Dinyanyikan Perwira Tinggi Militer Hingga Pengasuh Pesantren dan Perguruan Silat
SOLO, iMNews.id – Sejak ditinggalkan keluarga besar UNS yang sudah memiliki bebeberapa tempat perkuliahan permanen, termasuk kampus pusat Kentingan di tahun 1980-an, ruang-ruang di kompleks Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa menjadi jarang terdengar koor menyanyikan lagu ”Indonesia Raya”, misalnya di saat berlangsung upacara bendera menyambut hari-hari besar nasional seperti 17 Agustus. Namun, begitu organisasi Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (Pakasa) dan Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta mulai aktif menggelar berbagai acara sejak 2004, ruang-ruang cukup luas di kompleks pendapa itu kembali sering menggemakan lagu kebangsaan tersebut, misalnya seperti yang terjadi tadi pagi.
Mulai pukul 10.00 WIB, ruang pendapa yang pernah punya nama ”Tratag Rambat” di zaman Sinuhun PB X jumeneng nata itu, disibukkan oleh sekitar 200 orang yang mengenakan busana adat Jawa lengkap gaya Surakarta atau ”jawi jangkep”, baik yang lelaki maupun perempuan. Mereka mengikuti upacara wisuda penyerahan partisara kekancingan berisi gelar sesebutan paringdalem dari Keraton Mataram Surakarta, yang digelar LDA pimpinan Gusti Moeng atau GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku ketuanya.
Yang cukup menggelitik telinga publik yang mendengarkan, setelah acara pembukaan langsung semua berdiri dan menyanyikan lagu ”Indonesia Raya” mengikuti aba-aba seorang dirigen yang berdiri di atas panggung. Saat lagu kebangsaan itu bergema, seperti menjadi pemandangan yang aneh di ruang yang dikenal sebagai bagian dari situs peningalan sejarah penerus Dinasti Mataram itu. Karena mereka yang menyanyikan lagu secara koor pagi itu, semua mengenakan busana adat Jawa, tetapi bersikap tegap dan berkosentrasi serta bersemangat ketika melafalkan syair lagu itu.
Selesai bernyanyi bersama, disajikan tari Bedaya Kiranaratih yang pernah disusun Gusti Moeng di tahun 1982, sebelum memasuki acara utama yaitu wisuda bagi abdidalem yang sama sekali baru maupun yang mendapat kenaikan pangkat dan nama (sesebutan). Dan di antara 200-an penerima partisara kekancingan siang itu, ada perwira tinggi militer dari TNI AL, perwira tinggi dan menengah Polri, tokoh pengasuh Pesantren Tremas, Pacitan (Jatim), guru-guru dari lingkungan Dekdiknas Jateng dan sejumlah warga perguruan silat dari pusat Madiun yang dibawa Isbiantoro (Ketua Umum) maupun cabang-cabang dari beberapa daerah.
Sebelum partisara kekancingan dibagikan kepada pemilik nama yang disebut juru pambiwara, terlebih dahulu dibacakan sumpah ”prasetya suwita” di Keraton Mataram Surakarta dan dasar hukum pemberian partisara kekancingan itu oleh Pengageng Karti Praja, KPH Sangkoyo Mangun Kusumo. Sumpah prasetya suwita itu, antara lain berbunyi ”mugi sami hanetebi apa kang dadi gawa-gawene”, lalu menjawab dengan kata ”nun kula” saat dipanggil namanya, dan menjawab :”sendika” saat diminta naik panggung untuk diwisuda.
Gusti Moeng selaku Ketua LDA bersiap di atas panggung, diikuti putra mahkota KGPH Mangkubumi untuk segera menyambut kedatangan para wisudawan dengan menyerahka partisara kekancingan oleh Gusti Moeng, dan kalungan samir oleh KGPH Mangkubumi. Begitu seterusnya sampai habis 200-an wisudawan pagi hingga siang tadi, tetapi Pangarsa Punjer Pakasa KPH Edy Wirabhumi juga mendapat tugas mengalungkan samir, bergantian dengan KGPH Mangkubumi.
Selesai wisuda yang diselingi foto bersama dengan Gusti Moeng, KGPH Mangkubumi dan KPH Edy Wirabhumi, acara dilanjutkan penandatanganan prasasti penetapan Pesantren Tremas, Pacitan (Jatim) sebagai situs religi yang akan direkomendasikan sebagai kawasan cagar budaya yang dilindungi UU BCB. Dari beberapa sambutan di upacara itu, Ketua Pakasa Pusat KPH Edy Wirabhumi ikut menyambut dengan berbagi informasi, yaitu di tentang pertemuannya selaku Ketua Umum Majlis Adat Keraton Nusantara (MAKN) dengan Kasad Jendral TNI Dudung Abdurachman di Jakarta, belum lama ini.
”Saya sempat berbincang-bincang, saling memberi masukan dan berdiskusi tentang situasi terkini dengan bapak Kasad (Jendral TNI Dudung Abdurachman). Kami sama-sama gelisah, karena sedang menghadapi kerasnya upaya-upaya sementara pihak, yang ingin mengikis kekuatan kebhinekaan kita, melemahkan dan menenggelamkan ketahanan budaya kita. Untuk itu, bapak Kasad menyambut baik untuk bersinergi dengan masyarakat adat anggota MAKN di Nusantara ini, untuk kembali mengeratkan tali silaturahmi, menjaga dan merawat kebhinekaan, serta memperkuat ketahanan budaya bangsa untuk menjaga tetap tegaknya NKRI. Semangat seperti itulah yang saya rasakan hari ini. Semoga kesempatan pertemuan ini, menjadi modal kuat ke arah itu,” tandas KPH Edy. (won-i1)