraton itu, disebut akan menata perkampungan yang antara lain akan membangun rumah permanen ukuran kecil bersamaan dengan mengembalikan bangunan lama sebagai daya dukung kraton.
“Soal ini, kami juga sudah banyak memberi masukan. Kraton mau dibangun/diperbaiki bangunannya, itu bagus sekali. Tetapi, akan dibangun seperti apa? dan wujudnya bagaimana? itu yang perlu didiskusikan terlebih dulu. Karena, perkampungan di Baluwarti adalah daya dukung keberadaan kraton, yang secara historis tak bisa dipisahkan. Padahal, kami punya data bahwa yang tinggal di dalam bangunan-bangunan milik kraton itu sangat bervariasi. Ada warga yang secara historis punya hak, ada pendatang yang resmi pinjam, ada pula yang sama sekali tidak resmi dan tidak punya hak. Padahal, Baluwarti adalah kawasan utama cagar budaya nasional. Mana yang mau dipilih?,” tunjuk KPH Edy membeberkan situasi dan pilihan-pilihan idealnya. (won-i1).