Hajad-dalem Garebeg Syawal Perdana “Setelah Gusti Moeng Kondur Ngedhaton”

  • Post author:
  • Post published:April 23, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:10 mins read
You are currently viewing Hajad-dalem Garebeg Syawal Perdana “Setelah Gusti Moeng Kondur Ngedhaton”
PRAJURIT DARAPATI : Bregada Prajurit Darapati bersama 8 bregada prajurit lainnya mulai melangkah meninggalkan halaman depan Pendapa Sasana Sewaka, untuk mengarak hajad-dalem Gunungan Garebeg Syawal menuju kagungan-dalem Masjid Agung, pukul 10.15 WIB, Minggu padi tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Beberapa Ketua Pakasa Cabang Tampak Bersemangat Ikuti Pisowanan

SURAKARTA, iMNews.id – Upacara adat hajad-dalem Garebeg Syawal sebagai ungkapan masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta dalam menyambut Hari Raya Idhul Fitri atau Lebaran, dilaksanakan Kraton Mataram Surakarta dengan pisowanan yang digelar mulai pukul 10.00 WIB, Minggu pagi tadi. Para Ketua Pakasa dan pengurus cabang dari sejumlah daerah tampak ada yang mengikuti pisowanan dari Bangsal Smarakata, dan ada yang sudah menunggu di kagungan-dalem Pendapa Masjid Agung.

Reporter iMNews.id yang mengikuti ritual ini melaporkan, pisowanan yang menggunakan tempat di “topengan” Maligi untuk Sinuhun PB XIII dan keluarga kecilnya, teras Nguntarasana dan Bangsal Smarakata, sudah ditata sejak sebelum pukul 10.00 WIB. Termasuk, barisan prosesi kirab, terutama 9 Bregada Prajurit yang di dalamnya ada korp musik drumb band dan Bregada Prajurit Panyutra lengkap dengan iringan gamelan Cara Balen yang dipikul puluhan abdidalem, karena akan ditabuh secara “live”.

KORI SRI-MANGANTI : Hajad-dalem Gunungan “perempuan” harus berhati-hati ketika melewati Kori Sri-Manganti Lor yang tidak begitu tinggi ambangnya, untuk diarak dalam prosesi ritual Garebeg Syawal menuju Masjid Agung, mulai pukul 10.15 Minggu pagi tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Begitu petugas Bupati Gantung-seba sudah mengajak utusan-dalem untuk melapor kepada Sinuhun PB XIII dan mendapat perintah untuk memulai prosesi kirab, perintah segera diberikan kepada KRAT Alex Pradnjono Reksoyudo selaku “manggala” (komandan) untuk menyiapkan para prajurit dan memberi aba-aba berjalan. Genderang drumb band bergantian dengan terompet dan suling dimainkan secara orkestra, sebagai pertanda barisan kirab bergerak jalan meninggalkan halaman Pendapa Sasana Sewaka.

Begitu 9 bregada prajurit bergerak maju, semua barisan yang ada di belakangnya mengikuti, termasuk para abdidalem penabuh gamelan Cara Balen untuk mengiringi lankah Bregada Prajurit Panyutra yang ada di belakangnya. Suara drumb band, seakan berbaur dengan gamelan Cara Balen ditambah gamelan “Kodok Ngorek sebagai gamelan “pakurmatan” yang ditabuh KPH Raditya Lintang Sasangka dan para abdidalem karawitan Mandra Budaya di Bangsal Pradangga, terdengar sebagai sebuah komposisi musik tiga warna yang berbeda tetapi berestetika.

IKUT MELEPAS : Tampak Gusti Moeng, Gusti Ayu dan Gusti Devi ikut melepas prosesi arak-arakan yang membawa Gunungan hajad-dalem Garebeg Syawal, saat melewati halaman Pendapa Sasana Sewaka untuk keluar dari Kori Sri-Manganti dan menuju Masjid Agung, mulai pukul 10.15 WIB, Minggu pagi tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Langkah prajurit beserta abrisan prosesi kirab yang mengikuti di belakangnya, tentu menyesuaikan irama langkah Bregada Prajurit Panyutra yang diiringi gamelan Cara Balen. Pemandangan yang indah dan hanya dimiliki Kraton Mataram Surakarta sebagai cirikhas dan salah satu simbol ikonnya, adalah barisan kirab prajurit, termasuk Panyutra. Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa didampingi Gusti Ayu, Gusti Timoer, Gusti Devi dan sejumlah sentana-dalem pejabat “Bebadan Kabinet 2004” yang berdiri di samping pendapa, ikut melepas barisan kirab.

