Kiai Jimat Dikeluarkan, Hampir Semuanya Berjamur
SURAKARTA, iMNews.id – Ritual weton Anggara Kasih atau Selasa Kliwon kedua, 24 Januari 2023 setelah Gusti Moeng bisa kembali masuk kraton melalui “insiden Gusti Moeng kondur Ngedhaton” sejak 17 Desember 2022, mengesankan suasana di Kraton Mataram Surakarta mulai dari luar hingga di dalam, benar-benar nampak “hidup kembali” atau “bernyawa”. Dari pukul 10.00 WIB, sudah banyak abdidalem lalu-lalang sesuai tugas di bidang masing-masing, terutama yang mempersiapkan ritual “ngesis wayang” di gedhong Sasana Handrawina.
Dengan “tindhih” Kanjeng Pangeran Panji (KPP) Wijoyo Adiningrat selaku Wakil Pengageng Mandra Budaya, upacara adat mengangin-anginkan anak wayang digelar untuk kali pertama atau perdana, sejak kraton ditutup akibat “insiden mirip operasi militer” pada April 2017. Sekotak wayang Kanjeng Kiai (KK) Jimat diusung para abdidalem dari kantor Pengageng Yogiswara, tempat penyimpanan pengganti Bangsal Lembisana yang sedang rusak atapnya, dibawa masuk ke gedhong Sasana Handrawina.
Di ruang berdinding kaca yang fungsi utamanya untuk menjamu tamu kehormatan kraton itu, sudah menanti Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa yang sedang mempersiapkan segala macam uba-rampe ritual. Begitu juga para dalang abdidalem yang bertugas “ngesis” sesuai aturan teknisnya, perbaikan ringan dan memasukkannya kembali ke dalam kotak, yang dipimpin KRT Dr Bambang Suwarno, dalang profesional yang juga pensiunan guru besar jurusan pedalangan ISI Surakarta.
KRT Dr Bambang Suwarno dan timnya yaitu Ki Gatot Purnomo, Ki Suluh Juniarsah dan Ki Rudy Wiratama langsung bekerja setelah kotak wayang dibuka KPP Wojoyo Adiningrat. Satu persatu tumpukan wayang yang ditata beraturan itu dikeluarkan di atas meja, ancak tempat menata wayang berikut juga dikeluarkan, untuk mengangkat anak wayang dan meneliti satu persatu. Yang sudah dikeluarkan lalu dilap dengan kain yang sudah dibasahi minyak, untuk menghilangkan jamur, lalu di gantung di atas seutas tali yang sudah dibentang di antara empat sakaguru gedhong Sasana Handrawina.
Bila ada anak wayang yang berdebu, langsung dibawa ke atas beberapa meja yang sudah tersedia, lalu diusap dengan kuas yang sudah berada di tangan para petugasnya. Ritual Ngesis wayang perdana ini sungguh istimewa, karena ada KP Siswanto Adininingrat, KP Puspitodiningrat, KRRA Bambang Kartika, KP Sinawung, KRMH Saptonojati dan beberapa sentana garap lainnya yang saat itu memaknai ritual perdana merawat dan “memuliakan” karya leluhur Dinasti Mataram yang diberi nama KK Jimat itu. Tak ketinggalan ikut sowan menyaksikan peristiwa “bersejarah” itu, calon guru besar sebuah universitas di Jogja Dr Purwadi (Ketua Lokantara Pusat-Jogja), pemerhati budaya Jawa dan kraton KRAT Hendri Rosyad Reksodiningrat dan sejumlah abdidalem yang secara kebetulan sowan untuk keperluan lain.
Beberapa abdidalem yang saat itu juga bertugas seperti KRMP Djoni Sosrodiningrat, KRAP Joko Wasis Sontonagoro, RM Restu Setiawan juga kelihatan sibuk mengukur kain sekat lapisan di dalam kotak yang rata-rata sudah berjamur dan mudah robek, untuk disiapkan penggantinya. Di antara yang sibuk pada ritual itu, adalah Gusti Devi, salah seorang putri Sinuhun PB XIII, banyak mendokmumentasi tokoh-tokoh wayang tertentu, lalu ditanyakan kepada para abdidalem dalang. Putridalem ini, adalah satu di antara sejumlah generasi ketiga yang sedang menjalani “diklat” secara khusus oleh Gusti Moeng, untuk disiapkan menduduki posisi penting pada proses regenerasi yang sedang berlangsung di kraton.
Selesai diusap atau dilap untuk menghilangkan cairan jamur yang lengket dijari serta dikuas debu yang menempel, semua anak wayang lalu digantung di tali yang sudah melintang. Tetapi ada beberapa tokoh anak wayang yang terbungkus kain merah, diselipkan tali yang melilit salah satu sakaguru, dan diasapi dengan uap ratus yang dibakar Gusti Moeng. Setelah semuanya mendapat angin segar di ruang gedhong Sasana Handrawina yang semua pintunnya dibuka lebar itu, kira-kira pukul 11.30 WIB semua anak wayang kembali ditata di atas sekat berupa anyaman bambu yang dibungkus mori putih, lalu dikembalikan ke kotak, sekat demi sekat.
“Semua sudah berjamur. Sampai pliket ketika disentuh jari. La wong 5 tahun lebih tidak pernah diesis, ya jelas jamuren. Masih beruntung tidak sampai rusak fatal, misalnya mengelupas sunggingan (cat)-nya, atau mengikis permukaan kulitnya. Semua bisa diselamatkan,” ujar Gusti Moeng menjawab pertanyaan iMNews.id, siang itu. Kondisi masih beruntung itu juga diungkapkan KPP Wijoyo Adiningrat, Ki KRT Dr Bambang Suwarno, RM Restu Setiawan dan Ki Gatot Purnomo, siang tadi.
Selesai dari ritual “ngesis wayang”, Gusti Moeng berpindah ke ruang sebelah, yaitu Pendapa Sasana Sewaka tempat ritual gladen tari Bedaya Ketawang berlangsung. Tepat pukul 12.30 WIB, latihan tarian sakral dimulai, diikuti dua tim tari, gabungan dari para penari Sanggar Pawiyatan Beksa yang dipimpin Gusti Moeng dan para penari yang pernah menunggu giliran “numpang” latihan pada Anggara Kasih lalu, yang kini sedang dalam proses berkolaborasi, yang secara selektif akan tampil pada 16 Februari, peristiwa berlangsungnya ritual tingalan jumenengandalem Sinuhun PB XIII. (won-i1)