Ujian Praktik Siswa Babaran VI Tahun 2025 Sanggar Paes Tata-Busana Kraton Digelar

  • Post author:
  • Post published:October 28, 2025
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Ujian Praktik Siswa Babaran VI Tahun 2025 Sanggar Paes Tata-Busana Kraton Digelar
SEMPAT MEMBETULKAN : Gusti Moeng sempat membetulkan lipatan "kampuh dodot" yang dikenakan seorang model "hasil karya" seorang peserta ujian, saat berkeliling melihat "karya" para peserta menjalankan praktik pada ujian yang digelar hari pertama di Bangsal Smarakata, Selasa (28/10) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Bangsal Smarakata Jadi Ajang “Kontes” Busana Pernikahan Kebesaran Kerajaan  

SURAKARTA, iMNews.id – Bangsal Smarakata Kraton Mataram Surakarta menjadi panggung “ajang kontes” para model “paes” dan tata-busana pengantin “gagrag” (gaya) Surakarta, Selasa (28/10) dari pagi pukul 09.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB siang tadi. Para pasangan model pengantin yang tampil bukan artis atau bintang terkenal, melainkan kerabat yang diajak siswa sanggar “paes”-tata busana untuk keperluan ujian.

Ajang “mirip kontes” itu bahkan masih berlanjut di hari kedua, Rabu (29/10) besok pada waktu yang sama dan di tempat yang sama. Karena, “pendadaran” atau ujian “paes” dan tata-busana itu memang digelar Sanggar Pawiyatan Paes Tata-Busana Pengantin jawa “gagrag” Surakarta milik Kraton Mataram Surakarta, untuk para siswa “babaran” (angkatan) VI yang menyelesaikan kursus selama 6 bulan di tahun 2025.

MEMBERI SARAN : Gusti Ayu (Ketua Sanggar Paes Tata-Busana Pengantin Jawa gagrag Surakarta) tampak menunjuk untuk memberi saran kepada peserta ujian yang sedang mengenakan “kampuh” pada model lelakinya. Dia berkeliling melihat karya peserta ujian di Bangsal Smarakata, Selasa (28/10) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Ujian yang digelar hari pertama, Selasa (28/10) pagi hingga siang tadi, dilakukan tim penguji kepada 7 siswa peserta “pendadaran” dan di hari kedua Rabu (29/10), juga untuk 7 siswa sanggar. Para anggota tim penguji terdiri dari para “dwija” sanggar, tetapi melibatkan Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa-Pangarsa LDA), Gusti Ayu (Pangarsa Sanggar Pawiyatan) dan KP Budayaningrat (dwija Sanggar Pasinaon).

Jalannya ujian praktik atau “pendadaran tumindak” pada para siswa “Babaran VI” ini, tampak memiliki semangat baru setelah terjadi perubahan kecil akibat “gangguan teknis” pada “babaran” sebelumnya. GKR Ayu Koes Indriyah (Gusti Ayu-Red) dan BRAy Arum Kusumo Pradapa tampil mendorong laju perjalanan sanggar, setelah “kepergian” seorang pengasuh yang kini diampu penuh berkapasitas lebih oleh KP Budayaningrat.

Karena perbandingan porsi kursus “paes” dan tata-busana adalah 70 persen praktik dan 30 persen teori, maka tidak aneh kalau jalannya ujian praktik ketrampilan rias dan tata-busana pengantin Jawa “gagrag” Surakarta siang tadi, mirip “kontes model”. Karena, rias yang diberikan kepada pasangan model adalah “dodot basahan”, “sikepan”, “taqwa” dan “langenharjan” yang semuanya untuk putra/putri dan cucu raja.

“Jadi, kraton sudah membuka pintu lebar-lebar agar masyarakat umum mengenal jenis-jenis paes-tata busana yang dulu hanya diizinkan untuk putra/putri dan cucu raja di kraton. Dodot basahan, sikepan, taqwa dan langenharjan, itu hanya boleh dilakukan untuk putra/putri-dalem dan wayah-dalem. Sentana-dalem saja tidak boleh. Masyarakat luas bisa mencobanya, tetapi harus benar dan tepat,” harap KP Budayaningrat.

PESERTA LELAKI : Di antara 7 siswa peserta ujian Sanggar Paes Tata-Busana Pengantin Jawa gagrag Surakarta, ada dua lelaki yang salah satunya sedang diamati KP Budayaningrat. Dia mendandani model wanita yang mengenakan “kampuh dodot” saat praktik di Bangsal Smarakata, Selasa (28/10) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

KP Budayaningrat yang selama ini menjadi “dwija” di Sanggar Pasinaon Pambiwara dan menjadi pengisi “Lembaga Kapujanggan” di kraton, sangat menguasai pengetahuan tentang tatacara upacara adat pernikahan di Kraton Mataram Surakarta. Termasuk berbagai pengetahuan pendukung upacara sakral itu, yang secara khusus hanya ada di kraton tetapi banyak ditiru publik tanpa memahami makna filosofinya.

