Banyak Yang Memilih Mandiri Sebagai Seniman Bebas
IMNEWS.ID – KEHIDUPAN masyarakat Kabupaten Jepara yang secara fundamental sudah kuat berbasis budaya (Jawa) dan spiritual religi, memang sudah terbukti eksis menembus ruang dan waktu yang panjang atau berabad-abad. Karena, sebelum zaman Kraton Demak atau kali pertama Islam mewarnai berdirinya sebuah kerajaan (abad 15) dan ikut mewarnai Jepara dengan eksistensi sosok Ratu Kalinyamat dari keluarga besar Kyai Ageng Sela, Kabupaten Jepara sudah membangun fundamental cirikhas budayanya karena sudah ada Kraton Kalingga yang terkenal dengan Ratu Sima sebagai pemimpinnya di sekitar abad 10.
Dengan fundamental basis budaya dan spiritual religi yang kuat, masyarakat Jepara tidak hanya melahirkan manusia yang trampil menghasilkan kerajinan ukir kayu yang berbentuk mebel atau aneka produk berbahan kayu jati lainnya. Melainkan juga mendapat sentuhan pengetahuan manajemen perusahaan, keuangan dan pemasaran (dagang) oleh Ratu Kalinyamat dan sang suami Pangeran Hadirin. Akses mendapatkan kemampuan di bidang perniagaan, terbuka lebar bagi rakyat Jepara, sejak tokoh wanita itu menjabat Bupati Pertama di Jepara pada 472 tahun silam.
Kini, hampir di setiap desa yang tersebar di semua kecamatan di Kabupaten Jepara, masih banyak terlihat aktivitas industri rumah tangga yang memproduksi mebel ukir dari bahan kayu jati, bahkan aneka produk ukir kayu nonmebel dari bahan nonkayu jati. Istana Mataram News.id yang sempat berkeliling di Desa Sukodono belum lama ini (iMNews.id, 1/11/2022), bahkan mendapati banyak bangunan berukuran besar di atas tanah rata-rata seribuan meter persegi, memperlihatkan aktivitas industri mebel berskala menengah masih beroperasi. Tetapi tidak sedikit terlihat bangunan yang terbengkalai kosong dengan mesin-mesin industri tampak “ndongkrok”, yang diduga kuat gulung tikar akibat 2 tahun pandemi, atau bahkan jauh sebelum itu.
Abadikan Nama Leluhur
Sebagai ilustrasi, selain aktivitas di sektor ekonomi perdagangan hasil industri mebel ukir yang sudah terbukti eksis menembus berbagai zaman, kekuatan fundamental masyarakat Jepara di bidang spiritual religi juga dibuktikan dengan masih banyaknya bahkan berkembang pesat, aktivitas ritual haul tokoh-tokoh sejarah leluhur pendiri Kabupaten Jepara. Masih banyaknya ritual tradisi “Rasulan” di wilayah Muria khususnya Jepara, membuktikan karakter fundamental rakyat setempat yang religius, sekaligus memiliki sikap spiritual yang membanggakan sebagai cara “mikul dhuwur mendhem jero” kepada para tokoh leluhur peradaban, misalnya haul Ratu Kalinyamat, haul Rara Semangkin sebagai tokoh anak angkat Ratu Kalinyamat, yang setiap bulan Sura/Muharam digelar di Kecamatan Mayong.
“Itu bukti yang tidak bisa dipungkiri. Masyarakat Jepara masih merawat tradisi haul untuk memperingati wafatnya sejumlah tokoh penting pendiri Jepara. Salah satunya di Mayong, di makam anak angkat Ratu Kalinyamat yang bernama Rara Semangkin yang tak lain adalah seorang putri Sunan Prawoto dari Kraton Demak. Kami, pengurus dan warga Pakasa Cabang akan aktif kembali mendukung ritual itu, pada bulan Sura/Muharam tahun 2023. Para panitia yang menginisiasi haul itu di Mayong, juga warga Pakasa. Acaranya sudah dirancang, termasuk akan ada kirab yang mirip haul Eyang Sentono, kemarin itu (iMNews.id, 1/11/2022),” jelas KRA Bambang Setiawan Adiningrat, Ketua Pakasa Cabang Jepara yang dihubungi iMNews.id, tadi sore.
Penjelasan KRA Bambang Setiawan Adiningrat itu jelas ikut memperkuat realitas kehidupan masyarakat Jepara yang setidaknya memiliki tiga dari beberapa cirikhas dan karakter kuat, yaitu sahih di bidang ketrampilan ukir kayu dalam bentuk aneka produk, memiliki basis budaya (Jawa) yang kuat dan fundamental spiritual religi yang juga kuat. Terlebih, Tokoh yang pernah duduk sebagai Wakil Ketua Bidang UMKM Koordinator Wilayah (Korwil) Semarang dari Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Jateng itu, memiliki Sanggar Loka Budaya Padepokan Seni Hadipuran di Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, yang bisa disebut sebagai miniatur cirikhas kehidupan masyarakat Jepara.
