Gusti Moeng Jelaskan Soal Pohon “Sarwa Becik”
MAGELANG, iMNews.id – Beberapa Bregada Prajurit Kraton Mataram Surakarta termasuk korp musik drum band dengan panji-panji identitas simbol kebesaran “Sri Radya Laksana”, terkesan malah menjadi “bintang” di tengah-tengah kesibukan berlangsungnya kirab prosesi puncak upacara Hari Raya Waisak ke-2567 BE, Minggu (4/6) pagi tadi mulai dari tempat start di samping kompleks Candi Mendut, Magelang.
Kehadirannya menjadi satu-satunya jenis sajian citra visual yang unik, aneh dan menarik karena bercirikhas kerajaan yang membuatnya berbeda mencolok, karena yang lain rata-rata mengenakan simbol-simbol yang bercirikhas agama yang hampir semuanya diperlihatkan warga Budha. Oleh sebab itu, sejak datang dalam formasi barisan dan drum band dimainkan secara “live”, langsung menarik perhatian dan mudah mendapatkan jalan jalan masuk untuk bergabung dalam formasi barisan seluruh peserta kirab, sekitar pukul 06.30 pagi tadi.
Mulai berjalan memanfaatkan titik pertigaan Jalan Bala Putra Dewa sekitar pukul 0600 WIB, sekitar 30-an personel prajurit kraton seakan memecah suasana. Karena, hampis semua peserta kirab yang berjalan kaki dan bertemu di titik simpang tiga itu, rata-rata hanya mengenakan kostum identitas kelembagaan umat Budha, seperti Majlis Umat Nyingma Indonesia (MUNI), Wali Umat Budha Indonesia (Walubi) dan sebagainya.
Atribut-atribut seni budaya tak banyak kelihatan dalam setiap rombongan besar yang sedang berjalan kaki menuju titik kumpul start kirab di kompleks Candi Mendut yang jaraknya sekitar 3 KM dari kompleks Candi Borobudur itu. Aksesoris bertema bunga lebih banyak mewarnai simbol-simbol ormas dan kelembagaan umat Budha yang ada di Indonesia. Meskipun di antara peserta kirab ada pula kelompok marchingband dalam jumlah ratusan orang yang semuanya terdiri dari kawula muda Budha.
Walau tidak disebutkan oleh MC ketika membaca urut-urutan peserta kirab prosesi puncak Hari Raya Waisak di wilayah start pagi tadi, tetapi barisan yang didominasi Bregada Prajurit Tamtama Kraton Mataram Surakarta itu punya cirikhas interinsik yang sudah bisa menjelaskan identitasnya. Karena menjadi satu-satunya kelompok peserta yang mengenakan berbagai atribut identitas Mataram Surakarta itulah, di manapun berada selalu menjadi “sasaran tembak” para fotografer, awak media dan semua yang dekat untuk memanfaat berselfi.
Peringatan Hari Raya Waisak ke-2567 BE yang dipusatkan di kompleks Candi Borobudur, Magelang, Minggu (4/6) tadi pagi, menjadi kesempatan yang luar biasa setelah selama hampir tiga tahun masa pandemi Corona, yaitu tahun 2020-2022, perayaan serupa hanya diadakan dua kali dalam porsi sangat kecil dan bahkan ditiadakan sama sekali dalam tiga tahun itu. Besarnya kerumunan massa menjadi ukuran yang gampang ditangkap indera mata ketika ada peringatan Hari Raya Waisak dalam 3 sampai 4 tahun terakhir ini.
“Kontingen” Kraton Mataram Surakarta yang berjalan dalam formasi barisan pembawa spanduk bertuliskan “Pawai Budaya Padmastana; Majlis Umat Nyingma Indonedia (MUNI)”, juga menjadi pusat perhatian karena punya makna sendiri di antara semua peserta kirab. Warna-warni dan atribut yang khas Kraton mataram Surakarta yang dikenakan para prajurit, ditambah simbol-simbol kebesaran “Sri Radya Laksana”, menjadi lebih menarik ketika mengumandangankan komposisi musik suara drum band yang juga khas, sambil membawa spanduk cirikhas salah satu bagian umat Budha yang ada di Indonesia.
Memasuki kawasan taman candi, barisan “kontingen” Kraton Mataram Surakarta tetap berada di depan memandu ratusan umat MUNI yang mengikuti di belakangnya dengan atribut religi yang khas, ditambah beberapa pemasik musik perkusi dari tanah liat yang dimainkan opara peserta berkostum burung. Perjalanannya berhenti persis di panggung tempat upacara Tri Suci Waisak dipusatkan, di sisi timur pelataran Candi Borobudur. Tetapi, saat menjelang dimulainya upacara itu tetap saja diisi kegiatan foto bersama dan selfi bersama para prajurit dengan latar-belakang candi.
Kirab budaya adalah hari kedua yang diikuti “kontingen” Kraton Mataram Surakarta yang dibawa GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat yang menjadi pimpinan rombongan “kontingen”. Karena, rombongan dari kraton sudah ikut “memaknai” peringatan Hari Waisak ke-2567 BE di hari pertama, Sabtu (3/6), yaitu upacara penanaman pohon “Sarwa Becik” (Sawo Kecik) di Taman Maha Bodhi, di Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur, sekitar 3 KM arah selatan Candi Borobudur, bahkan dihadiri pengurus Pakasa Cabang Magelang.
Bersama para tokoh umat Budha dari berbagai wilayah di Tanah Air, bahkan beberapa tokoh agama lain, upacara tanam bibit pohon “Sarwa Becik” yang diinisiasi seorang tokoh dari MUNI, KP Ricky Suryo Prakoso di Taman Maha Bodhi, Sabtu sore itu menjadi bagian peringatan Hari Raya Waisak yang sangat bermakna. Selain para tokoh yang hadir, termasuk putra mahkota tertua KGPH Hangabehi, rangkaian acara yang diinisiasi CEO PT Meccaya itu juga sangat bermakna karena dilengkapi dengan edukasi tentang “Sawo Kecik” dan berbagai unsur yang digunakan dalam acara menanamnya. (won-i1)