Menggugah Kesadaran dan Membangun Cinta Budaya Jawa
IMNEWS.ID – SEBUAH diskusi hangat yang terjadi di forum “Jagong Budaya” atau sarasehan di halaman Sanggar Loka Budaya Padepokan Seni Hadipuran, menjadi penutup seluruh rangkaian acara pada event “Peringatan Haul Eyang Sentono; Kirab Agung Ganti Lurup Hinggil”, selama sehari Sabtu (29/10) hingga Minggu dini hari pukul 02.00 WIB (30/10/2022). Peneliti sejarah dari Lokantara Pusat (Jogja) Dr Purwadi menjadi pembicara selain Ria dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemkab Jepara, yang juga menghadirkan Kepala Desa Semat Ali Suwarno, MNg Darjo Diprojo (pemerhati budaya) dan KRA Bambang Setiawan Adiningrat selaku Ketua Pakasa Cabang Jepara sekaligus tuan rumah penyelenggara event di forum sarasehan, malam itu.
Di sarasehan untuk memperkuat tema besar event (iMNews.id, 1/11/2022), Dr Purwadi banyak mengungkap data dan fakta sejarah kejayaan masa lalu Kabupaten Jepara, yang memberi informasi positif tentang banyak hal bagi masyarakat kabupaten khususnya, juga bagi warga peradaban lebih luas. Forum diskusi di tengah kampung Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, gang Kramat II malam itu, seakan menunjukkan kuatnya tanda-tanda potensi kejayaan masa lalu Kabupaten Jepara, sebagai basis budaya yang menjadi pedoman dan menjadi cirikhas kearifan masyarakat setempat, untuk tetap eksis menembus segala zaman termasuk zaman milenial sekarang ini.
Pidato Presiden Jokowi dalam sebuah kesempatan belum lama ini menandaskan, “…Bangsa Indonesia boleh menjadi bangsa modern, tetapi jangan sampai meninggalkan ciri (fumandamental) budayanya…..”, sangat patut diteladani dan dijadikan pedoman masyarakat Kabupaten Jepara. Dan penggalan kalimat pidato Presiden RI ke-7 itu, seakan gayung-bersambut dengan apa yang sudah dilakukan Lembaga Dewan Adat (LDA) Kraton Mataram Surakarta yang melalui organisasi Pakasa Punjer dan berbagai elemen yang dimiliki, terus berupaya membangun kesadaran dan kecintaan serta menggalang kekuatan untuk pelestarian budaya Jawa yang bersumber dari kraton, demi kelangsungan kraton.
Sadar dan Cinta
“Gerakan sadar dan cinta budaya Jawa” yang dimulai Lembaga Dewan Adat pimpinan Gusti Moeng selaku ketuanya, sejak peristiwa 2017, menempatkan organisasi Pakasa di garda terdepan yang didukung beberapa elemen lain seperti Putri Narpa Wandawa, Sanggar Pasinaon Pambiwara dan sebagainya. Salah satu misi gerakan itu, adalah untuk membangkitkan kesadaran publik di segala lapisan agar memahami adanya sejarah para leluhur di masa lalu, yang telah membentuk peradaban dan budaya yang masih tersisa masa kini, kemudian membangun kecintaan warga peradaban agar bisa menjadi pelestari nilai-nilai yang ditinggalkan para leluhur pada aneka ragam seni yang lahir dari budaya Jawa.
Dalam kerangka seperti inilah, Lembaga Dewan Adat melalui beberapa elemennya khususnya Pakasa, telah menata format ritual religi di beberapa titik lokasi makam/petilasan/pesanggrahan di berbagai daerah, kemudian mengemas menjadi sebuah atraksi budaya yang berdampak positif pada terciptanya destinasi wisata untuk kebangkitan industri wisata. Beberapa titik lokasi yang sudah dimulai bergerak bersama Pakasa Cabang, adalah di kawasan Ponorogo (Jatim), Klaten, Boyolali, Pati, Grobogan dan kawasan Jepara, yang mulai dirintis dengan “Peringatan Haul Eyang Sentono; Kirab Agung Ganti Lurup Hinggil” selain keberadaan makam Ratu Kalinyamat yang sudah siap karena sangat potensial.
Oleh sebab itu, event “Peringatan Haul Eyang Sentono; Kirab Agung Ganti Lurup Hinggil” yang dirintis Pakasa Cabang Jepara dan sudah berlangsung kali kedua ini, sudah sangat jelas merupakan bagian dari misi Kraton Mataram Surakarta yang dilaksanakan LDA bersama semua elemennya. Inisiasi Pakasa Cabang Jepara yang didukung para pengurus dan warganya mewujudkan event itu, jelas banyak memberi manfaat bagi masyarakat Desa Sukodono, otoritas kecamatan, kabupaten, juga bagi kepentingan pengembangan Pakasa cabang sendiri maupun kepentingan bersama Kraton Mataram Surakarta dan warga peradaban secara luas, untuk memperkuat cirikhas kebhinekaan dan ketahanan budaya bangsa.