Ujian praktik dilakukan para siswa merias pasangan model yang dimulai dari wanitanya, sejak pukul 09.00 WIB hingga sekitar pukul 11.00 WIB. Selain merias wajah, rambut dan pasang sanggul, juga mendandani model dengan kain “kampuh” untuk busana “dodotan” yang seperti sering dikenakan para penari Bedhaya Ketawang di kraton. Setelah selesai, baru model lelakinya yang prosesnya lebih singkat.

MELAKUKAN PENILAIAN : Salah seorang anggota tim penguji sedang melakukan penilaian dari yang dikenakan para model pengantin, karya para siswa peserta ujian hari pertama Sanggar Paes Tata-Busana Pengantin Jawa gagrag Surakarta di Bangsal Smarakata, Selasa (28/10) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Selama proses rias dan berdandan tata-busana itu, baik Gusti Moeng, Gusti Ayu dan KP Budayaningrat berkeliling ke setiap meja peserta ujian untuk memastikan tata letak rias dan busana agar tepat. Waktu dua jam untuk model pengantin wanita, memang rata-rata sudah cukup. Tetapi ada peserta yang lambat selesai, dan didapati kurang rapi menata letak busana, terutama “dodotan” yang begitu panjang kainnya.

“Dalam busana adat basahan pengantin wanita, ada jenis kampuh yang untuk dodotan Gerbong Kandhem, Ngumbar Kunca, Sampir Kunca dan sebagainya. Masing-masing punya beberapa ciri berbeda, misalnya dalam mengenakannya. Semua jenis dandanan dan perlengkapan yang diperlukan, dalam paes dan tata-busana di kraton ada ada makna filosofinya namanya. Seorang juru paes harus bisa menjelaskan kepada yang dirias”.

“Jadi, kalau sudah niat menjadi juru paes pangantin Jawa gagrag Surakarta, harus menguasai kawruhnya, termasuk makna filosofinya. Kemudian, harus bisa menjelaskan kepada pengantinnya, juga kepada kedua orang-tuanya, bila perlu. Juru paes lulusan sanggar di kraton, seharusnya juga menguasai bahasa pengantar yaitu Bahasa Jawa krama. Karena itu menjadi satu-kesatuan utuh,” ujar KP Budayaningrat.

Setelah selesai merias model penganti wanita, berlanjut mendandani model penganti pria yang durasi waktunya lebih cepat, yaitu sekitar sejam. Karena, menginjak pukul 13.00 WIB, dilanjutkan dengan penilaian tim penguji, baik oleh tiga tokoh di atas maupun para dwija anggota tim yang berkeliling mengamati dan menilai citra visual dandanan model satu-persatu di meja masing-masing pesrta ujian.

SEDANG MEMULAS : Salah seorang siswa lelaki peserta ujian hari pertama Sanggar Paes Tata-Busana Pengantin Jawa gagrag Surakarta, ketika sedang memulas garis “kerikan” pada model pengantin wanita pada ujian praktik yang digelar di Bangsal Smarakata, Selasa (28/10) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Untuk Gusti Moeng, Gusti Ayu dan KP Budayaningrat, yang diuji adalah siswa peserta ujian. Tetapi kedatangan peserta di ruang pendapa yang menghadap ke tiga penguji, harus berjalan beriringan dengan pasangan modelnya, hingga mirip aksi para model “fashion” sedang berjalan di “car walk”. Sesampai di depan ketiga penguji, peserta mendapat pertanyaan langsung mengenai yang dikenakan pasangan modelnya.

Di tempat terpisah, Ketua Lokantara Pusat (Jogja) Ki Dr Purwadi menjawab pertanyaan iMNews.id, sore tadi menyebut, lahirnya organisasi profesi rias pengantin di mana-mana sejak tahun 1980-an ada misinya. Salah satunya, adalah upaya untuk menjauhkan aktivitas ketrampilan paes pengantin dan pengetahuan pendukung di masyarakat dari sumbernya, karena faktanya merujuk pada nama besar Kraton Mataram Surakarta.

MEMASANG KEMBEN : Salah seorang siswa tampak memasang “kemben” pada model pengantin wanita, saat ujian praktik hari pertama digelar Sanggar Paes Tata-Busana Pengantin Jawa gagrag Surakarta di Bangsal Smarakata, Selasa (28/10) siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dugaan Ki Dr Purwadi itu sedikit demi sedikit memang bisa terbukti, karena dari pengamatan iMNews.id banyak praktisi yang selama ini berkecimpung di organisasi profesi itu rata-rata tak memperlihatkan adanya fakta hubungan antara ketrampilan rias dengan Kraton Mataram Surakarta sebagai sumber Budaya Jawa. Banyak pengetahuan di dalamnya yang berbau kraton dibelokkan, agar tidak kelihatan sumber asalnya.

Sementara itu, KP Budayaningrat menyebutkan, Rabu (29/10) besok adalah hari kedua ujian praktik yang juga diikuti 7 siswa peserta “Babaran VI” tahun 2025. Sampai kini Sanggar Paes Tata-Busana Pengantin Jawa “gagrag” Surakarta masih menempati Bangsal Marcukunda sebagai pusat kegiatan belajar atau “kampusnya”. Karena, “kampus” awal yaitu Bale Agung, dinilai kurang memadai, ruangnya kurang luas. (won-i1)