Ciri Islam Mataram Surakarta Kembali Bersinar, Walau Rajanya Bukan Lagi Pemimpin Agama (seri 1 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:October 4, 2022
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read

Kajian Muhammadiyah Terhadap Sekaten Garebeg Mulud

IMNEWS.ID – PENDAPA Sitinggil Lor Kraton Mataram Surakarta, Sabtu siang (1/10/2022) mencatat sejarah baru tentang hubungannya dengan organisasi agama papan atas di Nusantara, yaitu Muhammadiyah. Ada rombongan sekitar 50 orang yang terdiri dari Pengurus Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jateng beserta ketua umumnya, Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah (PPPM) bersama ketua umumnya dan Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah bersama ketua umumnya, dijamu GKR Wandansari Koes Moertiyah (Ketua LDA) dalam forum sarasehan, siang itu.

Sarasehan dengan duduk lesehan di atas tikar dan karpet yang digelar dilantai pendapa, membuat kesan sendiri forum yang berlangsung siang itu, baik bagi kraton yang diwakili Lembaga Dewan Adat bersama sejumlah sentanadalem, maupun bagi simpul-simpul organisasi Muhammadiyah di tingkat pusat dan Jawa Tengah itu. Apalagi, tema yang diambil adalah “Kajian Sekaten Solo (Surakarta-Red); Strategi Membangun Peradaban Kebudayaan Islam”, pada saat Kraton Mataram Surakarta sedang menggelar ritual menyambut hari besar kelahiran Nabi Muhamad SAW hajaddalem Sekaten Garebeg Mulud, 1-7 Oktober ini.

Selain melalui forum sarasehan, kajian juga dilakukan dengan “field trip” yang dilakukan rombongan dengan berkeliling melihat dari dekat jejak-jejak Islam yang masih banyak tampak di kawasan Kraton Mataram Surakarta. Termasuk, menyaksikan bagaimana masyarakat adat Mataram Surakarta dalam menyikapi dan mewujudkan kemeriahan menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Mulud atau 12 bulan Rabiulawal, berupa keramaian pasar malam selama sebulan penuh yang digelar mulai halaman Masjid Agung, Alun-alun Lor hingga Alun-alun Kidul, tanggal 16/9 – 17/10.

Lama Sekali Berpisah

REPRESENTASI NU : Kunjungan Gus Dur ke kraton yang diterima Gusti Moeng dan Wali Kota Jokowi (kini Presiden RI), beberapa waktu setelah meninggalkan kursi kepresidenen di tahun 2005, menjadi representasi warga Nahdliyin (NU) dalam menjalin kembali silaturahmi dengan kraton.(foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Forum yang berlangsung sekitar dua jam dimulai pukul 12.15 WIB itu, memang tepat ketika ditempatkan sebagai peristiwa penting yang patut dicatat dalam sejarah perjalanan Kraton Mataram dalam hubungannya dengan organisasi Muhammadiyah. Sebab, sejak peristiwa mantan Ketua PP Muhammadiyah Prof Amin Rais menduduki posisi Ketua MPR RI berkunjung ke Kraton Mataram Surakarta pada zaman Presiden KH Abdurachman Wahid atau Gus Dur dan Wapres Megawati Soekarno Putri di tahun 2004, setelah itu tidak ada cerita lagi tentang hubungan antara Kraton Mataram Surakarta dengan organisasi Muhammadiyah.

Posisi serupa, sejak NKRI lahir bahkan baru Gus Dur yang berkunjung ke Kraton Mataram Surakarta, beberapa saat setelah “turun tahta” dari kursi Presiden RI (2002). Gus Dur dilukiskan sebagai representasi warga Nahdliyin atau organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang punya sejarah masa lalu dekat sekali dengan Kraton Mataram Surakarta, sedekat organisasi Muhammadiyah. Peristiwa Muktamar NU di Pura Mangkunegaran di awal tahun 1990-an, begitu pula Muktamar Muhammadiyah yang bermuktamar di tempat yang sama pada tahun-tahun itu, hanya memperlihatkan pertemuan antara para petinggi NU dan Muhammadiyah dengan Sinuhun PB XII di tempat upacara pembukaan yang dilakukan Presiden Soeharto.

Kalau disebut Cinta Lama Bersemi Kembali (CLBK), rasanya kurang tepat, karena babak baru terjalinnya kembali silaturahmi antara Kraton Mataram Surakarta terutama dengan organisasi Muhammadiyah, tidak bisa disamakan dengan urusan perjodohan. Sebab, ternyata sejarah sudah mencatat, bahwa pemimpin besar sekaligus pendiri organisasi Muhammadiyah yaitu KH Achmad Dahlan, ternyata berasal dari kraton. Bahkan dari penelitian Dr Purwadi (Ketua Lokantara Pusat, Jogja) menyebut, organisasi Muhammadiyah berdiri tahun 1912, mendapat restu serta “sponsor” dari Sinuhun Paku Buwana (PB) X (1893-1939).

