“Kraton Jangan Dirusak Lagi Dengan Kata-kata yang Menyakitkan…”
SURAKARTA, iMNews.id – Setelah Pakasa Cabang Banjarnegara yang “geram” melihatkan sebuah brita di media mainstream dan beberapa platform media sosial yang mengabarkan rekaman pernyataan seorang “pangeran” karena dianggap melecehkan dan merendahkan Lembaga Dewan Adat (LDA), kemarin (iMNews.id, 7/1/2023), kini giliran Pakasa Cabang “Gebang Tinatar” Kabupaten Ponorogo dan Pakasa Cabang “Sura Praja” Kabupaten Jepara yang bereaksi. Dua Ketua Pakasa cabang dari dua daerah ini sangat menyayangkan pernyataan itu, bahkan Ketua Pakasa Ponorogo KRRA Gendut Wreksodiningrat menilai, pernyataan itu bisa merusak kerukunan dua tokoh yang sedang berdamai, dan secara tidak langsung juga bisa merusak kraton, karena bisa berakibat semakin rusaknya hubungan antara anggota keluarga besar yang mengurusi kraton.
“Sekarang ini, alam secara luas sudah rusak. Termasuk di dalamnya, adalah kraton. Rusaknya kraton, karena manusia yang ada di dalamnya tidak rukun, karena dirusak oleh pihak-pihak yang tidak menghendaki kerukunan terjadi di antara putra-putridalem Sinuhun PB XII. Kini, baru saja kerukunan terjadi dan dimulai dari Sinuhun PB XIII dengan Gusti Moeng. Seharusnya semua yang ada di sekitarnya mendukung dan ikut menciptakan kerukunan itu. Tetapi, yang terjadi malah muncul pernyataan yang menyakitkan”.
“Pernyataan itu bisa melukai hati di antara yang sedang rukun. Ini bisa berpotensi semakin merusak hubungan persaudaraan yang sudah mulai merekat kembali. Kalau persaudaran malah menjadi makin retak, bisa berakibat luas, di antaranya kraton tidak terurus. Kraton bisa makin rusak. Hati-hati mengeluarkan pernyataan, apalagi terkesan merendahkan LDA. Bagaimanapun, sejarah yang bergulir memberi keniscayaan, bahwa LDA harus lahir, dan kini menjadi bagian dari Kraton Mataram Surakarta yang tak akan terpisahkan,” jelas KRRA MN Gendut Wreksodiningrat tandas saat dihubungi iMNews.id, tadi siang.
Reaksi yang keras memang silih-berganti berdatangan ketika melihat sebuah brita di media mainstream dan beberapa platform media sosial yang mengabarkan rekaman pernyataan seorang “pangeran” muda yang menganggap LDA ilegal, tak lebih dari LSM, lembaga yang tidak penting dan tidak ada hubungannya dengan kraton. Berita ini bahkan membuat Ketua Pakasa Banjarnegara KRAT Eko Budi Tirtonagoro geram, karena pernyataan itu sama saja menganggap Pakasa Cabang di manapun ilegal, padahal Pakasa cabang-cabang berdiri secara sah dan resmi dari induknya Pengurus Pakasa Pusat yang berbadan hukum. Keberadaan Pakasa Pusat juga dilindungi oleh LDA yang sudah berbadan hukum, mulai dari legalitas keputusan Mahkamah Agung RI, lalu keputusan penetapan Pengadilan Negeri Surakarta.
Oleh sebab itu, lanjut KRRA MN Gendut yang menginisiasi berdirinya Pakasa Cabang Ponorogo enam tahun lalu dengan bimbingan pengurus Pakasa Pusat dan LDA, merasa heran mendengar kata-kata atau pernyataan yang menyakitkan itu. Kata-kata itu dinilai sangat berpotensi merusak kerukunan yang sudah mulai terbentuk kembali, atau setidaknya bisa menggagalkan kerukunan yang sudah dirintis antara Sinuhun PB XIII dan adik kandungnya, Gusti Moeng. Apalagi, GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng adalah Pengageng Sasana Wilapa yang notabene Ketua LDA.