Kombinasi Yang Komplet
Rintisan Pakasa Cabang Jepara dengan “sentuhan” event “Peringatan Haul Eyang Sentono; Kirab Agung Ganti Lurup Hinggil” ini selain memberi contoh bagi kalangan otoritas wilayah kabupaten (Forkopimda) dan jajarannya untuk bersinergi dan terlibat bersama-sama dalam satu kekuatan, juga bisa diteladani cabang-cabang Pakasa lain, semisal Pakasa Cabang Grobogan yang nyaris tidak punya kelengkapan organisasi di tingkat cabang dan anak cabang. Karena, LDA dan Pakasa Punjer berharap, selain inisiasi event yang melahirkan dan membangkitkan kecintaan terhadap budaya, urusan pengembangan Pakasa dengan terbentuknya pengurus Pakasa di semua anak cabang di wilayah kabupten, juga menjadi harapan besar.
Diskusi yang terjadi dalam “Jagong Budaya”, secara tidak langsung telah menunjuk pada upaya untuk menggali potensi kekayaan sejarah lelulur peradaban masa lalu, ketika Dr Purwadi memberi contoh bagaimana besarnya peran Ratu Kalinyamat dan suaminya (Pangeran Hadirin) merintis kejayaan Jepara. Karena dukungan sang suami, Pangeran Hadirin yang notabene seorang pengusaha asal Aceh itu, Ratu Kalinyamat sebagai Bupati Jepara pertama, mendatangkan para instruktur ukir dari China, untuk melatih ketrampilan mengukir kalangan generasi muda Jepara, hingga kabupaten di wilayah paling pojok kawasan Muria itu dikenal luas berabad-abad sebagai industri penghasil kerajinan ukir terbesar di Asia Tenggara di abad 15.
Cara mengombinasi antara pertunjukan aksi arak-arakan kirab dengan memperlihatkan banyak sekali simbol-simbol identitas seni dan budaya, kemudian diskusi/dialog yang lahir dalam sarasehan serta diteruskan dengan penyampaian simbol-simbol dan pesan melalui pentas wayang kulit semalam suntuk, adalah cara komunikasi yang tuntas, komplet dan menyentuh semua organ para komunikan yang dituju. Karena, berbagai simbol yang terbentuk dalam konfigurasi kirab, jelas akan merangsang organ visual untuk bisa disimpan dalam memori publik yang melihatnya. Dari tahap ini, publik disadarkan tentang adanya fakta sejarah seni budaya masa lalu yang diwakili simbol-simbol, yang kemudian bisa membentuk opini serta bisa merubah peri laku dan pola pikir.
Sebelum Ada Semen
“Forum-forum diskusi/sarasehan membahasa kejayaan Jepara, sudah sangat sering dilakukan di kalangan masyarakat Jepara, khususnya yang digelar di Padepokan Seni Hadipuran. Tetapi memang, ada data-data tambahan seperti yang diungkap pak Pur (Dr Purwadi-Red) saat Jagong Budaya. Seni kerajinan ukir dan adanya besalen bersama perkumpulan pecinta Tosan Aji, jelas membuktikan tanda-tanda adanya sisa-sisa kejayaan masa lalu. Waktu sarasehan itu, saya menanyakan kepada ibu Ria (Dinas Pariwisata dan Budaya), kemungkinan ada jejak sejarah besalen di masa Ratu Kalinyamat, kira-kira di mana?. Ini menantang untuk diteliti lebih dalam dan lebih luas,” harap KRA Bambang Setiawan Adiningrat saat dihubungi iMNews.id, kemarin.
Di forum itu, pembicara dari Dinas Pariwisata dan Budaya Jepara juga mengungkapkan bahwa Kabupaten Jepara juga punya Museum Kartini yang dilengkapi dengan barang-barang menonjol yang pernah dimiliki keluarga putri Bupati Rembang di zaman Mataram Surakarta di bawah Sinuhun PB IX (1861-1893). Tetapi menurut KRA Bambang, museum itu belum mencerminkan profil masa lalu dan asal-usul Jepara dan kejayaannya, sehingga masih perlu dilengkapi lagi dengan data-data dan temuan-temuan artefak yang mendukung eksistensinya.
Terlebih, data-data awal yang diungkapkan Dr Purwadi melalui sarasehan itu menyebutkan, bahwa tokoh Ratu Kalinyamat yang sedang diusulkan menjadi Pahlawan Nasional itu, sangat dikenal sebagai eksporter mebel ukir, selain untuk mencukupi kebutuhan di sekitar wilayah Kraton Demak (abad 15). Pelopor kerajinan ukir Jepara itu, juga dikenal sebagai pengusaha ‘gelondhong’ jati super dan komoditas gamping (batu kapur) yang sangat dibutuhkan sebagai komponen konstruksi bangunan, waktu itu hingga diteruskan masyarakat secara luas melewati waktu yang panjang, sampai diketemukannya semen. (Won Poerwono/i1-bersambung)