Warga Nahdliyin Surakarta dan Boyolali Ikut Bergabung Dalam Doa, Tahlil dan Dzikir
BANJARNEGARA, iMNews.id – Peristiwa wisuda abdidalem yang digelar Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta di Pendapa Pagelaran Sasanasumewa, Sabtu pagi (iMNews.id, 5/3), secara tegas dan jelas merupakan momentum tersambungnya kembali hubungan kekerabatan antara warga peradaban Mataram/Jawa, dengan keluarga besar Nahdliyin yang sudah dimulai Presiden KH Abdurachman Wahid (Gus Dur) belasan tahun silam. Namun, setelah itu Keraton Mataram Surakarta banyak disibukkan dengan ”ontran-ontran” yang mulai mencuat pada proses suksesi tahun 2004, dan memuncak pada 2017 yang hingga kini tak berkesudahan.
Namun, peristiwa ”wisudan” itu menjadi seperti gayung-bersambut, setelah pengurus PCNU Boyolali mendapatkan gelar kekerabatan atau paringdalem gelar sesebutan yang diserahkan langsung Gusti Moeng (Ketua LDA) dalam sebuah upacara di kantor PCNU Boyolali, medio November tahun 2021. Karena setelah itu, Sabtu (5/3) lalu pengasuh Ponpes Tremas, Arjosari, Pacitan (Jatim) yang juga Kathib Syuriah Pengurus Besar NU, KH Luqman Haris Dimyati menjadi salah seorang dari warga Nahdliyin yang ikut diwisuda dan mendapatkan gelar kekerabatan Kanjeng Raden Tumenggtung (KRT).
”Nah, saat agenda nyadran dimulai di kompleks makam Ki Ageng Henis, Laweyan (Solo) kemarin itu (iMNews.id, 6/3), keluarga besar Nahdliyin dari PCNU Surakarta ikut bergabung dalam doa, tahlil dan dzikir di masjid kompleks makam. Begitu pula, keluarga besar Nahdliyin dari PCNU (Kabupaten) Boyolali, juga ikut gabung dalam doa, tahlil dan dzikir di Masjid Cipta Mulya Pengging, saat nyadran di beberapa makam leluhur Mataram yang tersebar di Kabupaten Boyolali. Memang benar, Keraton Mataram Surakarta tak bisa dipisahkan ikatan kekerabatannya dengan warga Nahdliyin,” tandas KPH Edy Wirabhumi menjawab pertanyaan iMNews.id, kemarin, melukiskan berlangsungnya doa, tahlil dan dzikir bersama pengurus PCNU Surakarta di makam Ki Ageng Henis dan PCNU Boyolali saat di Pengging, Minggu (6/3) itu.
Sementara itu, agenda ”nyadran” rombongan peserta ritual ”nyadran”dari Lembaga Dewan Adat yang dipimpin Gusti Moeng, setelah mengawali jadwal pertama di beberapa tempat bersama warga Nahdliyin PCNU Surakarta dan PCNU Boyolali, Minggu (6/3), akan berlanjut lagi Kamis (10/3) si kompleks makam Sinuhun Amangkurat Agung, Astana Pajimatan Tegalarum, Kabupaten Slawi/Tegal. Jadwal nyadran di makam lelhuru Dinasti Mataram akan berlanjut sampai akhir bulan Ruwah atau Maret ini, tetapi khusus untuk jadwal nyadran di makam Kia Ageng Selo yang ada di Desa Selo, Kecamatan Tawanghajro, Kabupaten Grobogan, bergeser mundur.
”Biar jaraknya tidak terlalu dekat dan ada jeda waktu yang cukuo untuk istirahat. Yang ke makam Ki Ageg Selo, digeser mundur dari tanggal 22 Maret, menjadi tanggal 24 Maret. Mundur dua hari. Hanya itu. Lainnya tidak berubah,” ujar Gusti Moeng menjawab pertanyaan iMNews.id di tempat terpisah, tadi siang.
Dalam kesempatan menyambut bulan Ruwah ini pula, Pakasa Cabang Banjarnegara juga mengagendakan pelaksanaan ritual ”Nyadran Agung” di beberapa kompleks makam leluhur Mataram, termasuk makam beberapa tokoh Wali Sanga. Ketua Pakasa Cabang Banjarnegara, KRAT Eko Budiharto Tirtonagoro menyebutkan, ritual Nyadran Agung diagendakan berlangsung pada tanggal 30-31 Maret, yang dipusatkan di kompleks Makam Panembahan Adisara Gunung Santri yang ada di di Desa Glempang, Kecamatan Mandiraja, Banjarnegara.
Bersamaan dengan ritual ”Grebeg Sadran Agung Adisara” yang dipusatkan di kompleks makam Gunung Santri itu, pada waktu yang sama selama dua hari itu juga dilakukan ziarah di beberapa titik lokasi lain seperti makam Sunan Geseng, petilasan Sunan Kalijaga dan sebagainya. Acara nyadran yang digelar rutin tiap tahun dan diinisiasi pengurus Pakasa cabang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan/Pariwisata Kabupaten itu, akan membatasi pengunjung tiap harinya 400-an orang sesuai prokes Covid 19.
KRAT Eko juga menuturkan, pihaknya bekerjasama dengan Pokdarwis dan desa-desa wisata yang di wilayahnya terdapat makam/petilasan tokoh leluhur Mataram, untuk mengisi kegiatan dalam rangka ”Grebeg Sadran Agung Adisara”. Karena dalam dua hari event nyadran itu, selain wilujengan dan makan bersama menu tradisional khas ”nyadran”, juga digelar pameran potensi Pokdarwis, pentas seni ”Ebeg” (jaran kepang-Red) dan pelantikan pengurus Pakasa cabang hasil restrukturisasi.
”Kemarin kami sudah mempersiapkan taman baca ‘Mayuh Maca’ di Desa Glempang, Mandiraja, sekaligus menambah koleksi bacaan. Di antara koleksi itu, adalah buku sejarah para tokoh Mataram dan situs bersejarah. Koleksinya, akan digelar di acara ‘Nyadran Agung’. Sekaligus, juga kami agendakan tetepan pengurus Pakasa hasil restrukturisasi. Karena ada yang meninggal dan mengundurkan diri. Kami akan segera ke Solo untuk sowan Pangrsa Punjer Pakasa (KPH Edy Wirabhumi) dan Ketua LDA (Gusti Moeng), untuk rawuh dan melantik pengurus,” papar KRAT Eko.
Di tempat terpisah, Gusti Moeng yang dihubungi iMNews.id tadi sore mengaku untuk menjalani agenda nyadran atau Ruwahan yang disusun LDA selama bulan Ruwah atau Maret ini, dinilai sudah penuh, padat dan pasti akan melelahkan. Untuk itu, seandainya ada permintaan dari pengurus Pakasa Banjarnegara untuk menyaksikan ritual ”Nyadran Agung” dan ”tetepan” (pelantikan) pengurus Pakasa yang dijadwalkan akhir Maret , pihaknya belum bisa memutuskan apakah bisa memenuhi undangan itu. (won-i1)