Banyak Informasi Sejarah Bermunculan dari Kepedulian “Mikul Dhuwur, Mendhem Jero” (seri 3 – habis)

  • Post author:
  • Post published:April 2, 2023
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Banyak Informasi Sejarah Bermunculan dari Kepedulian “Mikul Dhuwur, Mendhem Jero” (seri 3 – habis)
DARI KHATAMAN : Dari acara khataman Alqur'an yang dirangkai kegiatan ibadah puasa, Kamis (30/3), memunculkan banyak data informasi sejarah, baik tentang kegiatan spiritual religi bagi Kraton Mataram Surakarta itu, maupun berbagai hal yang menyangkut peradaban Jawa dan Mataram. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kanjeng Ratu Beruk, Generasi ke-12 Keturunan Sunan Ampel

IMNEWS.ID – KARENA ada peristiwa khataman Alqur’an yang dirangkai dengan kegiatan ibadah puasa yang digelar Kraton Mataram Surakarta di Bangsal Smarakata, Kamis (30/3), abdidalem “Kanca Kaji” KRT Ahmad Faruq Reksobudoyo menyuguhkan hasil penelitian sejarah Islam atau sejarah kraton-kraton Islam di Jawa. Hasil penelitian berupa susunan urutan generasi atau silsilah salah seorang tokoh Wali Sanga bernama Sunan Ampel itu, dimaksudkan untuk melengkapi kehadiran
seorang pengurus makam dan masjid Sunan Ampel di Surabaya yang merupakan trah keturunan Sunan Ampel di acara yang diinisiasi dan digelar Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Ketua LDA (iMNews.id, 30/3).

Di acara khataman Alqur’an yang mulai diaktifkan kembali Gusti Moeng itu, seorang tamu dari ahli waris Sunan Ampel bernama Abu Bakar bin R Ubaidilah yang memulai “nashab” ke Kraton Mataram Surakarta malam itu, mendapat cinderamata berupa “Kur’an Jawi” sebagai salah satu karya penerbitan di zaman Sinuhun PB X. Dan dari informasi mengenai silsilah “Pangiwa” (jalur kiri) dan “Panengen” (jalur kanan) yang disusun KRT Ahmad Faruq Reksobudoyo MFil-I itu, memunculkan banyak informasi baru bagi publik secara luas yang bisa bermanfaat memperkaya pengetahuan dan cara pandang warga peradaban untuk selalu “Mikul dhuwur, mendhem jero” terhadap para leluhur peradaban, khususnya leluhur Dinasti Mataram.

SINUHUN PB I-IV : Deretan foto itu dari kiri ke kanan adalah Sinuhun PB I, II, III dan PB IV. Sinuhun PB IV adalah putra Kanjeng Ratu Beruk, trah ke-12 Sunan Ampel yang diambil istri oleh sang ayah sebagai garwa prameswaridalem Sinuhun PB III. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Salah satu informasi sejarah itu adalah data tentang eksistensi tokoh garwa permaisuri Sinuhun Paku Buwana (PB) III yang bergelar Kanjeng Ratu Kencana atau Kanjeng Ratu Beruk, yang ternyata generasi ke-12 keturunan Kanjeng Susuhunan (Sunan) ing Ngampel Dhenta atau Sunan Ampel. Data tentang tokoh itu selama ini sulit didapat atau belum pernah muncul, sehingga sempat menjadi spekulasi kalangan anggota masyarakat adat, karena semula tokoh garwa permaisuri itu dianggap dari kalangan masyarakat biasa atau tidak punya asal-usul secara adat yang “diangkat” menjadi “prameswaridalem”.

Salah seorang yang punya persepsi atau anggapan seperti itu adalah KPH (A) Purbodiningrat, sebagai upaya memberi pembenaran atas tampilnya seorang “garwa prameswari jadi-jadian” dalam rangka mendukung “sebuah skenario” proses suksesi setelah kepemimpinan Sinuhun PB XIII. Anggapan atau persepsi itu bisa dipastikan gugur dengan temuan data KRT Ahmad Faruq Reksobudoyo, yang meneliti secara khusus sejarah Islam dan sejarah kraton-kraton Islam, lebih khusus lagi susunan urutan generasi keturunan Sunan Ampel di abad 14-15 ke bawah atau ke zaman abad berikutnya hingga abad 21 atau milenial sekarang ini.

PUTRA TERTUA : KGPH Hangabehi adalah putra tertua Sinuhun PB XIII yang juga bisa disebut putra mahkota tertua, yang kelak bisa meneladani proses alih kepemimpinan dari sang kakek (Sinuhun PB XII) kepada ayahandanya di tahun 2004. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Secara terpisah, data tentang Kanjeng Ratu Beruk atau Kanjeng Ratu Kencana yang muncul dalam silsilah Sunan Ampel, sudah sangat menegaskan bahwa tokoh dimaksud bukan orang sembarangan atau bukan orang yang tidak punya asal-usul adat secara jelas jelas. KPP Wijoyo Adiningrat selaku Wakil Pengageng Mandra Budaya yang juga pantas disebut “paranpara nata” itu menegaskan, sebagai seorang “raja”, Sinuhun PB III diyakini memiliki kelebihan dalam mengambil keputusan. Selain karena kemampuan spiritual, “kawaskitan” dan “kawicaksanannya”, untuk mengambil keputusan terutama yang menyangkut tugas kepemimpinan yang menentukan kelangsungan masa depan “nagari”, jelas tidak mungkin sembarangan memilih “garwa prameswari”.