Seperti yang selalu terjadi pada setiap digelar ritual hajad-dalem “Garebeg”, ketika barisan prosesi melewati pintu Kori Sri-Manganti Lor, laju jalan kirab sangat pelan dan semua abdidalem yang mengusung Gunungan merendahkan batang bambu pajang “pikulan” ancak Gunungan, agar ujung paling atas tidak menyentuh amabang pintu. Karena, ukuran tinggi Gunungan, bila dalam kondisi dipikul beramai-ramai, melebihi ambang Kori Sri-Manganti, begitu pula ketika melewati Kori Kamandungan.

MENGIKUTI DOA : Tampak KRA Bambang Setiawan Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara), KRT Mulyadi Puspopustoko (Ketua Pakasa Pati) dan KRT Surojo (Ketua Pakasa Boyolali) mengikuti prosesi doa wilujengan ritual hajad-dalem Garebeg Syawal di Pendapa Masjid Agung Kraton Mataram Surakarta, mulai pukul 10.30 WIB Minggu pagi tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sesampai di halaman depan Bangsal Smarakata, para abdidalem yang sebagian dari Pakasa cabang seperti Ketua (KRAT Seviola Ananda Reksobudoyo) dan pengurus Pakasa Cabang Trenggalek, tampak ikut memasuki barisan kirab. Sekitar pukul 10.20, barisan kirab keluar dari kraton dan berjalan menuju kagungan-dalem Masjid Agung. Hanya butuh waktu sekitar 10 menit, barisan prosesi kirab yang melewati Sitinggil Lor, tengah Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa dan tengah Alun-alun Lor, sudah sampai di Masjid Agung.

Barisan kirab sampai di masjid, sepasang Gunungan ditinggal di depan “topengan” masjid bersama para prajurit, sedangkan utusan-dalem dan para abdi-dalem yang ikut mengarak segera memasuki masjid. Di di ruang pendapa masjid, sudah tampak menunggu, antara lain KRA Bambang Setiawan Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara), KRT Mulyadi Puspopustoko (Ketua Pakasa Pati), Dr Purwadi (peneliti sejarah dari Lokantara Pusat/Jogja). Begitu juga KRAT Seviola Ananda Reksobudoyo (Ketua Pakasa Trenggalek), yang segera mengambil tempat duduk di belakang ketiga tokoh tersebut.

MENGIKUTI PROSESI : Ketua Pakasa Cabang Trenggalek, KRAT Seviola Ananda Reksobudoyo, berada dalam barisan prosesi yang mengarak Gunungan hajad-dalem Garebeg Syawal ketika sudah sampai di halaman parkir depan Masjid Agung Kraton Mataram Surakarta, Minggu pagi tadi, sekitar pukul 10.20 WIB. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Setelah semua hajad-dalem dan uba-rampe sudah ditata di tempat masing-masing, perintah atau “dhawuh” untuk mendoakan segera diberikan kepada KRAT Muhtarom, abdi-dalem jurusuranata di Masjid Agung untuk memimpin doa wilujengan. Secara keseluruhan, hanya sekitar 15 menit, prosesi doa selesai, dan pukul 11.00 WIB sebuah Gunungan perempuan diperebutkan oleh para pengunjung dan para abdidalem yang mengusungnya, di tempat Gunungan itu diletakkan menunggu doa selesai dan siap “dibagi-bagikan secara merata”. Tetapi, praktik yang tampak berbeda, karena yang terjadi adalah rebutan.

