”Saya punya hak ikut peduli melestarikan Keraton….”
SOLO, iMNews.id – Aktivitas kerjabhakti resik-resik lingkungan kawasan Keraton Mataram Surakarta dalam gerakan #Lestarikan Keraton yang dipimpin Gusti Moeng, mulai tadi pagi berlanjut lagi setelah libur beberapa hari dalam seminggu lalu, karena disela kegiatan nyadran Ruwahan. Mulai pukul 08.00 WIB tadi, dari seputar pintu masuk gapura Gladag tampak ada sejumlah orang menyapu dan mengecat pagar.
Di dalam lapangan Alun-alun Lor memang tidak terlihat ada kegiatan kerjabhakti, meskipun lokasi yang luasnya dua kali lapangan sepakbola itu, belum sepenuhnya bisa disebut pulih sesuai peruntukannya. Karena, sebagian dari arena itu masih digunakan untuk kegiatan parkir kendaraan roda empat, yang sisanya kosong dan tampak sisa-sisa fondasi bangunan kios darurat Pasar Klewer masih terhampar luas.
”Saya datang sendiri alias relawan perorangan, tidak ada yang meminta atau menyuruh. Saya bergabung ikut kerjabhakti, sebagai kawula masyarakat adat Keraton Surakarta. Boleh dong, saya peduli keraton. Itu ‘kan hak saya sebagai kawula. Katanya, keraton tidak mungkin tanpa ada kawulanya. Saya ingin peduli, agar keraton tetap lestari,” tandas Jati Tridaya (28) warga Kabupaten Klaten, menjawab pertanyaan iMNews.id, yang pagi tadi ikut mewadahi sampah yang dikumpulkan di seputar Gladag.
Pemuda yang mengaku lulusan sebuah perguruan tinggi di Solo dan masih sering mengunjungi teman-temannya di Kota Budaya ini mengaku, sejak masih usia TK dirinya sering diajak kedua orangtuanya ke Solo. Setiap lewat bagian-bagian penting dari kawasan keraton, dirinya merasa bangga bahwa jatidirinya sebagai orang Jawa ternyata adalah bagian dari eksistensi keraton.
Sebab itu, Jati mengaku dirinya adalah salah satu di antara warga peradaban yang merasa ikut memiliki keraton. Oleh sebab itu, dirinya merasa berhak untuk ikut bergabung dalam kerjabhakti resik-resik lingkungan keraton.
”Saat-saat seperti ini, adalah kesempatan yang baik bagi kawula seperti saya untuk ikut berpartisipasi. Karena, tanpa perlu memperlihatkan identitas diri, tetapi bisa langsung bergabung untuk peduli. Ini kesempatan terbuka untuk peduli dan berbhakti, tanpa batas,” papar Jati sambil sibuk memasukkan sampah ke kantong-kantong plastik besar yang sudah disediakan panitia.
Meski datang sendiri, Jati tidak merasa sendirian ketika kegiatan resik-resik itu berlangsung. Ada belasan orang dari Komunitas Angkring Ilmu yang datang dari Sukoharjo, juga datang pagi-pagi langsung bergabung dengan Jati, bahu-membahu menyapu jalan dan taman, lalu mewadahi sampah ke dalam kantong-kantong plastik.
Dari kawasan Glada, ke arah selatan sedikit, di kompleks Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, di depan tetap heboh kegiatan parkir roda dua dan empat sebagai lahan bisnis seorang ”pangeran” di situ. Sementara di dalam pendapa dan di belakang, ada beberapa elemen dari dalam dan luar Lembaga Dewan Adat (LDA) yang diketuai Gusti Moeng, tampak sibuk membersihkan setiap permukaan dinding bangunan.
Ada belasan anggota Pemuda Pancasila DPC Surakarta yang mengelupas cat lama dan menyikat permukaan dinding dengan sikat kawat, karena setelah bersih akan ditutup dengan cat baru. Hal serupa juga dilakukan sejumlah generasi muda Pakasa cabang di Solo Raya, yang membersihkan titik lokasi pagar kompleks Sitinggil Lor, dari timur hingga barat.
Di halaman kompkleks Sitinggil Lor, yang tampak bekerjabhakti hampir semuanya wanita, baik dari unsur Pemuda Pancasila, para anggota Sanggar Beksa Keraton Surakarta dan organisasi Putri Narpa Wandawa. Mereka melakukan kegiatan yang sama dengan yang dikerjakan selama dua minggu sebelumnya, yaitu kembali menyapu dan membakar sampah yang sudah terkumpul.
Di kompleks Pendapa Sitinggil, banyak sekali pepohonan langka, yang ikut rontok daun-daunnya di masa pancaroba seperti sekarang. Selain dahan dan ranting yang habis dipangkas, ketika dikumpulkan dengan dedaunan yang rontok juga butuh waktu lama untuk dibakar habis.
”Apalagi, ditambah dari yang terkumpul ketika lantai pendapa disapu. Karena tempatnya terbuka, pasti kembali kotor. Kalau pasir halaman kering dan anginnya kencang, ya pasti korot lagi. Kalau kita sudah menganggap (keraton) sebagai rumah kita, ya tinggal dibersihkan. Itu ‘kan tugas dan kewajiban kita ta?. Jangan lupa, besok (Minggu), kerjabhaktinya berlanjut lo,” ujar Gusti Moeng mengingatkan iMNews.id. (won)