“Karena, memilih prameswari bagi seorang raja apalagi Sinuhun Paku Buwana, adalah pertaruhan masa depan ‘nagari’ (kraton). Menyangkut ketokohan seseorang yang akan meneruskan kepemimpinannya. Maka, seorang Sinuhun Paku Buwana jelas sudah meneliti benar siapa figur calon yang paling tepat akan menurunkan calon pemimpin penerusnya. Syaratnya banyak sekali bagi seorang prameswari. Jadi bukan asal perempuan atau perempuan sembarangan seperti yang kita lihat bersama akhir-akhir ini. Sinuhun PB III sangat tepat mengambil prameswari Kanjeng Ratu Beruk. Karena beliau trah darahdalem keturunan Sunan Ampel. Minimal buyutdalem yang pernah jumeneng atau trah leluhur Dinasti Mataram,” tegas KPP Wijoyo Adiningrat saat berbincang dengan iMNews.id, beberapa waktu lalu.

ALIH KEPEMIMPINAN : Sesepuh Kraton Mataram Surakarta GPH Haryo Mataram SH mantan Rektor UNS pertama itu, sangat dihormati dan dimuliakan keluarga besar kraton, karena begitu kukuh memegang paugeran adat yang menyebut KGPH Hangabehi adalah penerus syah Sinuhun PB XII di tahun 2004. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Apa yang ditegaskan KPP Wijoyo Adiningrat itu, secara tidak langsung menggugurkan anggapan KPH (A) Purbodiningrat yang menyatakan bahwa Kanjeng Ratu Beruk berasal dari rakyat jelata. Karena tokoh dimaksud ternyata punya asal-usul adat secara jelas dari trah Sunan Ampel, maka data informasi itu tidak bisa atau tidak memenuhi syarat untuk dijadikan pembenaran terhadap munculnya “permaisuri jadi-jadian” dalam satu dekade terakhir. Tak hanya masalah “kepalsuan” itu, masih banyak syarat yang tidak bisa dipenuhi oleh “oknum” yang “sangat berambisi” menjadi “permaisuri” (jadi-jadian-Red) itu.

Salah satu syarat yang sudah muncul di atas, adalah asal-usul adat seara jelas, seperti yang dimiliki Kanjeng Ratu Beruk atau Kanjeng Ratu Kencana, tetapimenurut KPP Wijoyo Adiningrat masih banyak lagi persyaratan lain di antaranya adalah proses perkawinan secara “kenegaraan” yang disebut “Bhayangkari” yang harus dipenuhi oleh seorang “prameswaridalem”. Yaitu, proses perkawinan secara adat yang digelar di kraton dan disaksikan seluruh organ otoritas kelembagaan masyarakat adat, termasuk para sesepuh dan sentanadalem, yang dilakukan setelah calon yang bersangkutan benar-benar memenuhi syarat punya asal-usul adat secara jelas.

MENUNGGU GILIRAN : KGPH Hangabehi kini juga sedang menunggu giliran menerima tugas dan tanggung jawab saat waktu alih kepemimpinan tiba, kelak. Karena, Kraton Mataram Surakarta butuh figur penerus kepemimpinan yang menghormati paugeran adat dan meneruskan pelestarian budaya penuh tanggungjawab. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Jadi, tidak boleh asal-asalan ketika mengambil seseorang untuk dijadikan garwa prameswari. Harus sesuai paugeran adat dan melalui mekanisme prosedur adat. Figur oragng atau tokohnya juga harus punya asal-usul secara adat. Dan salah satu dari paugeran adat yang berlaku sampai sekarang ketika seseorang akan diambil sebagai prameswaridalem, syaratnya harus masih lajang dan gadis atau perawan. Paling tidak, asal-usul adatnya buyutdalem (yang pernah jumeneng) atau asal-usul secara adat seperti Kanjeng Ratu Beruk itu. Beliau yang melahirkan Sinuhun PB IV,” jelas Gusti Moeng dalam beberapa kali wawancara degan iMNews.id hingga ngobrol di teras Nguntarasana, Jumat siang (31/3/2023) itu.

Dari telusur data sejarah yang dilakukan KRT Ahmad Faruq, Dr Purwadi dari sebagai peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja dan data-data pribadi KPP Wijoyo Adiningrat, sangat meyakikan bahwa Kanjeng Ratu Beruk yang diambil sebagai garwa prameswari oleh Sinuhun PB III, telah melahirkan calon pemimpin yang bernama Bagus Abdurahman atau GRM Subadya. Tokoh ini yang kemudian menggantikan tahta di Mataram Surakarta bergelar SISKS atau Sinuhun PB IV yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang penulisan sastra, kemampuan mendalang dan banyak produksi karya seni di bidang pedalangan dan karya sastra “Serat Wulangreh” yang kemudian menjadi pengisi kitab “Kur’an Jawi” itu. (Won Poerwono-habis/i1)