Pakasa Cabang Jepara “Beraspirasi” dengan Yayasan dan Bermitra Melalui Pintu DPRD
MAGELANG, iMNews.id – Walau pengurus Pakasa Cabang (Kabupaten) Magelang terhitung belum genap tiga tahun usainya, tetapi justru tercatat sebagai “pionir” kemitraan dengan Pemkab setempat sangat konstruktif dan riil. Cabang ini sudah mendapatkan pengesahan kantor Kesbangpol Pemkab, dan aktif terlibat dalam musyawarah perencaan pembangunan (Musrenbang).
“Di level Musrenbang tingkat kabupaten memang belum. Tetapi di tingkat kecamatan dan desa sudah dua kali. Rencana anggaran belanja (RAB) Desa Pucanganom, Kecamatan Srumbung yang menjadi lokasi sekretariat Pakasa cabang Magelang, sekarang sedang ditularkan ke Desa Grabag. Kebetulan, bisa mendapat alokasi dari Dana Desa Rp 800 juta,” ujar KRT Bagiyono Rumeksonagoro.
Ketua Pakasa Cabang Magelang yang dimintai konfirmasi iMNews.id hingga Senin (2/6) siang tadi lebih lanjut menyatakan, pengurus Pakasa Cabang Magelang sudah dua tahun ini diundang hadir di Musrenbangcam dan Musrenbangdes. Di forum itu, Pakasa bisa mengusulkan kegiatan dalam rangka pelestarian seni budaya Jawa, di antaranya tradisi “Nyadran” dan sebagainya.
Meskipun belum bisa dikembangkan ke berbagai kegiatan pelestarian produk Budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta, tetapi sudah ada dukungan jajaran Pemkab sebagai wujud usulan atau aspirasi Pakasa cabang. Kemitraan untuk bersama-sama menjalankan tugas pelestarian Budaya Jawa itu, Pakasa Magelang punya “pengaruh” bagi pemerintah dan lingkungan.

Peran dan fungsi Pakasa cabang dalam kemitraan dengan Pemkab setempat untuk pelestarian seni budaya Jawa, sudah disinggung Dr Purwadi (Peneliti Sejarah/Ketua Lokantara Pusat), sebelumnya (iMNewas.id, 1/6). Hal yang menjadi pusat perhatian dan urgen dalam konteks pelestarian seni budaya untuk menjaga ketahanan budaya, seharusnya menjadi porsi alokasi Dana Desa.
Namun, dari pantauan iMNews.id ke tiap pengurus Pakasa cabang yang tersebar di beberapa kabupaten menunjukkan, masih sangat sedikit cabang yang secara proaktif melakukan pendekatan ke lembaga pemerintahan lokal sebagai pusat kebijakan dan anggaran. Selain rata-rata masih berusia “balita”, banyak Pakasa yang belum “menemukan” pintu masuk arah kemana bermitra.

Kecuali Pakasa Cabang Jepara yang dipimpin KP Bambang S Adiningrat, yang kepengurusannya juga belum genap 5 tahun. Tetapi Pakasa cabang ini bisa bermitra dengan Pemkab dan semua lembaga instansi terkait melalui pintu lain. Yaitu dengan sebuah yayasan yang dibentuk, masuk melalui lembaga DPRD untuk mengusulkan Perda soal pemajuan dan pelestarin seni budaya lokal.
“Pakasa Jepara mengawali penyampaian aspirasi lewat DPRD. Yayasan Praja Hadipuran Manunggal yang kami bentuk, bisa mengajukan usul Perda itu ke berbagai lembaga terkait untuk disusun dan disahkan DPRD. Soal adanya Dana Desa dari APBN yang dikucurkan ke tiap desa Rp 1 M itu, kami malah belum menangkap kejelasannya,” ujar KP Bambang S Adiningrat.

