“Makloemat SP PB XII” 1 September 1945, Surakarta Adalah Daerah Istimewa NKRI (seri 1 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:September 2, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:4 mins read
You are currently viewing “Makloemat SP PB XII” 1 September 1945, Surakarta Adalah Daerah Istimewa NKRI (seri 1 – bersambung)
SINUHUN AMARDIKA : Sinuhun PB XII yang mendapat amanah memimpin "Nagari" Mataram Surakarta sebagai pengganti ayahandanya PB XI, berada di alam kemerdekaan seperti yang didambakan bersama sejak kakeknya, PB X. Tetapi, Sinuhun Amardika itu tak benar-benar menikmati "Amardika lahir-batin" hasil perjuangannya. (foto : iMNews/Dok)

Peristiwa Penting dan Sangat Berarti Bagi Masyarakat Adat Kraton Mataram Surakarta

IMNEWS.ID – TANGGAL 1 September 1945 adalah tonggak perjalanan sejarah Kraton Mataram Surakarta dan juga Kadipaten (Pura) Mangkunegaran. Karena pada tanggal itu, Sri Padoeka Soenan Pakoe Boewana atau Sinuhun (SISKS) Paku Buwana (PB) XII dan Sri Padoke Mangkoenagara VIII menerbitkan “Makloemat”. Sebuah penegasan untuk NKRI dan publik bangsa di Nusantara, yang baru terbentuk dua minggu dari 17 Agustus 1945.

Peristiwa 1 September 1945, adalah maklumat atau pengumuman Sinuhun PB XII selaku pemilik otoritas “negara” (monarki) Mataram Surakarta dan KGPAA Mangkunagara VIII selaku pemilik otoritas atas wilayah Karanganyar, Sragen, Wonogiri dan Gunungkidul (kini DIY), yang ditujukan terhadap NKRI beserta seluruh jajaran pemerintahan berdasar Pasal 18 UUD 1945, termasuk seluruh bangsa baru yang lahir 17/8/45 itu.

SELALU MEGINGATKAN : Melalui papan publikasi baliho seperti yang menghias Alun-alun Lor beberapa tahun lalu, Bebadan Kabinet 2004 dan Lembaga Dewan Adat Kraton Mataram Surakarta berusaha selalu mengingatkan NKRI, bahwa “utang” status Provinsi Daerah Istimewa belum dikembalikan kepada masyarakat Surakarta. (foto : iMNews/Won Poerwono)

Melalui “Makloemat SP Sunan PB XII” dan juga SP MN VIII ditegaskan, bahwa “Negeri” Soerakarta Hadiningrat” secara keseluruhan yang bersifat “kerajaan” (monarki) itu adalah “Daerah Istimewa” dari Negara Republik Indonesia. Dan sesuai sesuai bunyi angka 1 isi “Makloemat” itu Sinuhun PB XII menegaskan, bahwa “Negeri” Soerakarta Hadiningrat “berdiri” di belakang Pemerintah Pusat Negara RI.

Sinuhun PB XII adalah pemilik otoritas atas “negara” Mataram Surakarta sejak 17 Sura Tahun Je 1670 atau 20 Februari 1745 hingga 17/8/45. Walau, wilayahnya dikurangi tiga kabupaten saat Kadipaten Mangkunegaran berdiri di tahun 1757, tetap berada dalam satu komitmen tetap bergabung dalam satu wilayah bernama Daerah Istimewa Soerakarta (Hadiningrat). Tahun 1755, wilayahnya berkurang seluas wilayah DIY.

MAKLUMAT DAN PIAGAM : Setiap datang peringatan HUT Kemerdekaan RI, masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta khususnya yang tersebar di Surakarta, selalu teringat pada peristiwa lahirnya “Piagam Kedudukan” 19 Agustus 1945 yang menjadi dasar lahirnya “Makloemat” Sinuhun PB XII 1 September 1945. (foto : iMNews/Won Poerwono)

Selain penegasan Sinuhun PB XII (dan SP MN VIII) sebagai “Daerah Istimewa”, pada angka 2 kalimat isi “Makloemat” itu juga menegaskan bahwa otoritas kekuasaan atas “Negeri” Soerakarta Hadiningrat, tetap berada di tangan  Soesoehoenan (Susuhunan) Soerakarta Hadiningrat. Karena itu pula, segala bentuk penguasaan yang “tidak” di tangan Surakarta, “dengan sendirinya” kembali ke Surakarta.

