Istilah Indonesia Mulai Diperkenalkan di Tahun 1920
SURAKARTA, iMNews.id – Wafatnya Sinuhun Paku Buwana (PB) XI yang begitu mendadak di awal bulan Juni 1945, telah membuat berubahnya peta politik di Tanah Air hanya dalam hitungan hari menjelang kemerdekaan RI. Karena, anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan RI (BPUPKI) ketika berubah menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), banyak tokoh yang diganti orang-orang dari “kelompok baru”.
“Jadi, wafatnya Sinuhun PB XI yang begitu mendadak itu, seperti menjadi kesempatan yang dimanfaatkan untuk memasukkan orang-orang dari ‘kelompok baru’. Padahal, sebenarnya seperti sudah dipersiapkan bahwa Sinuhun XI diharapkan menyempurnakan apa yang sudah dimulai ayahandanya, Sinuhun PB X. Tetapi, ya itulah takdir awal mula berdirinya sepublik ini harus melewati proses seperti itu. Tetapi yang jelas, Kraton (Mataram) Surakarta yang pertama kali menyatakan bergabung dengan NKRI,” tandas GKR Wandansari Koes Moertiyah.
Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat yang akrab disapa Gusti Moeng benar-benar memanfaatkan waktu untuk membuka banyak fakta sejarah yang selama ini tidak pernah diungkap ke publik, karena memang tidak pernah ada data tertulis yang menyebut/mendokumentasikan. Data-data tentang fakta sejarah yang tidak tertulis berkait sejarah Mataram Surakarta yang berhubungan dengan awal berdirinya NKRI, banyak dia dapat dari cerita “simbah-simbah” abdi-dalem pada saat Gusti Moeng masih duduk di bangku SMP.
Data sejarah Bung Karno yang sering “ditimbali” ke kraton dan “sowan” Sinuhun PB X, juga banyak diungkapkan “simbah-simbah” abdi-dalem kepadanya. Tetapi kegiatan itu dihentikan Sinuhun PB X, karena sudah didengar Belanda. Hubungan antara kedua tokoh itu terus berlanjut melalui seorang abdi-dalem sebagai kurir yang kepercayaan dua pihak, terutama di saat Bung Karno membutuhkan sesuatu dukungan untuk gerakan merintis kemerdekaan.
“Data-data tentang itu tidak pernah ada, karena memang tidak tertulis. Padahal, itu fakta sangat penting. Termasuk, bergantinya tokoh-tokoh yang diusulkan Sinuhun PB XI di BPUPK, yang kemudian berganti orang-orang dari ‘kelompok baru’, setelah diganti PPKI, setelah Sinuhun wafat. Fakta tentang Sinuhun PB XII yang melakukan perjalan safari dari pulau Ende sampai Miangas dalam rangka persiapan kemerdekaan (RI) itu, nggak mungkin ada yang peduli karena memang tidak tertulis dalam sejarah,” tunjuk Gusti Moeng.
Dalam menjelaskan peran kraton di awal mula lahirnya NKRI, Gusti Moeng juga menyebut ada banyak data tentang fakta sejarah bahwa kelahiran organisasi wadah para “kawula” (rakyat) yang bernama “Pakasa” pada tanggal 29 November 1931, adalah bagian dari peran kraton mempersiapkan sebuah wadah baru bagi bangsa di Nusantara yang kemudian disebut. Termasuk pula, organisasi wanita di dalam kraton perkumpulan Putri Narpa Wandawa, juga organisasi untuk kaum lelaki Perkumpulan Narpa Wandawa di bulan yang sama, Juni 1931.
Di akhir sambutannya, Gusti Moeng menyebut bahwa nama Indonesia kali pertama diperkenalkan di tahun 1920 oleh seseorang yang berasal dari “kelompok baru”. Meski hingga kini belum ditemukan data pendukungnya, tetapi hal yang disinggung Gusti Moeng itu menjadi masuk akal ketika peristiwa “Sumpah Pemuda” berlangsung tahun 1928 sudah menyebut nama “Indonesia” dalam lafal ikrar sumpahnya. Dan hal itu dibenarkan peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja, Dr Purwadi yang dihubungi iMNews.id, sebelumnya.
Peran Perkumpulan Putri Narpa Wandawa bahkan disebut Gusti Moeng menjadi cikal-bakal dan modal berdirinya Kesatuan Organisasi Wanita Indonesia (Kowani) yang kemudian menjadi Gabungan Organisasi Wanita (GOW) dan kini berubah nama menjadi Perkumpulan Organisasi Wanita (POW). Hal itu juga dibenarkan saat Hj Rumanti selaku Ketua POW Surakarta memberi sambutan, yang menyebut peran kerabat bernama RAy Koes Sapartinah sebagai ketua Perkumpulan Putri Narpa Wandawa di era tahun 1980-an, yang kini duduk sebagai sekretaris POW Surakarta.
Dalam kesempatan itu, Gusti Moeng juga menegaskan bahwa hampir semua organisasi elemen di Kraton Mataram Surakarta, sudah dilindungi badan hukum, termasuk organisasi Lembaga Dewan Adat (LDA) yang menjadi payung semua marsyarakat adat Kraton Mataram Surakarta, termasuk semua elemen di dalamnya. LDA “dipaksa” memasuki proses hukum atas gugatan pengacara Sinuhun PB XIII, yang menghasilkan keputusan Mahkamah Agung justru menguatkan LDA sebagai lembaga legal formal yang sah dan tidak bisa dibubarkan. Oleh sebab itu, LDA yang berbadan hukum menjadi pelindung bagi segala urusan Kraton Mataram Surakarta di dalam negeri maupun di luar negeri.
Dalam kesempatan peringatan 92 tahun Perkumpulan Putri Narpa Wandawa, menjadi peristiwa sejarah bagi kraton, karena putri tertua Sinuhun PB XIII, yaitu GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani tampil berpidato selaku Ketua Putri Narpa baru, menggantikan sang bibi, GKR Sekar Kencana yang meninggal beberapa tahun lalu. Resepsi ultah ditandai dengan potong tumpeng bersama-sama oleh Gusti Timoer, Gusti Moeng dan Gusti Ayu (GKR Ayu Koes Indriyah), yang diberikan kepada anggota tertua yaitu nyonya Sumardjo (93), anggota termuda Mas Ayu Simera (18) dan pencipta mars Putri Narpa, nyonya Feni Saptorini. (won-i1)