“Saya minta tolong, siapapun jangan menodai kerukunan yang sudah dirintis kembali ini. Tolong dijaga kata-katanya. Bersikap dan bertindak lebih arif dan saling menghormati. Karena kita semua ini tinggal menjaga dan menikmati saja. Syukur bage mau ikut berupaya melestarikan dan mengembangkan. Kita tidak boleh melupakan sejarah. LDA adalah kenyataan sejarah yang menjadi kebutuhan kraton. Salah satu tujuannya, untuk melindungi kraton dengan segala isinya secara hukum nasional. Termasuk Sinuhun PB XIII dan keluarganya,” tunjuk Ketua Pakasa Ponorogo yang masih trah darah dalem Sinuhun PB VI itu.
Pakasa Cabang Ponorogo, menurutnya merasa tidak terima kalau kraton dirusak dengan kata-kata yang menyakitkan seperti itu. Karena sejarah sudah membuktikan, perjuangan Sinuhun PB II memindahkan Kraton Mataram dari Kartasura akibat pemberontakan Mas Garendi, antara lain jelas karena andil para santri dan masyarakat “gebang Tinatar” Kabupaten Ponorogo, waktu itu. Dukungan berbagai elemen masyarakat Ponorogo, termasuk Bupati Ponorogo dan pimpinan Pesantren Tegalsari Gebang Tinatar waktu itu, Ibu Kota Kartasura bisa direbut kembali walaupun dalam kondisi rusak parah.
“Sekarang, kerukunan sudah menghembuskan angin menyejukkan bagi seluruh masyarakat adat dan keluarga besar Dinasti Mataram. Sebaiknya kita jaga dengan arif dan bijak. Jangan dinodai yang bisa memperuncing kembali keadaan yang bisa membuat rintisan perdamaian ini jadi bubar. Mari kita dukung bersama, agar Kraton Mataram Islam Surakarta kembali hanjayeng bawana,” pinta KRRA Gendut.
Di tempat terpisah, Ketua Pakasa Cabang Jepara Bambang Setiawan Adiningrat menyatakan kaget saat dihubungi iMNews.id, kemarin, setelah mencermti pernyataan seorang “pangeran” muda dari pemberitaan media mainstream dan beberapa platform media sosial, yang seakan mengiringi kabar gembira “perdamaian” antara Sinuhun PB XIII dengan adiknya, Gusti Moeng yang lebih dulu berhembus bak angin sejuk. Ketua Lokantara Jateng yang juga pimpinan Padepokan Joglo Hadipuran berikut Sanggar Seni Loka Budaya yang ada di dalamnya itu, sangat menyayangkan munculnya pernyataan yang sangat kontraproduktif dengan ritisan “perdamaian” itu.
“Kami Pakasa Jepara sangat menyayangkan pernyataan itu. Sepertinya, yang bersangkutan perlu belajar sejarah, agar paham bagaimana proses lahirnya LDA dan mengapa LDA lahir? Karena, LDA lahir untuk mendukung jumenengnya Sinuhun PB XIII. LDA justru untuk memperkuat kedudukan Sinuhun PB XIII. Karena, antara Sinuhun PB XIII dan LDA yang berisi dukungan dari perwakilan seluruh trah darahdalem dan elemen Pakasa, adalah satu paket. Kesepakatan itu sudah ditandatangani bersama di tahun 2004. Itu yang perlu diingat. Jadi, kalau ada yang merusak perdamaian ini, sama saja tidak menghendaki kerukunan,” tandas KRA Bambang Setiawan Adiningrat yang dihubungi terpisah tadi siang, saat memimpin rapat persiapan menggelar pentas seni tiap weton untuk Sabtu Kliwon, 14 Januari mendatang. (won-i1)