Berikut, angka 4 isi “Makloemat” itu menyebutkan, Sinuhun PB XII juga menegaskan bahwa “perhoeboengan” (hubungan) antara “Negeri” Soerakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Poesat Negara RI “bersifat langsung” atau setara kedudukan provinsi. Angka 4 atau penutup isi maklumat itu menyebutkan, “Negeri” Surakarta yakin seluruh “kawula” (masyarakat) akan menyesuaikan diri (mendukung) keputusan itu.

MENGHIAS GLADAG : “Makloemat” Sinuhun PB XII 1 September 1945 dan “Piagam Kedoedoekan” Presiden Soekarno 19 Agustus 1945, adalah peristiwa yang kausalitas yang punya nilai historis kuat di tahun 1945 dan tak akan bisa dihapus. Publikasi fakta sejarah yang selalu menghias perempatan Gladag itu, adalah utang NKRI. (foto : iMNews/Won Poerwono)

“Makloemat” 1 September 1945 itu, adalah keputusan Sinuhun PB XII yang sangat jelas memenuhi unsur kaidah “Sabda Pandita-Ratu”, karena di sejak “jumeneng nata” beberapa hari sbelum HUT Kemerdekaan RI, “Negeri” Soerakarta Hadiningrat masih punya lembaga “paran-para nata” dan “Paran-karsa nata” atau tim penasihat. Jadi, keputusan dalam “Makloemat” itu adalah hasil pembahasan “lintas keilmuan” di kraton.

Sinuhun PB XII menerbitkan “Maklumat”, sebagai balasan atas keputusan NKRI melalui Presiden Soekarno yang berupa “Piagam Kedoedoekan” tanggal 19 Agustus 1945. Melalui piagam itu, pemerintah NKRI yang baru terbentuk menegaskan bahwa (Negeri) Soerakarta Hadiningrat atau Surakarta tetap pada “kedudukannya” sebagai “Daerah Istimewa” setingkat “Provinsi”, yang langsung di bawah Pemerintah Pusat NKRI.

SELALU MUNCUL : Hiasan publikasi berisi “Makloemat” Sinuhun PB XII 1 September 1945 dan “Piagam Kedoedoekan” Presiden Soekarno 19 Agustus 1945, setiap saat akan selalu muncul selama NKRI belum “melunasi utang” kepada masyarakat Surakarta, yaitu kembalinya Daerah Istimewa Surakarta. (foto : iMNews/Won Poerwono)

Dokumen “Makloemat” 1 September itu, diabadikan dan disimpan di berbagai tempat penyimpanan yang aman dan tak mungkin hilang atau musna sampai zaman berakhir nanti. Maklumat itu juga akan tetap tertulis di naskah itu selamanya, seperti yang dibukukan Dr Julianto Ibrahim (FIB UGM) dengan judul “Propinsi Daerah Istimewa Surakarta” dan Dr Sri Juari Santosa (FMIPA UGM) dengan judul “Suara Nurani Kraton Surakarta”.

Dokumen itu tentu masih banyak lagi yang diabadikan dan disimpan berbagai pihak lain dalam berbagai bentuk. Tanggal 1 September adalah peristiwa penting dan sangat berarti bagi lembaga “Kraton Mataram Surakarta” dan masyarakat adat yang di wilayah Surakarta, termasuk tiga wilayah Kadipaten Mangkunegaran. Terlebih, bagi Bebadan Kabinet 2004 pimpinan Gusti Moeng yang selama ini memperjuangkannya. (Won Poerwono – bersambung/i1)