Makam Jaka Tingkir dan Dua Lokasi Makam di Kabupaten Karanganyar
SRAGEN, iMNews.id – Rabu (19/2) hari ini, Gusti Moeng mengakhiri agenda kegiatan “Nyadran” Kraton Mataram Surakarta. Dia memimpin rombongan sekitar 40 orang dari jajaran Bebadan Kabinet 2004, elemen Pakasa, Putri Narpa Wandawa dan elemen Pasipamarta. Lokasi makam pertama yang dituju adalah Astana Pajimatan di Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen.
Makam tokoh heroik di zaman Kraton Demak (abad 15) yang bernama Mas Karebet, lalu berubah menjadi Jaka Tingkir dan terakhir jumeneng nata sebagai Raja Kraton Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya (abad 15-16) ini, juga sering disebut makam Ki Ageng Butuh. Nama itu adalah nama lain ayahandanya, yaitu Ki Ageng Kebo Kenanga yang juga bersemayam di situ.

Tiba di kompleks makam Ki Ageng Butuh sekitar pukul 09.00 WIB, Gusti Moeng bersama kakak kandungnya, Gusti Madu (KGPH Madu Kusumonagoro) dan istri, langsung menggelar doa dan tahlil di dalam cungkup makam. Abdi-dalem jurusuranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro mendapat tugas untuk memimpin doa dan tahlil Sultanagungan dan dilanjutkan dengan tabur bunga.
Selain Gusti Madu dan istri, Gusti Moeng juga dikawal KPH Bimo Djoyo Adilogo (Bupati Juru Kunci Astana Pajimatan Imogiri), KRMH Suryo Manikmoyo dan KRMY Suryo Kusumo Wibowo dari unsur wayah-dalem Simnuhun PB XII. Beberapa sentana-dalem dan sentana garap serta beberapa abdi-dalem garap juga tampak, selain para pamong makam dan beberapa warga Pakasa Sragen.
Di makam Ki Ageng Kebo Kenanga, Sultan Hadiwijaya dan keluarga besarnya, Gusti Moeng segera melakukan tabur bunga dan berdoa secara khusus di masing-masing pusara. Sangsangan melati-kanthil tak lupa disematkan di “maijan” nisan. Setelah itu, Gusti Madu dan istri serta para kerabat sentana Putri Narpa Wandawa dan berbagai elemen bergiliran mengikutinya.
Tak lupa, Gusti Moeng juga berdoa secara khusus di pusara KPH Sinawung, seorang tokoh “senapati” pada saat Sultan Hadiwijaya jumeneng nata di Kraton Pajang. Tokoh itulah yang disebut-sebut berjasa karena saat Kraton Pajang banyak mendapat gangguan dari para pesaing Jaka Tingkir, yang juga “berambisi” menjadi raja pajang, dan semua bisa diatasinya.

Dan di luar dugaan, saat ziarah Nyadran itu juga ada kerabat yang bernama KPP Haryo Sinawung Waluyoputro. Dia adalah seorang kerabat sentana trah darah-dalem dari Sinuhun PB IX. Kepada iMNews.id dirinya tak pernah menyangka bahwa namanya juga “nunggak-semi” atau diambil dari nama seorang leluhur pada zaman Kraton Demak, yang disebut-sebut “pemberani”.
“Wah, ternyata ada betul ya. Makanya, kakek saya pernah menyebut-nyebut nama itu. Berarti sebelumnya sudah ada. Saya sungguh tidak menyangka, kalau nama Haryo Sinawung itu tokoh senapati pemberani,” ujar KPP Haryo Sinawung kepada iMNews.id yang sempat ngobrol saat Nyadran. KPP Sinawung, adalah tokoh yang berani memberi dhawuh gamelan Sekaten sitabuh.

Selesai dari makam Ki Ageng Butuh sekitar pukul 10.00 WIB, rombongan safari “Tour de Ruwah” yang dipimpin Gusti Moeng meluncur ke makam keluarga besarnya di Desa Bothok, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar. Makam RT Atma Reksadipura rutin “disadran”, karena pernah menjadi abdi-dalem di Museum Kraton Mataram Surakarta di awal masa republik.
Baru “cethik geni” (membuat api-Red) untuk “caos dhahar” atau pengantar doa, hujan deras tiba dan berkabut. Gusti Moeng dan semua yang mengikuti berteduh di cungkup terbuka, dan duduk lesehan di atas lantai makam yang mulai kena limpasan air hujan. Namun, begitu doa selesai dan tabur bunga dimulai, hujan mereda bersamaan dengan selesainya Nyadran di situ.

Dari makam Desa Bothok, rombongan “Tour de Ruwah” menuju makam keluarga di Kragilan, Desa Bonorejo, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Di makam yang sudah menjadi TPU dan nyaris habis tak ada ruang kosong itu, diziarahi beberapa makam keluarga kakek-nenek dari garis ibunda keluarga Gusti Moeng dan beberapa abdi-dalem yang dekat di masa kecil.
Dengan kegiatan Nyadran dalam sehari ini tadi, seluruh agenda “Tour de Ruwah” yang menjadi tradisi Kraton Mataram Surakarta tahun 2025 ini berakhir. Gusti Moeng menyebut, setelah agenda Nyadran, kraton akan segera menyiapkan tradisi menyambut bulan puasa/Ramadhan. Selama Ramadhan, akan digelar ritual “Malem Selikuran” menyambut malam “Lailathul qadar”. (won-i1)