Menyimpan Informasi Tentang Peristiwa Penting Pada Masa Sinuhun Jumeneng Nata
IMNEWS.ID – DARI satu sisi penggunaan teknologi pewarnaan, wayang pusaka kraton yang diangin-anginkan atau diangini dalam ritual “ngisis wayang” tiap 35 hari sekali pada Anggara Kasih (Selasa Kliwon) dan seminggu sekali tiap Kamis itu, bisa menjadi objek wisata umum terbatas dan wisata studi kalangan pelajar dan mahasiswa yang terbatas pula. Wisata studi pada aktivitas mengangini seisi kotak wayang dengan cara dan tatacara adat yang unik itu, bisa dalam bentuk studi penelusuran ilmiah tentang wujud benda karya seni wayang itu, atau bahkan bisa lebih jauh lagi mengeksplorasi data informasi di balik wujud fisiknya.
Sebagai objek wisata umum yang terbatas, salah satu tujuannya adalah agar ada intensitas pembelajaran tentang jenis kekayaan seni budaya produk budaya/peradaban Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta. Pemahaman dan kecintaan terhadap seni budaya yang akan lahir dari aktivitas ini, adalah bagian dari tujuan menghimpun kesadaran bersama untuk kerja pelestarian. Dari aktivitas apresiatif melalui objek wisata “ngisis wayang” bagi kalangan umum terbatas, bisa dicapai sasaran berikut yang paling penting dan esensial, yaitu menjega kelangsungan eksistensi Kraton Mataram Surakarta.
Karena yang dimungkinkan bisa berkunjung kalangan umum tetapi terbatas, tentu bisa diprioritaskan kalangan elemen masyarakat adat yang dimiliki Kraton Mataram Surakarta, yang selama ini sedang dibina Lembaga Dewan Adat (LDA). Di antara elemen-elemen itu, yang paling tepat memang para siswa Sanggar Pawiyatan Dalang Kraton Mataram Surakarta, tetapi sejak sebelum 2017 sanggar ini “macet total”, dan vakum sedikitnya dalam 6 tahun. Prioritas berikut, para siswa atau lulusan Sanggar Pasinaon Pambiwara, elemen Putri Narpa Wandawa cabang atau yang lebih strategis adalah warga Pakasa cabang.
Dari sejumlah elemen tersebut, yang sangat strategis dan butuh pengetahuan lebih banyak tentang karya-karya peninggalan leluhur Mataram yang berkait dengan kepentingan tugasnya di daerah untuk keperluan pelestarian, adalah warga Pakasa cabang. Karena, di banyak daerah di wilayah Provinsi Jateng, Jatim atau bahkan di luar itu, rata-rata sudah terbentuk kepengurusan Pakasa cabang di setiap kabupaten/kota, seperti data yang dimiliki Pakasa Punjer pada hari jadi ke-91 Pakasa tahun 2022 lalu, ada 19 daerah kabupaten/kota yang sudah memiliki pengurus Paksa cabang.
Sampai di sini, ritual “ngisis wayang” yang akan terus bergilir di antara 17 kotak wayang pusaka kraton tiap Anggara Kasih dan Kamis itu, akan semakin jelas kompetensi, fungsi, makna dan manfaatnya bagi kehidupan warga peradaban secara luas. Tetapi jangan salah, kraton memiliki banyak ritual yang bisa menjadi sumber pembelajaran seni budaya dan tata-nilai adat serta pengetahuan lain, meskipun belum semuanya bisa diformulasikan skema aktivitas kunjungan wisatanya. Seperti gladen tari Bedaya Ketawang, juga bisa dirumuskan formulasi skemanya untuk dibuka kunjungan wisata dengan syarat sangat terbatas.
Hal yang juga sangat penting selain potensi sebagai objek wisata, berbagai ritual khususnya “ngisis wayang”, bisa dieksplorasi dan ditelusuri berbagai informasi tentang data bahkan fakta sejarah, yang mungkin ada peristiwa yang melatarbelakanginya. Bahkan, dari mencermati objek wayang yang sedang “diisis”, ketika digali bisa ditemukan informasi yang terhubung atau terkoneksi dengan peristiwa-peristiwa penting di saat seorang penguasa saat itu, yang dialami atau terjadi saat raja Sinuhun Paku Buwana yang sedang jumeneng nata.
Misalnya, dari beberapa kotak wayang pusaka level satu karya Sinuhun PB IV (1788-1820) misalnya Kanjeng Kiai Dewa Katong, Kanjeng Kiai Jimat dan Kanjeng Kiai Kadung, kemudian karya Sinuhun PB V (1820-1823) khususnya wayang dari cerita Ramayana, akan memancing daya tarik untuk mengeksplorasi berbagai informasi tentang apa saja dari masing-masing tokoh raja ini. Karena selain memproduksi wayang bahkan sejak sebelum jumeneng nata, Sinuhun PB IV juga seorang seniman dalang. Kandidat doktor di UGM, Ki Rudy Wiratama mendapat data sudah 100-an kali Raja Mataram Surakarta ini mendalang.
Informasi seperti itu sangat menarik untuk digali dan disebarluaskan sebagai bahan pembelajaran, sekaligus untuk memompa semangat setiap generasi anak bangsa dan warga peradaban Jawa khususnya, selalu punya rasa cinta terhadap seni budaya Jawa dan selalu bersemangat untuk ikut melestarikannya. Terlebih, Sinuhun PB IV, juga dikenal sebagai seorang “Pujangga”, karena menulis banyak karya sastra, di antaranya sastra religi berjudul “Serat Wulangreh” dan beberapa pedoman untuk praktik seni pedalangan, misalnya “Serat Pustaka Raja Purwa”, “Serat Pustaka Raja Madya” dan sebagainya.
Informasi tentang peran ketokohan Sinuhun PB IV sebagai dalang dan sastrawan, akan membuka cakrawala pandang generasi masa kini dan mendatang, tentang berbagai bidang kehidupan yang menjadi cakupannya, karena banyak karyanya yang seakan menjadi saling isi dan melengkapi dengan karya-karya Pujangga Jawa Surakarta, RNg Ranggawarsita. karya-karya kedua tokoh itu bahkan banyak juga meneladani atau diinspirasi oleh karya Prabu Brawijaya V, Raja Kraton Kediri (abad 12) yang juga disebut-sebut seorang filsof dan futurolog itu.
Kemudian Sinuhun PB V yang juga disebut telah menggenapi isi kotak wayang Kiai Mangu yang sudah dimulai ayahandahanya, Sinuhun PB IV itu, ternyata terhubung dengan informasi tentang ketokohannya di bidang menulis karya-karya sastra religi “Serat Centhini” dan yang lain. Dan ketika “Serat centhini” dieksplorasi, ada informasi tentang penciptaan produk kuliner khas Jawa sebanyak 365 nama jenis makanan/kuliner, yang menurut peneliti sejarah dari Lokantara Pusat (Jogja), Dr Purwadi, banyak dihasilkan pada zaman Mataram saat ber-Ibu Kota di Kartasura, lalu menyebar ke-mana-mana, termasuk Gudeg. (Won Poerwono-bersambung/i1)