Dua Pimpinan Organisasi Muhammadiyah Mendapat Penghargaan
SURAKARTA, iMNews.id – Pendiri organisasi keagamaan Muhammadiyah di Tanah Air di tahun 1912 jauh sebelum NKRI lahir, adalah Kyai Haji (KH) Achmad Dahlan yang notabene berasal dari Kraton Mataram Surakarta pada zaman Sinuhun PB X. Dukungan kraton saat mendirikan organisasi keagamaan yang kini sama-sama besar dengan Nahdaltul Ulama (NU) itu, dinilai cukup besar sehingga tidak selayaknya lupa atau organisasi Muhammadiyah meninggalkan kraton.
“Saya sering bercengkerama dengan teman-teman dari NU. Ketika menyinggung hal-hal yang berkait dengan adat (budaya Jawa atau kraton-Red), kalau NU disebut kebablasan. Sedangkan kalau kita (Muhammadiyah-Red), malah tidak ‘babar blas’. Maka, tidak selayaknya warga Muhammadiyah meninggalkan atau lupa kraton. La wong KH Achmad Dahlan ‘kan berasal dari kraton. Apalagi, kalau melihat Kraton Surakarta seperti ini kondisinya, karena berada di luar kekuasaan (pemerintahan-Red). Kalau begitu, apa sebaiknya infaq dan sodaqoh kita untuk kraton saja ya,” tandas KRAT Dr KH Tafsir MAg selaku Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah dalam sarasehan yang digelar di Pendapa Sitinggil Lor Kraton Mataram Surakarta, Sabtu siang tadi (1/10/2022).
Sarasehan “Kajian Sekaten Solo (Surakarta): Strategi membangun Peradaban Kebudayaan Islam” yang digelar secara “lesehan” di lantai Pendapa Sitinggil Lor Kraton Mataram Surakarta itu, didahului dengan penyampaian riwayat singkat perjalanan sejarah kraton saat pertama mendapat pengaruh Islam pada zaman Kraton Demak. Kemudian juga dijelaskan pada saat Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma menegaskan kembali, bahwa Kraton Mataram Islam yang didirikannya, bisa lestari sampai pindah ke Kartasura dan berlangsung sampai 200 tahun (1745-1945) ketika Mataram pindah ke Desa Sala dan menjadi Mataram Surakarta.
“Jadi, pada tanggal 17 Sura tahun Je 1670 atau 20 Februari 1745 itu, Sinuhun PB II mengumumkan bahwa Desa Sala diganti menjadi Surakarta Hadiningrat. Jadi, nama Desa Sala, bukan Solo lo, sejak saat itu sudah tidak ada. Waktu itu, pilihannya ada tiga. Desa Sala yang berawa-rawa, Sana Sewu dan Kadipala. Tetapi pilihan jatuh ke Desa Sala. Selama 3 tahun (1742-1745) rawa-rawa di kawasan kraton diurug. Dan ternyata, pilihannya benar, umurnya sampai 200 tahun,” sebut GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat yang juga Pengageng Sasana Wilapa, sebagai “keynote speaker” pada sarasehan itu.
Kunjungan warga Muhammadiyah Jateng dari unsur PWM, Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (PPPM) dan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) dengan rombongan sekitar 50 orang, juga melakukan “field trip” kunjungan lapangan di museum, kawasan kraton hingga halaman Masjid Agung yang menjadi pusat ritual religi menyambut hari besar Maulud Nabi Muhammad SAW, berupa konser gamelan Sekaten Garebeg Mulud yang keramaian Maleman Sekatennya sudah dimulai tanggal 16 September lalu.
Sarasehan yang disaksikan beberapa wayahdalem Sinuhun PB XII, KPH Edy Wirabhumi (Pangarsa Pakasa Punjer) dan para sentana garap itu, juga ditandai dengan penganugerahan penghargaan gelar kekerabatan dari kraton, yang diserahkan Gusti Moeng selaku Ketua LDA kepada Sunanto SH MH selaku Ketua PPPM dan Eko Pujiatmoko selaku Ketua PWPM Jateng. Keduanya, juga berkesempatan berbicara dalam sarasehan, sebelum KRAT Dr KH Tafsir MAg. (won-i1)