“Mohon maaf, kami dan pengurus Pakasa Nganjuk sampai tidak bisa ikut sowan. Karena acara silaturahmi di sini juga luar biasa. Tetapi kami sudah sempat sowan saat Malem Selikuran lo. Kami sudah izin Pangarsa Pakasa Punjer dan Gusti Moeng (Ketua LDA),” jelas KRAT Sukoco, Ketua Pakasa Cabang Nganjuk yang dihubungi iMNews.id, siang tadi. Kesibukan serupa juga dialami KRT Bagiyono Rumeksonagoro (Ketua Pakasa Magelang), yang sampai menjelang Lebaran masih mengurus  kelengkapan persyaratan di Kebangpol Pemkab, agar Pakasa cabang mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar sebagai Ormas.

“DIBAGI RATA” : Hampir dalam setiap ada pemandangan “ngalab berkah” Gunungan untuk ritual hajad-dalem apa saja di halaman Masjid Agung, termasuk Garebeg Syawal, Minggu pagi tadi, yang selalu tampak adalah perilaku berebut seisi Gunungan, bukan “dibagi rata” seperti pesan bijak petugas yang mengumumkan, seusai doa dipanjatkan. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kegembiraan bisa mengikuti ritual Garebeg Syawal perdana setelah “Gusti Moeng kondur Ngedhaton”, jelas dirasakan Ketua Pakasa Cabang Pati, cabang Trenggalek dan Ketua Pakasa Cabang Jepara. Karena, ketiga tokoh itu tampak ikut dalam pisowanan, terutama saat sepasang Gunungan didoakan di Masjid Agung. KRA Bambang Setiawan Adiningrat (Jepara), KRT Mulyadi Puspopustoko (Pati), KRAT Seviola (Trenggalek) bahkan Dr Purwadi, tampak khusuk dalam doa wilujengan.

“Saya dan beberapa teman generasi muda Pakasa, sangat senang bisa mengikuti pisowanan Garebeg Syawal. Ini pengalaman pertama kami, bisa merasakan langsung dalam upacara adat menyambut Hari Raya Idhul Fitri. Apalagi, kami juga bisa berhalal-bihalal dengan para Gusti dan sejumlah sentana-dalem. Pengurus dan warga Pakasa Trenggalek, sangat berharap semoga kraton kembali kuncara. Mudah-mudahan Gusti Wandan (GKR Wandansari Koes Moertiyah-Red) selalu diberikan keselamatan, untuk terus memimpin penegakan paugeran adat,” pinta Ketua Pakasa Trenggalek yang akrab disapa KRAT Ola.

KACANG LANJARAN : Kacang “lanjaran” yang lebih dikenal dengan nama kacang panjang, menjadi pengisi “Gunungan” lelaki yang melambangkan “lingga” atau gender lelaki sebagai simbol kesuburan, tampak didapat seorang wanita yang ikut “ngalab berkah” hajad-dalem Garebeg Syawal di Masjid Agung, siang tadi sekitar pukul 11.00 WIB. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Perasaan senang, lega bercampur bangga juga dirasakan KRA Bambang Setiawan Adiningrat, Ketua Pakasa Cabang Kabupaten Jepara, yang dihubungi iMNews.id di tempat terpisah. Dia bersama rombongannya bisa lega, senang dan bangga bisa mengikuti pisowanan pada upacara hajad-dalem Garebeg Syawal, setelah lima tahun hanya melakukan kegiatan di luar kraton. Dia juga merasakan ada kesan kebersamaan yang mendalam di antara para utusan Pakasa Cabang dengan sejumlah figur tokoh yang dipimpin Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Ketua LDA), ketika ritual berlangsung.

Bagi KRT Mulyadi Puspopustoko, hadir pada pisowanan Garebeg Syawal merupakan pilihan yang sulit, karena harus meninggalkan keluarga di daerah asal, Kabupaten Pati, yang sedang padat tradisi menyambut Lebaran. Tetapi, dirinya harus rela mengorbankan hari kedua bersilaturahmi, untuk “hanetebi gawa-gawene”, sowan ke kraton. Bagi KRT Surojo (Ketua Pakasa Boyolali) yang lebih suka disebut penggiat sejarah dan budaya, Garebeg Syawal adalah bentuk penghargaan kraton kepada masyarakat agraris/tani yang telah menghasilkan segala macam bahan pangan yang dipasang di Gunungan. (won-i1)