KGPH Puger Muncul di Acara “Nyadran” Makam Ki Ageng Henis
SURAKARTA, iMNews.id – Gusti Moeng atau GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa, pagi tadi memimpin rombongan dari Kraton Mataram Surakarta untuk melakukan serangkaian ritual “Nyadran” di sejumlah makam para tokoh leluhur Dinasti Mataram. Rangkaian perjalanan “Tour de Makam” di awal bulan Ruwah, Tahun Ehe 1956 yang diberi tema “Caos Bhekti Tahlil” kali pertama setelah kembali masuk kraton sejak 5 tahun lebih “berjuang” di luar kraton itu, dimulai dari makam Ki Ageng Henis yang ada di Astana Pajimatan di Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan, pagi tadi karena yang terdekat dari kraton atau masih berada dalam Kota Surakarta.
Sekitar pukul 08.30, rombongan sekitar 100 orang yang diangkut satu minibus, sekitar 10 mobil dan sejumlah abdidalem lain yang datang dengan motor, khususnya yang laki-laki sudah memulai acara “Caos Bhekti Tahlil” yang dipimpin abdidalem jurusuranata MNg Agung Muhammad Bahrun di Masjid Laweyan yang terletak di kompleks makam. Di acara doa, tahlil dan dzikir itu tampak KPH Edy Wirabhumi dan KPH Adipari Sangkoyo Mangunkusumo yang bertugas memberi “dhawuh ujub” doa, tahlil dan dzikir.
Saat rombongan lelaki mengikuti doa, tahlil dan dzikir termasuk pemerhati budaya Jawa dan kraton, KRAT hendri Rosyad Reksodiningrat, rombongan perempuan yang dipimpin Gusti Moeng menyiapkan uba-rampe untuk “nyekar” (berziarah) di pendapa makam. Di situ tampak GKR Ayu Koes Indriyah, GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani yang kemudian disusul putra mahkota tertua KGPH Hangabehi, baru kemudian muncul KGPH Puger yang sampai berlangsung ritual tingalan jumenengan, belum lama ini (iMNews.id, 16/2/2023), tidak kelihatan hadir di tengah upacara.
Begitu selesai persiapan, Gusti Moeng memimpin “nyekar” di makam Ki Ageng Henis dan sejumlah tokoh leluhur Dinasti Mataram, termasuk makam RAy Adipati Anom yang tak lain adalah makam ibunda Sinuhun PB V yang masih dalam satu kompleks Astana Pajimatan Ki Ageng Henis. Setelah Gusti Moeng, lalu diikuti para sederkdalem, sentanadalem dan para abdidalem rombongan lainnya. Menjawab pertanyaan iMNews.id, Gusti Moeng menyebut ritual “sadranan” di bulan Ruwah pada zaman dulu, selalu ditunggu-tunggu masyarakat sekitar makam, yang baru berani “nyekar” atau “nyadran” sesudah rombongan dari kraton lebih dulu.
Dari makam Ki Ageng Henis, rombongan melanjutkan perjalan “Tour de Makam” untuk “Nyadran” atau “Ruwahan” di kawasan Pengging, Kecamatan Banyudono, Boyolali. Di wilayah yang di saat Kartasura menjadi pusat pemerintahan “nagari” Mataram ada di Kartasura (1645-1745), Pengging menjadi wilayah Kabupaten mandiri, yang kini banyak menyimpan makam para tokohnya. Yaitu Astana Pajimatan makam Sri Makurung Handayaningrat, Astana Pajimatan makam RNg Jasadipura (Yosodipuro), Astana Pajimatan makam Padmanagara dan Astana Pajimatan makam Kebo Kenanga yang berada di desa terpisah dan selesai diziarahi hingga sore tadi. (won-i1)