Gaya Para Siswa SMK Kasatryan “Berpengaruh” Bagi Para Siswa SD Pamardi Putri
SURAKARTA, iMNews.id – Fungsi edukasi di antara sejumlah tugas dan kewajiban Kraton Mataram Surakarta, menjadi titik perhatian untuk selalu ditingkatkan intensitasnya oleh GKR Wandansari Koes Moertiyah ketika sudah bekerja kembali di dalam kraton dan mengemban tugas penuh selaku Pengageng Sasana Wilapa maupun Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA).
Karena, sangat disadari selama lima tahun lebih sejak April 2017 kraton telah “merugikan” masyarakat yang seharusnya mendapatkan edukasi, tetapi tidak didapat karena kraton ditutup secara sepihak oleh sekelompok orang yang hanya ingin memuaskan kepentingan pribadinya.
Penegasan Pengageng Sasana Wilapa yang akrab disapa Gusti Moeng itu, diberikan menjawab pertanyaan iMNews.id di sela-sela menerima kunjungan 70-an siswa dari lima sekolah TK di Kecamatan Pasarkliwon yang dikoordinasi TK Pamardi Siwi, Baluwarti, siang tadi. Mereka didampingi para guru pengasuh dan orangtua siswa, pawai keliling jalan lingkar dalam Baluwarti sebelum berkunjung ke Museum Art Gallery Kraton Mataram Surakarta.
“Karena kraton ditutup selama lima tahun, saya dan barisan orang-orang setia di belakang saya yang justru merasa bersalah. Karena, kami semua adalah bagian yang setiap hari bersentuhan dengan dunia pendidikan dan kalangan lembaga sekolah. Untuk itu, kami merasa selama lima tahun itu kraton telah merugikan orang-orang yang seharusnya mendapatkan kesempatan melakukan tugas pendidikan/penelitian di kraton”.
“Mereka seharusnya mendapatkan edukasi dari kraton, khususnya tentang nilai-nilai yang bermanfaat bagi pertumbuhan kepribadiannya, sesuai kearifan budaya Jawa. Karena, semua itu ada dalam budaya Jawa yang sumbernya dari kraton. Tetapi mengenai manfaat edukasi, bukan hanya kraton ditutup dan akses ke Sasana Pustaka buntu. Ada beberapa lembaga pendidikan milik kraton, yang juga tidak berfungsi semestinya karena salah urus,” tandas Gusti Moeng.
Optimalisasi fungsi edukasi kraton, disebutkan pelan-pelan sudah mulai dirasakan kembali oleh masyarakat sejak 17 Desember 2022 melalui momentum “insiden Gusti Moeng kundur Ngedhaton”. Selain Museum Art Gallery, ada beberapa peristiwa yang bisa menjadi ajang edukasi atau setidaknya wisata studi, misalnya evenet ritual “ngesis wayang” tiap Kamis, “gladen” tari Bedaya Ketawang tiap Anggara Kasih dan tak lama lagi akan menyusul dibukanya sasana Pustaka.
Selain itu, lini fungsi edukasi kraton lainnya yaitu eksistensi lembaga pendidikan TK Pamardi Siwi, SD Pamardi Putri, SD Kasatryan, SMP Kasatryan dan SMK Kasatryan yang berada dalam satu yayasan diurus oleh beberapa figur putra/putri-dalem Sinuhun PB XII. Tetapi, dalam perkembangannya, beberapa sekolah itu sudah tidak bisa berfungsi sama sekali karena berbagai faktor.
SD Pamardi Putri disebutkan sudah tutup sama sekali karena selain akibta keberhasilan program KB juga kalah bersaing dengan SD negeri dan terkena efek samping dari aturan zonasi. TK Pamardi Siwi yang pernah lama “mati suri” sejak pindah dari lokasi utama Sasana Putra, kini bisa diaktifkan kembali. Sedangkan SD Pamardi Putri juga menyusul, selain karena dua faktor di atas juga karena kalangan orangtua siswa yang tidak ingin anaknya bersekolah di situ.
“Setelah saya dengarkan keluh-kesahnya, faktor utama kalangan orang-tua calon siswa tidak mau menyekolahkan di situ karena jam sekolah dan tempatnya berbaur dalam satu kompleks dengan SMK Kasatryan. Perilaku pergaulan usia siswa SMK yang sudah dewasa, (secara tidak sengaja) memberi pengaruh kurang baik bagi kalangan siswa SD. Itu yang membuat SD Pamardi Putri tutup kehabisan siswa,” tunjuk Gusti Moeng menjelaskan.
“Saya sedang mengurus eksistensi sekolah-sekolah di lingkungan kraton dan miilik kraton itu. Ya intinya, bagaimana diupayakan diurus dengan baik. Hal-hal yang sekiranya memberi pengaruh tidak baik secepatnya dicarikan solusi dan dirembug bersama. Dengan perkembangan situasi dan kondisi seperti sekarang ini, dunia pendidikan formal di lingkungan kraton bisa menjadi solusi untuk menghadapi degradasi moral, bibit intoleran dan radikalisme”.
Sementara itu, ketika menerima para siswa TK dari lima sekolah antara lain TK Siwi Peni, TK Pamardi Siwi, TK Menur dan TK Aisyiyah beserta para pamong sekolah dan kalangan orangtua siswa, Gusti Moeng memberikan ilustrasi sedikit tentang sejarah Kraton Mataram Surakarta. Dia juga berharap, semua lulusan TK meneruskan sekolah di SD Kasatryan/SD Pamardi Putri dan seterusnya, yang bisa belajar langsung tentang seni budaya Jawa yang bersumber dari kraton.
Para siswa sebelum diantar berkeliling melihat semua objek koleksi museum dan pemandangan objek wisata bangunan di dalam kraton, diajak menyaksikan pentas “Tari Tenggok” yang disajikan dua siswa SD Pamardi Putri/SD Kasatryan di halaman museum. Proses pembelajaran tentang seni budaya dan sejarah bagi anak-anak usia TK, memang lebih tepat dipancing dengan karya seni tari dan ditunjukkan karya-karya yang secara visual menarik dengan cara menjelaskannya.
Peningkatan titik perhatian Pengageng Sasana Wilapa/Ketua lembaga Dewan Adat terhadap nilai fungsi dan manfaat Kraton Mataram Surakarta untuk edukasi warga peradaban secara luas, memang sudah tepat. Menurut Gusti Moeng, selain kraton sudah berhasil melahirkan lembaga Pasinaon tata Busana Saha Paes Penganten adat Jawa gaya Surakarta, keberadaan sejumlah lembaga pendidikan formal milik kraton sendiri juga perlu dijelaskan eksistensi dan kapasitasnya. (won-i1)