Gusti Moeng Perlihatkan Tokoh Patih Sengkuni dan Resi Durna
SURAKARTA, iMNews.id – Kraton Mataram Surakarta kembali menggelar acara spiritual religi yaitu khataman Alqur’an kali pertama setelah momentum Idhudl Fitri atau Lebaran, yang dilangsungkan di Bangsal Smarakata, Rabu semalam (17/5). Esoknya, yaitu Kamis (18/5) siang tadi mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB, digelar ritual “ngesis wayang padintenan” di ruang “gedhong” Sasana Handrawina.
GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa yang ditemui iMNews.id di depan pintu Sasana Handrawina menyebutkan, khataman Alqur’an kali pertama yang digelar setelah momentum Lebaran, diikuti sekitar 150-an peserta dari berbagai elemen masyarakat adat yang terwadahi dalam Lembaga Dewan Adat (LDA). Menurut Ketua LDA yang akrab disapa Gusti Moeng itu, ada utusan dari takmir Masjid Kyai Maja (Mojo) IV, santri dari Salatiga, Klero, Sukoharjo, Pengging (Boyolali), abdi-dalem Yogiswara, Kauman (Surakarta) dan kerabat di “Bebadan Kabinet 2004” beserta jajaran.
Selain Gusti Moeng yang memimpin acara dan menyampaikan “dawuh” kepada KRAT Madya Hadinagoro untuk memimpin khataman Alqur’an. Secara khusus, abdi-dalem “Kanca Kaji” dari Kabupaten Ponorogo, KRT Ahmad Faruq Reksobudoyo juga datang dengan rombongannya mengikuti kegiatan spiritual religi yang kembali tiap Rabu malam, diadakan setelah “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton” 17 Desember 2022. Karena acara seperti ini tidak bisa dilepaskan dari eksistensi Kraton Mataram Surakarta sebagai penerus Mataram Islam, maka KGPH Hangabehi juga tampak hadir.
“Khataman Alqur’an tadi malam (Rabu, 17/5) itu kali pertama setelah Lebaran. Pesertanya lumayan banyak. Dari kantong-kantong santri abdi-dalem kraton yang banyak tersebar di berbagai daerah terdekat. Tetapi, ya banyak juga yang datang dari jauh. Misalnya dari Ponorogo, Purwodadi (Grobogan) dan Salatiga itu lumayan jauh. Kami sangat berterimakasih, karena sudah pada ‘netepi gawa-gawene’ sebagai abdi-dalem. La wong dari santri masjid Baderan (Klaten), kawasan makam Kyai Mojo IV juga datang kok,” jelas Gusti Moeng.
Sementara itu, saat memimpin ritual “ngesis wayang padintenan” dari kotak wayang Kiai Pramukanya, Gusti Moeng juga larut di antara kesibukan 20-an orang yang bertugas membersihkan debu dan jamur yang menempel pada kulit anak wayang, siang tadi. Di ruang tengah “gedhong” Sasana Handrawina itu, begitu tiap sekat “eblek” berisi anak-wayang dikeluarkan satu persatu dari kotak, tiap anak wayang dipindah ke atas meja yang sudah tersedia untuk di kuas untuk menghilangkan debu atau diseka tisu kalau ada jamurnya.
Beberapa “eblek” lainnya, ada yang langsung disampirkan di tambang berselimut mori putih, urut satu persatu, agar mendapatkan angin segar secara alami, maupun bantuan angin dari dua kipas angin berukuran besar dan sedang. Yang sudah disampirkan, juga disapu dengan kuas atau diseka tisu satu persatu. Demikian pula, anak wayang yang sudah ditancapkan di atas dua gawang sebagai perlengkapan khusus yang menjadi satu dengan keberadaan kotak Kiai Pramukanya.
Selain empu dalang spesialis wayang “gedhog” Ki KRT Dr Bambang Suwarno selaku koordinator tim teknis “ngesis wayang”, juga tampak beberapa anggota timnya seperti Ki RT Gatot Purnomo Carito Adipuro, Ki Suluh Juniarsah dan kandidat doktor Ki Rudy Wiratama. Bahkan ada sekitar 10 rombongan mahasiswa dari Fakultas Sastra UGM yang sedang menjalani kuliah lapangan bersama Ki Rudy Wiratama, selaku dosen pembimbingnya, ikut membantu sambil belajar pada ritual “ngesis wayang”, siang itu.
Menurut Ki RT Gatot Purnomo Carito Adipuro, sekotak wayang Kiai Pramukanya yang dikeluarkan dalam “ngesis wayang padintenan” itu, termasuk bukan pusaka di level tertinggi di antara beberapa nama wayang pusaka level tertinggi milik Kraton Mataram Surakarta. Meski Kiai Pramukanya dibuat pada zaman Sinuhun Paku Buwana (PB) II di zaman Kraton Mataram berIbu-Kota di Kartasura (1703-1745), tetapi bagi kraton levelnya di bawah Kanjeng Kiai (KK) Kadung, Kanjeng Kiai Jimat dan Kanjeng Kiai Jayeng Katong yang dibuat pada zaman Sinuhun PB IV (1788-1820).
“Jumlah isi kotak Kiai Pramukanya ini ada 313 anak wayang. Tadi sudah diteliti dan dihitung, ada yang rusak 28 buah. Semua kerusakan itu bisa diatasi atau masih bisa diselamatkan, karena hanya putus tali engsel dan gapitnya. Ada yang hilang tatahan bola matanya, itupun bisa ‘disopak’ atau ditambahkan. Karena ada caranya yang hasilnya bagus dan awet,” jelas RM Restu Setiawan, abdi-dalem yang mendapat tugas mengkoordinasi kehadiran semua petugas dan tamu (mahasiswa praktik-Red), serta mengingatkan kepada semua yang bertugas untuk tidak memotret anak wayang secara detil.
Gusti Moeng menyebutkan, halaman di depan Bangsal Lembisana tempat menyimpan belasan kotak anak wayang pusaka kraton, hingga kini belum dibersihkan dari tumpukan sisa-sisa bangunan dari pekerjaan renovasi kraton yang terjadi sebelum 2017 hingga kini. Tempat itu, dulunya digunakan untuk ritual “ngesis wayang padintenan” atau “srambahan” atau yang punya level “Kiai” tiap Kamis, sedangkan kotak wayang pusaka level tertinggi seperti KK Kadung, KK Jimat dan KK Jayeng katong harus digelar di dalam ruang “gedhong” Sasana Handrawina pada weton Selasa Kliwon atau Anggara Kasih. (won-i1)