Kirab Budaya Pesona Seribu Busana Adat Jawa Hari Jadi 91 Pakasa

  • Post author:
  • Post published:November 13, 2022
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
Busana Dodotan
BUSANA DODOTAN : Kira-kira busana adat Jawa "dodotan" seperti ini yang diusulkan untuk dikenakan tiga orang pengurus Pakasa cabang dari berbagai daerah, pada kirab budaya "Pesona Seribu Busana Adat Jawa" Hari Jadi 91 Tahun Pakasa di akhir tahun 2022 ini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Ditambah Busana Dodot untuk Tiga Pengurus Cabang

SURAKARTA, iMNews.id – Rapat koordinasi (rakor) lanjutan Pakasa cabang dengan pengurus pusat yang dipimpin KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer (Ketua Pusat) yang berlangsung di Pendapa Sitinggil Lor, Sabtu siang (12/11), kembali membahas beberapa agenda acara kegiatan dalam rangka peringatan Hari Jadi 91 Tahun Pakasa yang akan digelar selama 10 hari di akhir Desember hingga Januari 2023. Agenda kirab budaya “Pesona Seribu Busana Adat Jawa” kembali dibahas untuk dimatangkan detil-detilnya, yang antara lain disepakati penambahan busana “dodot” untuk dikenakan tiga orang pengurus cabang.

“Usulan Cabang Grobogan ini bagus dan bisa kita sepakati. Tiap Ketua Pakasa Cabang harus mengenakan busana “dodot”, tentu akan menambah ‘nges’ dan bobot kirab pemecahan rekor MURI pria berbusana adat Jawa nanti. Ini malah ditambah lagi, agar semakin kelihatan elemen estetiknya, tiap cabang yang mengenakan dodot tiga orang. Ini bisa kita sepakati ya? Tolong segera disosialisasikan dalam pertemuan di masing-masing cabang,” harap KPH Edy Wirabhumi di depan sejumlah pengurus cabang Pakasa dari daerah-daerah di Jateng, Jatim dan DIY, Sabtu siang (12/11/2022).

SUASANA RAKOR : Suasana rapat kordinasi (rakor) Pakasa dari semua cabang yang dipimpin Ketua Pengurus Pusat Pakasa di Pendapa Sitnggil Lor, Sabtu lalu, membahas berbagai hal rencana peringatan Hari Jadi 91 Tahun Pakasa yang akan digelar di akhir tahun 2022 ini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Seperti yang sudah dibahas dalam beberapa rakor sebelumnya, Kraton Mataram Surakarta akan menyelenggarakan peringatan Hari Jadi 91 Tahun Pakasa untuk tahun 2022 ini dan diputuskan akan digelar Lembaga Dewan Adat (LDA) selaku penanggungjawab dan pengurus Pakasa pusat selaku pelaksana, selama 10 hari di akhir Desember hingga awal Januari 2023. Ada sejumlah agenda yang dibahas selama rakor berlangsung sejak awal hingga kesempatan bertemu Sabtu (12/11), yaitu mengenai susunan kepanitiaan, susunan agenda acara kegiatan dan jenis-jenis acaranya termasuk kirab budaya yang akan dimaknai sebagai puncak peringatan hari jadi.

Dalam rakor Sabtu kemarin, agenda kegiatan kirab untuk pemecahan rekor MURI pria berbusana adat Jawa kembali dibahas untuk dimatangkan dengan menerima usulan dan masukan dari para pengurus Pakasa Cabang yang hadir. Usulan Pakasa Cabang Grobogan untuk mengenakan busana “dodotan” bagi ketua cabang, langsung ditawarkan dan disepakati, bahkan usulan tambahan dari Pakasa Wonogiri dan Jepara serta Ponorogo untuk menggenapi menjadi tiga orang pengurus yang mengenakan busana “dodotan”, juga disepakati bersama.