Benar-benar Sejahtera
Di Padepokan (Joglo) Seni Hadipuran, sangat sering menjadi ajang kegiatan pertemuan dalam berbagai ekspresi, mulai dari pengajian akbar, pentas seni religi (Syi’ir), “Jagong Budaya” (sarasehan), pentas wayang kulit, pentas wayang wong, pentas tari dan ritual religi berkait bulan Sura/Muharam, Ramadan dan haul sejumlah tokoh leluhur Jepara, di antaranya haul Eyang Sentono yang belum lama berlangsung. Karena basis pengetahuan ketrampilan di bidang seni kriya kayu adalah ukir, maka tidak aneh kalau di padepokan itu juga menjadi tempat berkumpul para pengrajin ukir, seniman ukir, penyair, penulis buku, komunitas tosan aji dan lintas seni lain yang berbasis budaya Jawa.
Saat iMNews.id berkeliling sejumlah kampung di Desa Sukodono, saat menyusuri gang-gangnya yang menjadi rute kirab “Ganti Lurup Hinggil Eyang Sentono”, mendapati rumah-rumah yang rata-rata di atas layak huni, bahkan mayoritas sangat baik, yang menandakan keluarga yang menempati memiliki kemampuan di bidang ekonomi di atas rata-rata atau bahkan masuk kategori berada. Gang-gang kampung halus beraspal, ditambah fasilitas desa yang jarang dimiliki desa-desa lain, misalnya gedung serba guna, sirkuit minicross, taman desa, lapangan desa dan sebagainya.
Pemandangan itu memang mengesankan belum begitu lama ada, karena banyak tokoh setempat menyebut, memang baru beberapa bulan prokes PPKM dilonggarkan dan hilir-mudik mobilitas warga setempat terjadi serta mulai banyak warga dari luar berdatangan yang utamanya berkait dengan urusan komoditas aneka produk kerajinan ukir. Salah seorang penulis buku “Jejak Sunyi” bernama MNg Darjo Diprojo yang juga pengurus Pakasa Cabang Jepara menyebut, masyarakat Jepara mulai “benar-benar sejahtera” sejak nilai rupiah ke dolar (AS) meroket sejak krisis ekonomi 1998, yang sejak itu banyak berkontribusi terhadap peningkatan infrastruktur lingkungan desanya.
Ina Culture Product
Tetapi, dinamika sosial ekonomi dan politik baik di dalam negeri yang menjadi pasar aneka industri kerajinan ukir, juga di luar negeri yang menjadi pasar ekspor, tak bisa menjamin aktivitas ekonomi masyarakat stabil di level atas dalam waktu lama, karena Eropa yang menjadi pasar ekspor utama mengalami krisis mulai sekitar 2010. Setelah itu disusul dengan perang dagang antara RRC vs AS, pandemi Corona dalam 2 tahun dan “disempurnakan” dengan meletusnya perang Rusia vs Ukraina, yang secara umum berpotensi menggoyahkan stabilitas usaha masyarakat Jepara.
“Banyak karyawan terpaksa dikurangi. Di antara mereka, justru muncul menjadi seniman ukir berpotensi, mandiri dan bebas berekspresi di luar mebel. Tetapi, Jepara juga menjadi wilayah ekspansi perusahaan-perusahaan kuat di luar mebel, karena pertimbangan faktor ketersediaan tenaga kerjanya. Kalau melihat grafik (2019-2022) Pengaruh Situasi Global Terhadap perkembangan Ekspor Mebel dan Kerajinan yang dibuat HIMKI, berbagai krisis tidak berpengaruh fatal terhadap aneka produk industri ketrampilan ukir. Tetapi mungkin ada faktor-faktor lain yang membuat belum benar-benar bisa bangkit total,” ujar KRA Bambang Setiawan Adiningrat selaku pimpinan usaha mebel kuno yang juga pemilik Ina Culture Product (ICP), showroom produk di Jalan Torto Samudra, Jepara dan Gedung Smesco, Jakarta Selatan itu.
Keluarga KRA Bambang memang menjadi sosok keluarga pecinta dan pelestari budaya Jawa yang layak diteladani, karena aktivitas industri kerajinan yang dimiliki jelas berkarakter kuat pada basis budaya yang selaras dengan visi dan misi organisasi Pakasa yang dipimpinnya. Perusahaan “Damai Hayuning Jati” milik Yupi Purnani, adalah salah satu contoh usaha kerajinan yang bertahan pada mebel klasik, tetapi pemilik ICP termasuk pengusaha yang kreatif menciptakan lukisan di atas selembar papan kayu dengan cairan bahan kimia. Sama kreatifnya dengan Rony Sunarasan, yang menciptakan kursi berlukis mirip wajah Presiden Jokowi, juga Danang pemilik SAE Kandik Craft yang sedang menyelesaikan 3.200 termos ukir untuk souvenir para peserta konferensi G20 di Bali. (Won Poerwono/i1)