Menurutnya, kemitraan Pakasa cabang dengan Pemkab baru bisa dilakukan melalui pintu DPRD bermodalkan yayasan. Pihaknya belum pernah dilibatkan dalam Musrenbang baik tingkat kabupaten, kecamatan maupun desa. Oleh sebab itu, pengurus Pakasa Jepara belum mendapat kejelasan soal mekanisme keterlibatan di forum itu, begitu pula berbicara soal program-programnya.
Selaku pimpinan dirinya mendengar ada Dana Desa dari APBN, tetapi ditujukan kepada lembaga apa dan untuk kegiatan apa?, pihaknya belum pernah mendapat penjelasan. Oleh sebab itu, ketika ditanya apakah pernah ikut Musrenbang dan diminta usul/saran kegiatan dan diajak membahas perencanaan kegiatan dan penganggarannya, KP Bambang belum pernah terlibat dan awam.
“Betul, saya baru mendengar ada dana desa sebesar Rp 1 M. Dan benar juga kalau Pakasa dilibatkan untuk membahas upaya-upaya bersama untuk mengelola kegiatan dalam rangka pelestarian seni budaya. Tetapi, kami belum pernah diundang terlibat di forum-forum itu. Jadi, kami tidak tahu. Sementara, kegiatan yang kami agendakan sedapat mungkin kami biayai sendiri”.
“Memang benar, seandainya kami bisa mengajukan saran dan usul melalui forum itu, pasti kami usulkan semua upacara adat tradisi di setiap desa dihidupkan. Kami akan mendukung untuk menyemarakkannya. Karena, hampir di tiap desa punya tradisi yang murni peninggalan leluhur. Sementara ini, kami baru bisa memulai di beberapa desa,” ujar KP Bambang S Adiningrat.

Sama juga yang dialami Pakasa Cabang Ngawi, walau sejak ditetapkan 2 tahun lalu langsung didaftarkan di kantor Kesbangpol Pemkab Ngawi (Jatim), tetapi hingga kini belum pernah diundang hadir di Musrenbang kabupaten, kecamatan dan desa. KRT Suyono S Adiwijoyo (Ketua Harian Pakasa Ngawi) menyebut, kegiatan pelestarian seni budaya dibiayai Pakasa sendiri.
“Betul, saya mendangar ada dana desa. Tetapi untuk apa saya tidak tahu. Pakasa belum pernah diundang ke forum itu. Soal pelaksanaan kegiatan pelestarian seni budaya, ya dibiayai sendiri saja. ‘Kan organisasi pakasa sudah terdaftar di Kesbangpol, lenkap dengan penjelasan fungsi dan tugasnya dalam pelestarian budaya,” tunjuk Ketua Badan SAR “Elpeje” itu.
Hal senada diungkapkan KRAT Seviola Ananda selaku Ketua Pakasa Cabang Trenggalek. Saat dihubungi terpisah, siang tadi, ia menyebut Pakasa Trenggalek sudah terdaftar di kantor Kesbangpol Pemkab setempat, 2019. Tetapi hingga kini tak pernah diundang mengikuti Musrenbang di tingkat apapun. Kemitraan baru dilakukan melalui pintu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
“Kalau Dana Desa saya kurang tahu. Karena, kebetulan saya tinggal di wilayah kelurahan. Soal dukungan pemerintah yang bisa didapat dari kemitraan Pakasa, selama ini baru dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Pakasa belum pernah diundang di Musrenbang. Walaupun Penasihat Pakasa pejabat di Kesbangpol dan kami sudah terdaftar sejak 2019,” ujar KRAT Seviola.

Memang berbeda dengan Pakasa Cabang Ponorogo yang sudah ditetapkan sejak 2016 dan terdaftar di Kesbangpol. Tetapi, KP MN Gendut Wreksodiningrat selaku ketuanya menuturkan pihaknya belum pernah diundang di Musrenbang dan belum pernah mendapat bantuan dana desa. Meskipun, nama Pakasa Ponorogo sulit dipisahkan dari event “Grebeg Suro” yang digelar tiap tahun itu.
Kemitraan Pakasa Ponorogo dengan Pemkab setempat dalam upaya pelestarian budaya memang belum jelas melalui pintu mana, meskipun eventnya sudah bergaung sampai luar negeri. Bersama beberapa pakasa cabang lain, keberhasilannya bisa diteladani cabang-cabang lain, seperti Pakasa Kota Bekasi, Pakasa Cabang Denpasar (Bali) yang baru beberapa bulan berdiri. (won-i1)