Dua Organisasi Islam

WARGA MUHAMMADIYAH : KRAT Hendri Rosyad Reksodiningrat tokoh dari keluarga Muhammadiyah yang lebih dulu menemukan asal-usul leluhurnya dari lingkungan kraton, bersama Ketua PP Muhammadiyah Syafi’i Maarif tampak mendampingi Presiden Megawati pada Muktamar Muhammadiyah di Bali, sekitar tahun 2003.  (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“KH Achmad Dahlan adalah salah satu trah Sinuhun PB IX (1861-1893), pernah diangkat sebagai pengulu kraton (Mataram Surakarta). Beliaulah yang menikahkan Sinuhun PB X dengan permaisuri Kanjeng Ratu Hemas. Dan KH Achmad Dahlan adalah keponakan Ki Bagus Ngarfah, tokoh dari keluarga Kyai Khasan Besari (Pemimpin Pesantren Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo) yang menerjemahkan ayat-ayat Alqur’an menjadi Kur’an Jawi yang diluncurkan beberapa waktu lalu,” jelas GKR Koes Moertiyah yang akrab disapa Gusti Moeng, kemarin, yang dibenarkan KPP Wijoyo Adiningrat dan KRT Ahmad Faruq Reksobudoyo di waktu dan tempat terpisah.    

Kanjeng Pangeran Panji (KPP) Wijoyo Adiningrat adalah sesepuh Kraton Mataram Surakarta yang setia mengikuti jejak Gusti Moeng, karena banyak memiliki referensi sejarah Islam yang berkait dengan perjalanan kraton sejak Demak, Mataram Plered, Kartasura hingga Surakarta. Sedangkan KRT Ahmad Faruq Reksobudoyo MFil-I, adalah salah seorang dosen di IAIN Ponorogo yang juga abdidalem “Kanca Kaji”, yang ditugasi LDA menjadi ketua tim penerbitan Kur’an Jawi, beberapa waktu lalu.

Dari KPP Wijoyo Adiningrat, KRT Ahmad Faruq Reksobudoyo dan Dr Purwadi, banyak memberi informasi data sejarah hasil penelitiannya tentang eksistensi organisasi keagamaan terbesar di tanah Air, yaitu NU dan Muhammadiyah, serta tokoh-tokohnya yang berasal dari kraton dan banyak berperan dalam pendirian kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu. Oleh sebab itu, ketiganya sangat membenarkan apa yang sudah diungkap Ketua Umum Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jateng KRAT Dr KH Tafsir MAg sebagai pembicara tunggal dalam sarasehan di Pendapa Sitinggil Lor itu, juga berbagai informasi tentang perkembangan Muhammadiyah yang disampaikan Ketua Umum PPPM Sunanto SH MH dan Ketua PWPM Jateng Eko Pujiatmoko SE MAk.

Lebih Dulu Bergabung

FORUM SARASEHAN : Tiga tokoh dari keluarga Muhammadiyah di tingkat pusat dan wilayah Jateng, sedang dijamu Gusti Moeng dan segenap kerabat kraton selaku tuan rumah forum sarasehan, di Pendapa Sitinggil, Sabtu (1/10) yang kembali menjalin silaturahmi kedua lembaga. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dalam beberapa tahun terakhir, dinamika sosial politik di Tanah Air saat menjelang Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2014 terasa sekali aroma politik identitas yang sampai membuat polarisasi. Dari arena itu juga mencuat berita-berita yang mulai mengganggu kenyaman dan ketenteraman warga, karena marak aksi-aksi yang menyiratkan anasir radikalisme dan intoleransi. Mulai saat itulah kekhawatiran para pemimpin negara dan bangsa mulai serius menyikapi dan mencari solusi, dan akhirnya dikatahui bahwa peran kraton dan masyarakat adat sebagai pilar kebhinekaan bangsa ini sedang terpinggirkan.

Solusinya didapat banyak jurus, anatara lain dengan safari beraudiensi untuk menjalin sinergi dan kerjasama (MoU) antara para pemimpin negara dengan pemimpin masyarakat adat yang tergabung dalam Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN) yang diketuai KPH Dr Edy Wirabhumi SH MH. Kraton Mataram Surakarta yang sudah jauh mendahului menggalang kekuatan adat dan ketahanan budaya, melalui organisasi Pakasa di tiap-tiap kabupaten di Jateng dan Jatim. Tak terasa, di dalamnya terbawa di dalamnya warga Nahdliyin yang ternyata banyak menjadi pemelihara makam dan petilasan leluhur Mataram, terutama takmir 17 masjid peninggalan leluhur Mataram.

Seiring dengan perjalanan waktu, upaya menggalang sinergi dan silaturahmi untuk pelestarian budaya guna menghadapi anasir radikalisme dan intoleransi, datang dari keluarga besar Muhammadiyah, seperti yang diungkap tiga pimpinan organisasi di dalam Muhammadiyah Jateng yang bersilaturahmi dengan Lembaga Dewan Adat, belum lama ini. Namun, sosok KRAT Hendri Rosyad Reksodiningrat, bisa disebut sebagai representasi dari keluarga Muhammadiyah yang sudah lama memilih bernaung di kraton untuk melestarikan budaya, walau dari sisi spiritual kebatinan posisi yang dipilih tokoh pemerhati budaya Jawa dan kraton yang satu ini. (Won Poerwono-bersambung/i1)