Enam Repertoar Tampil di Malam Ketiga
SURAKARTA, iMNews.id – Nuansa unsur gerak dari India yang dikemas dalam tari India dan unsur musik latin yang digarap dengan teknologi keyboard ke dalam iringan tari Latina, menjadi sajian menarik di malam ketiga Gelar Budaya Sekaten yang disajikan Lembaga Dewan Adat (LDA) di Pendapa Sitinggil Lor, Selasa malam (4/10/2022). Jumlah penonton kembali sama dengan saat pembukaan atau malam pertama pentas, Minggu (2/10), bahkan bisa melebihi 200 orang, walau keramaian Maleman Sekaten semalam didominasi hiburan yang disajikan di Alun-alun Kidul.
Dalam sambutan pembukaan pentas malam ketiga semalam, selaku penyelenggara dan penanggungjawab Gelar Budaya Sekaten, Gusti Moeng (Ketua LDA) sempat meminta maaaf karena sarana dan prasarana pendukung event Gelar Budaya Sekaten kurang maksimal akibat Kraton Mataram Surakarta masih memiliki persoalan yang belum bisa selesai hingga kini. Tetapi, mewakili kraton dia menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada semua yang hadir menyaksikan, karena para penonton pentas itu dianggapnya benar-benar “sutresna budaya”.
“Karena penjenengan semua kersa mirsani pentas Gelar Budaya Sekaten sampai malam ini, maka saya benar-benar yakin bahwa panjenengan semua adalah para ‘sutresna budaya’. Penjenengan semua adalah pecinta budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta. Ini juga menjadi pertanda, bahwa pelestarian seni budaya Jawa yang bersumber dari kraton, masih berlangsung dan perlu kita tingkatkan lagi sebagai warisan yang baik untuk anak-cucu kita,” pinta Gusti Moeng.
Enam repertoar tari yang tampil malam itu, tari Nusantara 2, tari Yapong, tari India, tari Latina, tari Bambangan Cakil dan tari Genjring Parti. Menjadi sajian yang agak aneh di Pendapa Sitinggil Lor yang memiliki nuansa tradisi dan adat masih tinggi, ketika menjadi ajang sajian beberapa jenis tari yang sudah tipis nuansa tradisinya, atau lebih menonjol nuansa di luar terminologi tradisi Jawa.
Tetapi tak menjadi masalah, malam itu banyak sajian yang memperlihatkan warna unsurunsur budaya di luar Jawa, apalagi latin dan India yang sudah begitu jauh dari warna-warni Nusantara. Karena, Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) yang juga pimpinan Sanggar Beksa Kraton Mataram Surakarta, menjadi representasi pemimpin/pelestari adat di bidang seni-budaya yang mulai terbuka terhadap nuansa dari luar wilayah etnik Jawa dan dari unsur modernitas.
Hal yang sangat bisa dimaklumi lagi, kebanyakan jenis tarian yang disuguhkan porsi nuansa nonetnik lebih besar itu, hampir semuanya diperagakan usia anak-anak, kecuali tari Latina yang sudah menginjak dewasa para peraganya. Kostum yang dikenakan masih sangat pantas dan banyak bernuansa tradidi etnik, dan mungkin saja pengenalan seni tari kepada generasi usia anak-anak mulai balita sampai usia belasan tahun untuk menjadi “Sutresna Budaya”, harus melalui dengan proses lebih dikenal dan mudah dilakukan. (won-i1)