Untuk Mengukur Masih Adakah “Sutresna Budaya”?
SURAKARTA, iMNews.id – Setelah vakum selama 6 tahun sejak 2016, pentas seni khas Kraton Mataram Surakarta Hadiningrat yang bertajuk Gelar Budaya Sekaten kembali digelarLembaga Dewan Adat (LDA) di salah satu ajang ritual Sekaten Garebeg Mulud tahun 2022 ini, dimulai Minggu malam (2/10) mengambil tempat di Pendapa Sitinggil Lor. Semalam, digelar 5 repertoar tari yang rata-rata berdurasi antara 10-15 menit, yaitu tari Srimpi Ludira Madu, tari Golek Tirta Kencana, langendriyan Adaninggar Kelaswara-Putri Cina, tari Prawira Watang dan tari pethilan Bambangan-Cakil.
Dalam sambutan pembukaan sekaligus peresmian dimulainya Gelar Budaya Sekaten itu, GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) menjelaskan bahwa sudah menjadi kegiatan rutin yang melengkapi pelaksanaan Sekaten Garebeg Mulud, juga diadakan gelar budaya yang isinya memperkenalkan kekayaan seni budaya khas kraton. Tetapi, sempat vakum 6 tahun dan baru kini bisa dipentaskan lagi. Kegiatan ini, sekaligus bisa untuk mengukur seberapa besar perhatian masyarakat Jawa khususnya para “sutresna budaya”.
“Kenapa saya sebut sutresna budaya?. Karena, kalau tidak tresna atau cinta budaya, tidak mungkin penjenengan semua hadir di sini. Oleh sebab itu, kami sebagai penyelenggara menyampaikan terima kasih kepada semua pengunjung, terutama para sutresna budaya”, yang masih cinta budaya Jawa, untuk datang menyaksikan pementasan kekayaan seni budaya khas kraton. Semoga, perhatian penjenengan semua, menjadi bentuk semangat untuk bersama-sama melestarikan budaya peninggalan nenek-moyang yang bersumber dari kraton.”
“Tempat pentas ini, namanya Pendapa Sitinggil Lor. Dan kita berada di depan bangsal Sewayana yang bersejarah,” tandas Gusti Moeng dalam sambutannya, sambil memperkenalkan nama lokasi pentas menutup dengan ucapan selamat menikmati sajian Gelar Budaya malam itu. Ditambahkan, gelar budaya akan dipentaskan tiap malam mulai pukul 19.00 WIB sampai tanggal 7 Oktober. Semalam disajikan lima tarian dari Sanggar Beksa Kraton Mataram Surakarta yang diketuai Gusti Moeng yang juga selaku salah seorang instrukturnya.
Semalam, adalah giliran Sanggar Beksa Kraton Mataram Surakarta menyajikan lima repertoar tari berturut-turut, yaitu tari Srimpi Ludira Madu, tari Golek Tirta Kencana, langendriyan Adaninggar Kelaswara-Putri Cina, tari Prawira Watang, tari pethilan Bambangan-Cakil yang juga disaksikan KPH Raditya Lintang Sasangka, sentanadalem yang sebelum 2017 ikut mengurus karawitan dan beksan kakung khas kraton. Semua repertoar tari itu disajikan rata-rata antara 10-15 menit dengan iringan karawitan rekaman, melalui flash disk bukan gamelan “live”.
Seperti pernah dicoba beberapa kali sebelum 2017, di sela-sela kesibukan Maleman Sekaten juga disajikan pertunjukan Wayang Kulit Muludan yang awalnya menempati Pendapa Sitinggil Lor pada siang hari, di tahun berikutnya dipindah di Sitinggil Alun-alun Kidul (Alkid). Tetapi setelah ada “ontran-ontran” insiden mirip operasi militer pada April 2017, kegiatan pentas dalam rangka mengedukasi kebutuhan budi pekerti warga peradaban itu tidak bisa disajikan, karena Gusti Moeng dan hampir semua yang sangat berkompeten di penguasaan aset seni budaya khas kraton, “dilarang masuk kraton”.
“Betul mas. Saya sendiri juga sudah kangen wayangan. Tetapi, biayanya terlalu mahal untuk kondisi sekarang. Padahal, idealnya disajikan tiap malam dengan berganti-ganti dalang. La wong yang kemarin saja, tanpa peralatan sudah Rp 15 juta. Ya, mudah-mudahan situasinya terus membaik. Agar tahun depan bisa menyajikan lebih lengkap. Sekarang, yang bisa dijangkau sajian pentas tari, rutin tiap malam sampai tanggal 7 Oktober. Kami melibatkan 11 sanggar yang ada di Surakarta dan sekitarnya,” jelas Gusti Moeng selaku penanggungjawab pementasan.
Pentas malam perdana sajian lima repertoar di event Gelar Budaya Sekaten, di luar dugaan dikunjungi kira-kira duaratusan penonton yang rata-rata usia muda. Namun, sajian semalam banyak didilihat oleh para pengunjung Maleman Sekaten yang datang di arena bazar aneka produk yang digelar di Pendapa Pagelaran Sasanasumewa. Tetapi, publikasi adanya adanya Gelar Budaya Sekaten banyak yang melalui medsos, yang diharapkan datangnya pengunjung lebih banyak lagi setelah menyaksikan gamelan di Masjid Agung dan berkeliling di zona hiburan usia anak-anak di kawasan Alun-alun Lor. (won-i1)