AGENDA EVENT : Beberapa Ketua Pakasa Cabang antara lain dari Jepara, Wonogiri, Ponorogo, Pati, Nganjuk dan Boyolali tampak mendengarkan penjelasan Ketua Pengurus Pusat Pakasa dalam diskusi agenda event Hari Jadi 91 Tahun Pakasa pada rakor di Pendapa Sitinggil Lor, Sabtu (12/11). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pakasa Ponorogo merupakan pengusul kali pertama diadakan pemecahan rekor jumlah peserta yang mengenakan busana adat Jawa minimal 1000 orang, agar dicatat di MURI, karena selama ini belum pernah ada orang dalam jumlah banyak mengenakan busana adat (unsur unik). Usulan itu diakomodasi menjadi agenda acara unggulan, bahkan diusulkan Pakasa Cabang Wonogiri dan Ponorogo untuk ditambah lagi elemen unsur seni dalam prosesi kirabnya.

“Kalau hanya orang berbusana adat melakukan prosesi kirab, tanpa dihiasi unsur kesenian apapun yang bersumber dari budaya Jawa, kok kurang mantab. Mungkin nanti bisa ditata, setiap jumlah barisan tertentu ada jenis kesenian yang ditampilkan. Tentu dengan busana yang sesuai dengan adat Jawa,” ujar Ketua Cabang Wonogiri, KRT Surolegowo yang didukung KRA Bambang Setiawan Adiningrat (Ketua Cabang Jepara) dan KRRA MN Gendut Wreksodiningrat (Ketua Cabang Ponorogo).

Mendengar usulan untuk memasukkan unsur elemen kesenian dalam prosesi kirab Seribu Busana Adat Jawa, Ketua Pengurus Pusat Pakasa menyatakan setuju dan meminta forum untuk menyepakati sebagai keputusan rapat, meski perlu ditata dan dimatangkan lagi. Menurutnya, masuknya elemen kesenian bisa membuat lebih hidup prosesi kirab, namun perlu dipertimbangkan saran dan masukan dari Pakasa Cabang Klaten yang menyatakan ada dua pilihan antara suasana khidmat dan meriah ketika diputuskan antara ditambah atau tidak dengan memasukkan unsur kesenian ke dalam prosesi kirab.

FOTO BERSAMA : Usai mengikuti rakor, para pengurus Pakasa cabang berfoto bersama Ketua Pengurus Pusat Pakasa KPH Edy Wirabhumi di teras Pendapa Sitinggil Lor, Sabtu siang (12/11). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Usulan itu sangat bagus. Namun perlu dipertimbangkan kesan yang akan diharapkan muncul dari prosesi kirab berbusana adat Jawa itu. Akan diambil kekhidmatannya atau meriahnya karena ada unsur kesenian yang masuk mewarnai prosesi,” ujar Ketua cabang Klaten, KP Probonagoro. “Ini memang perlu kita pertimbangkan. Karena, kalau sudah ada unsur keseniannya, prosesi jelas menjadi meriah. Tidak bisa membangun suasana khidmat. Tapi yang jelas, tambahan itu menambah semarak. Cuma, jangan sampai pemain keseniannya mengenakan atribut atau busana lain selain unsur-unsur adat Jawa. Kalau sampai ada yang pakai ‘jean’ atau kaos bergambar aneh, tentu akan mengurangi makna cirikhas adat Jawanya,” jelas KPH Edy Wirabhumi.

Persoalan itu akan diputuskan dalam kesempatan bertemu ke depan atau berkomunikasi dalam beberapa hari ini antara Pakasa pusat dengan cabang. Namun khusus mengenai pertimbangan antara khidmat atau bahkan sakral dan meriah itu, sudah tidak perlu menjadi hambatan, karena masing-masing sudah ada tempatnya sendiri. Bila yang diinginkan khidmat dan sakral, tentu merujuk pada jenis upacara adat dan tempatnya, misalnya kirab pusaka malam 1 Sura yang hanya terjadi di kraton, kemudian kalu sudah di tempat umum apalagi sebagai suguhan hari jadi Pakasa, yang perlu ditonjolkan justru unsur hiburannya atau kemeriahannya agar menarik ditonton, meski harus tetap menjaga estetika, apalagi etikanya. (won-i1)