Kalangan Pakasa Merasa Bangga Dilibatkan Resik-resik Keraton
SOLO, iMNews.id – Kalangan warga Pakasa yang mendapat kesempatan bisa datang dan bergabung ikut bekerja bhakti bersih-bersih lingkungan Keraton Mataram Surakarta sejak hari pertama, Senin (22/3) hingga Rabu siang tadi (24/3), rata-rata merasa bahagia dan bangga. Mereka bangga karena ikut dilibatkan dalam upaya penyelematan keraton, dan mereka bahagia karena keterlibatannya akan dicertikan kepada kalangan keluarga dan tetangga sebagai kenangan indah yang akan dicatat dalam sejarah.
”Kula niku empun seneng lan bangga dados abdidalem warga Pakasa Sukoharjo. Yen enten kesempatan didawuhi sowan, seneng kula mboten ilok mas. Kula bangga dados abdidalem keraton. Ning yen ningali kawotenan kados ngaten, ati kula nangis. Kula prihatin, mboten tegel nyawang kahanan kratyon kok reget, njembrung, sepi kaya jaratan growong,” MNg Kasto Suwito Budinagoro (67), warga Pakasa Cabang Sukoharjo dengan mata berkaca-kaca berkomentar, menjawab pertanyaan iMNews.id yang menemui di kompleks Pendapa Sitinggil Lor, Selasa siang (23/4).
Ia bersama belasan anggota Pakasa Cabang Sukoharjo, mendapat jadwal ikut kerjabhakti bersih-bersih keraton, tetapi disebar di beberapa tempat, agar tidak menimbulkan kerumunan. MNg Kasto punya kebanggan terhadap keraton, karena sebelum bisa suwita (mengabdi) kira-kira 15 tahun lalu, dirinya hanya bisa melihat ketika lewat lingkungan keraton saat berangkat ke tempat kerja serabutan di Solo.
Kebanggaan Keluarga dan Tetangga
Begitu ada kesempatan bergabung sebagai abdidalem, kebanggaan yang dirasakan bukan main, karena keluarga besarnya di desa juga ikut merasakan kebanggaan dan kebahagiaan itu. Namun, sejak ada insiden ”mirip operasi militer” yang melibatkan ribuan personel Brimob dan TNI karena alasan yang sangat tidak jelas atau karena ”terhasut”, MNg Kasto ikut menjadi korban karena tidak bisa menikmati pengabdiannya, walau hanya dengan berish-bersih di lingkungan keraton.
Kebanggaan yang sama juga dirasakan warga Pakasa Cabang Kabupaten Trenggalek (Jatim). Karena kebanggaan yang rata-rata dimiliki warga Pakasa yang lumayan jauh jaraknya dari Kota Solo itu, 4 orang yang diutus mewakili hanya dengan berboncengan motor dan tiba di Solo setelah menempuh perjalanan 3 jam, tetap ”enjoy-enjoy” saja walau harus berkeringat.
Bahkan menurut ketuanya. KRT Hasta Surantara Mangundoyodipuro, keterlibatan Pakasa Kabupaten Trenggalek di ajang kerjabhakti itu, sama saja merupakan bagian dari ”nguri-uri” buaya Jawa yang bersumber dari Keraton Mataram Surakarta. Dengan keterlibatan mereka, diharapkan bisa menjadikan keraton kembali ”kuncara”, tetap terpelihara dan peradaban Mataram juga tetap lestari.
”Kami tetap bangga dan senang, karena dilibatkan dalam kerjabhakti. Bagi kami, itu bagian dari nguri-uri budaya Jawa dan pelestarian keraton. Kami sudah kontak dengan beberapa rekan Pakasa Cabang Karanganyar, untuk bergabung di satu titik lokasi resik-resik,” jelasnya saat dihubungi iMNews.id melalui WA-nya, kemarin.
Ponorogo Bukan Orang lain
Dalam soal urusan keraton, Pakasa Cabang Kabupaten Ponorogo (Jatim) memang tidak ada duanya. Reputasi Pakasa Cabang yang selalu istimewa untuk Keraton Mataram Surakarta itu, kembali diperlihatkan saat berlangsung gerakan #Lestarikan Keraton berupa kerjabhakti resik-resik lingkungan keraton yang sudah dimulai Senin (22/3).
Sampai hari ketiga tadi siang, Pakasa Cabang yang punya sebutan ”Gebang Tinatar” itu, tetap aktif hadir dalam jumlah yang lebih dari cabang-cabang Pakasa lain di Jateng dan Jatim. Sejak pagi pukul 08.00, Ketua Pakasa Cabang KRA Gendut MN Wreksodiningrat sudah siap bersama 30 orang anggotanya di halaman Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa untuk menerima arahan tentang titik lokasi yang akan ”diserbu” untuk dibersihkan.
Karena jumlah anggota yang dikerahkan dinilai lumayan banyak, maka jumlah itu disebar di beberapa titik, yaitu kompleks Pandapa Sitinggil Lor, sisi timur Pendapa Pagelaran dan beberapa titik di Alun-alun Lor. Semua mengenakan seragam kaos hitam dengan tulisan khas identitas daerahnya, dan tak lupa membawa segala macam peralatan yang diperlukan untuk kerjabhakti.
”Bagi kami, Keraton Mataram Surakarta bukan tempat asing bagi kami. Tetapi sebaliknya, keraton ini adalah rumah besar kami. Dan kami, bukan orang lain bagi masyarakat adat yang tergabung dalam LDA. Karena sejarah sudah menegaskan peran warga Ponorogo di masa ”perjuangan” Sinuhun PB II sebelum 1745. Banyak kerabat yang tertinggal dan berkembang di wilayah kami. Maka, kerjabhakti seperti ini adalah tugas dan kewajiban kami, untuk menjaga dan merawat keraton, agar tetap lestari dan kuncara selamanya,” tegas KRA Gendut yang masih trah darahdalem dari Sinuhun PB VI itu. (won)