Tiap Kotak Wayang Koleksi Kraton, Menunggu 2 Tahun untuk Bisa “Diangini” (seri 3 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:February 11, 2023
  • Post category:Budaya
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Tiap Kotak Wayang Koleksi Kraton, Menunggu 2 Tahun untuk Bisa “Diangini” (seri 3 – bersambung)
UNSUR MENARIK : Unsur ritualnya, "Ngesis Wayang" tiap weton Anggara Kasih tentu akan menjadi event menarik, karena ada tatacara baku yang sebenarnya adalah teknis proses perawatan anak wayang. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Keunikan dan Nilainya Dihargai Unesco Sebagai Warisan tak Benda

IMNEWS.ID – BAGI publik secara luas, selain bentuk-bentuk upacara adat, tradisi dan budaya serta sistem tata-nilai paugeran adat dan turunannya yang masih dipelihara di internal masyarakat adatnya, masih banyak produk peradaban di Kraton Mataram Surakarta juga yang memberi manfaat. Salah satu produk peradaban Mataram Surakarta, yaitu segala macam yang berkait dengan seni pertunjukan wayang kulit yang didalamnya terdiri dari berbagai jenis produk seni pendukungnya, di antaranya anak wayang kulit yang bisa dilihat dari design dan tatacara perawatannya yang disebut dengan ritual “Ngesis Wayang” (iMNews.id, 9/2/2023).

Seni pedalangan terutama wayang kulit yang terdiri dari tema lakon “purwa”, “madya” hingga “wasana” dan wayang secara umum yang memiliki keragaman unik sesuai kekhasan sejumlah daerah di Nusantara, bahkan sudah memberi manfaat edukasi kepada masyarakat dunia hingga diakui Unesco di tahun 2004. Selanjutnya, sebagai warisan dunia tak benda (intangable), wayang menjadi milik dunia yang bisa dipelajari bangsa-bangsa di dunia sebagai sumber pengetahuan dari sisi apa saja, misalnya latarbelakang cerita dan sejarah, ragam karya seni kriyanya, jenis gaya atau “gagrag”, musik iringannya dan sebagainya.

SAMBIL MEREPARASI : Dulu ada abdidalem MNg Sunarno Dutodiprojo yang juga rajin mereparasi anak wayang yang rusak saat dikeluarkan dari kotak, sebagai sambilan pada ritual “Ngesis Wayang” tiap weton Anggara Kasih.(foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Begitu banyak keunikan yang ada pada seni pedalangan wayang kulit atau “puppet” Indonesia yang diakui Unesco, karena memang unsur keunikan sebuah karya sebagai satu-kesatuan seni pertunjukan wayang itulah yang membuat diakui Unesco. Dan karena keunikan wayang sebagai satu-kesatuan karya peradaban itulah, yang hanya ada di Indonesia dan tidak dimiliki negara-negara lain, meskipun Prancis punya “Puppet Art”, India punya “Mahabharata” dan “Ramayana”, Jerman punya koleksi sejumlah wayang kulit asal Indonesia milik pribadi seorang kolektar yang bernama Wolter Angst dan sebagainya.

Keunikan wayang Indonesia yang diakui Unesco sebagai warisan dunia tak benda itu, salah satunya adalah karena menjadi satu-kesatuan produk peradaban bahkan puncak peradaban yang isinya terdiri dari berbagai komponen yang sangat lengkap dan satu dengan lain bisa terkait melengkapi. Namun hebatnya, komponen yang ada di dalam itu bisa berdiri sendiri dan menjadi satu-kesatuan produk peradaban yang final sebagai puncak peradaban, yaitu instrumen gamelan yang juga sudah diakui Unesco secara terpisah 2019 lalu yang dideklarasikan di Surakarta 2022, sebagai warisan dunia tak benda.

DIIRING PAYUNG : Mengarak kotak wayang pusaka KK Jimat setelah dibersihkan dalam ritual “Ngesis Wayang” pada Anggara Kasih, 24 Januari, menjadi atraksi menarik karena diiring payung yang menaunginya atau “disongsong”.  (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Mengapa wayang merupakan produk peradaban yang sudah final sebagai puncak peradaban? Karena wayang khususnya wayang kulit sebagai seni pertunjukan sudah terpenuhi semua unsur-unsurnya, bahkan melebihi dari unsur-unsur yang dimiliki kesenian atau produk peradaban dari bangsa lain. Dan bila ditelusur ke dalam, seni pertunjukan wayang kulit yang bersumber dari peradaban Mataram saja yang memenuhi semua unsur, dibanding seni pertunjukan wayang dari peradaban lain di Nusantara.

Ketika ditelusur ke dalam lagi, seni pertunjukan wayang yang memiliki semua unsur itu adalah produk peradaban Mataram Surakarta yang kemudian disepakati dan diakui menjadi “gaya” atau “gagrag” Surakarta. Meski di dalam “gagrag” Surakarta masih ada sub-gaya Mangkunegaran, karena menurut beberapa tokoh dalang ada versi cerita dalam lakon tertentu yang khas Mangkunegaran, yang berbeda dari “gagrag” Surakarta sebagai patron dan babon seni pedalangan.

PUNYA SIKAP : Sebagai seorang dalang profesional dan mantan dosen ISI Surakarta, Ki KRT Dr Bambang Suwarno yang selalu memimpin pekerjaan teknis ritual “Ngesis Wayang” di kraton, punya sikap yang sangat menghormati produk budaya karya leluhur peradaban berupa wayang di kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Seni pertunjukan wayang kulit bagi Mataram Surakarta, tak sekadar format sajian konvensional klasik yang menjadi salah satu bentuk tontonan menarik. Tetapi setiap komponen pendukung seni pertunjukan wayang  kulit klasik dan konvensional “gagrag” Surakarta, telah menjadi acuan insan seni pedalangan di wilayah yang sangat luas. Di lingkungan internal kraton, wayang kulit memiliki bagian-bagian yang sangat menarik, ekslusif, unik dan memberi banyak nilai edukasi, salah satunya terdapat pada ritual “Ngesis Wayang” tiap Anggara Kasih. Ritual menjadi satu kata kunci dari peristiwa “Ngesis Wayang” dan salah satu bagian dari seni pertunjukan wayang di kraton.

Kraton Mataram Surakarta memiliki banyak sekali ritual yang satu sama lain berbeda wujud dan peruntukan serta makna filosofinya. Ritual atau upacara adat, adalah unsur penting utama eksistensi kraton, setelah unsur manusia atau SDM-nya. Tetapi, kekayaan upacara adat yang berbagai jenis ini adalah aset dan potensi, yang bisa mendatangkan nilai ekonomis bagi kraton, ketika NKRI mengingkari amanat pasal 18 UUD 1945, Perpres No 19/1967, SKB Tiga Menteri dan segala turunannya yang menunjukkan kewajiban dan tugas negara terhadap satuan masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta. (Won Poerwono-bersambung/i1)