Pentas Seni “Sekaten Art Festival 2025” Ditutup Dengan Gelar “Karya SMKN 8”

  • Post author:
  • Post published:September 4, 2025
  • Post category:Regional
  • Reading time:4 mins read
You are currently viewing Pentas Seni “Sekaten Art Festival 2025” Ditutup Dengan Gelar “Karya SMKN 8”
SANGGAR AMARTA : KPP Haryo Sinawung (Wakil Pengageng Karti Praja) selaku pengasuh Sanggar Tari Amarta yang tampil di awal-awal Sekaten Art festival 2025 dan rutin tiap tahun sebagai peserta, saat menerima piagam penghargaan dari perwakilan BPB Wilayah X jateng-DIY di Pendapa Sititnggil Lor, semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kraton dan Kemenbud Beri Uang Pembinaan Kepada 50 Grup Seniman Penyaji

SURAKARTA, iMNews.id – Pentas seni “Sekaten Art Festival 2025” semalam ditutup dengan pergelaran “karya-karya” pertunjukan Sekolah Menengah Ketrampilan Negeri (SMKN) 8 Surakarta. Karena, dari belasan sajian tari yang digelar di Pendapa Sitinggil Lor di malam terakhir, Rabu (3/9) kemarin, semua “diborong” dan disajikan grup seniman dari kalangan siswa sekolah seni eks “SMKI” Surakarta itu.

“Pergelaran Karya Pertunjukan” SMKN 8 semalam, diawali dengan tari “Jaipong Tanuung Baru” kemudian tari “Golek Manis” yang memiliki karakter berbeda, walau sama-sama bentuk pengembangan dari jenis tarian rakyat yang sudah ada sebelumnya. Setelah dua sajian ini, disela acara pembagian sertifikat dan uang pembinaan dari Kraton Mataram Surakarta dan Kemenbud kepada perwakilan seluruh sanggar penyaji.

LENGGER ELING-ELING : Tari Lengger Eling-eling juga disajikan para siswi SMKN 8 Surakarta dengan menarik. Selain gerakannnya yang lincah sesuai karakter tariannya, jenis tarian asal wilayah Banyumas ini memang punya daya tarik tinggi sebagai hiburan yang berkualitas. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sertifikat dan uang pembinaan diserahkan secara bergantian oleh Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) selaku penyelenggara “Sekaten Art Festival 2025” dan Ratna Yunarsih yang mewakili Balai Perlindungan Budaya (BPB) Wilayah X Jateng-DIY. Ada 50 grup seniman penyaji yang menerima penghargaan dari dua lembaga tersebut malam itu, yang ditandai pula dengan foto bersama di panggung.

Gusti Moeng yang juga selaku Pimpinan Sanggar Pawiyatan Beksa Kraton Mataram Surakarta, malam itu juga memberi sambutan sekaligus menutup resmi “Sekaten Art Festival 2025”. Dalam sambutannya diharapkan, penyelenggaraan dna pelaksanaan event serupa di tahun 2026 bisa lebih baik. Para pesertanya diharapkan juga semakin meningkat, baik jumlah grup penyaji maupun wilayah yang diwakilinya semakin luas.

TARI “BRAMASTYA” : Tari “Bramastya” sebagai salah satu karya pertunjukan tari para siswa SMKN 8, sebagai kreativitas berbasis tari klasik yang mengolah materi kisah di seni pedalangan, disajikan dengan penuh keagungan di Pendapa Sitinggil Lor dalam event “Sekaten Art Festival 2025”, Rabu (3/9) semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dalam kesempatan itu, Ratna Yunarsih dalam sambutannya menyatakan, pihaknya akan memberi perhatian khusus kegiatan “Sekaten Art Festival 2025” ini dan akan ditingkatkan di tahun mendatang. Kegiatan seperti ini diharapkan juga bisa ditampilkan di daerah lain di wilayah tugasnya. Dia menilai, jumlah 50 grup penyaji yang melibatkan lebih 400 seniman dari usia balita, remaja, dan dewasa itu termasuk banyak.

Sementara itu, KP Budayaningrat (dwija Sanggar Pasinaon Pambiwara) menyatakan simpati dan dukungannya pada inisiasi pentas seni tari untuk mendukung dan melengkapi sajian upacara adat Sekaten Garebeg Mulud. Menurutnya, pementasan di Pendapa Sitinggil Lor di saat berlangsung ritual Sekaten Garebeg Mulud dan Maleman Sekaten, sangat tepat, baik dari sisi keragaman peserta, materi sajian maupun penontonnya.

“SRIKANDI-MUSTAKAWENI” : Kisah “permusuhan” tokoh Srikandi dan Mustakaweni dalam seni pedalangan, bisa disajikan dalam “pethilan” pertunjukan tari tersendiri yang menarik. Sajian tari seperti ini, memang menjadi berkelas dan mahal jika disajikan di Pendapa Sitinggil Lor seperti semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Di Pendapa Sitinggil Lor atau tempat terhormat lain di kraton bisa menjadi panggung pementasan kesenian khas kraton. Bahkan menjadikan terhormat bagi kesenian lain dari luar kraton (kesenian rakyat), ketika dipentaskan di sini (Pendapa Stinggil-Red). Jangan malah dibalik. La wong tari ‘Wireng’ koleksi kraton kok disajikan di halaman Kamandungan. Itu sama saja merendahkan koleksi pusakanya sendiri”.

“Tidak boleh. Tari ‘Wireng’ kok disajikan di jalanan. Berarti, mau disamakan dengan tari jalanan itu ya? Jangan. Tapi sayang sekali. Perlakuan yang menurunkan martabat karya seni budaya pusaka kraton itu, malah dimotori oleh orang dalam (seorang Pangeran-Red). Itu secara langsung sudah merendahkan dirinya sendiri. Cara-cara seperti itu yang membuat orang lain ikut merendahkan kraton,” tunjuknya.

“SRIMPI JAYANINGSIH” : Kalangan siswa SMKN 8 juga bisa menggali kekayaan informasi tentang rumpun “Stimpen” dan mengembangkannya menjadi tari “Srimpi Jayaningsih”. Dari soal penyajian, level panggung dan penamaan mungkin sudah tepat, tetapi perlu diberi narasi asal-usulnya sebagai bentuk penghargaan. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Hal yang disebut KP Budayaningrat itu, adalah kegiatan pentas yang menampilkan koleksi seni tari kraton, satu paket dengan parade prajurit, tiap Sabtu sore. Kegiatan seni yang menjadi proyek pribadi seorang kerabat (Pangeran) itu, bekerjasama sebuah instansi di Pemkot Surakarta. Maksud kegiatan ini sebenarnya baik, tetapi penempatannya bertentangan dengan “kemuliaan” materi sajiannya yang notabene pusaka kraton.  

Cara-cara seperti itu, sangat bertentangan dengan Gusti Moeng yang selalu ingin memuliakan aset pusaka kraton. Cara-cara itulah yang hendak diteladani lembaga SMKN 8 yang selama ini menjadi mitra kerjasama kraton. Mereka sangat bersemangat ikut tampil di panggung “megah dan mahal” Pendapa Sitinggil Lor. Semua sajian siswanya, sangat berkualitas dan menjunjung tinggi martabat dan profesionalitas berkesenian. (won -i1)