Juga Bahas EO Jual Gelar Kraton, “Gentayangan” di Berbagai Daerah
SURAKARTA, iMNews.id – Rapat organisasi Paguyuban Kawula Kraton (Mataram) Surakarta (Pakasa) yang digelar di “gedhong” Sasana Handrawina dalam sehari, Minggu (2/6) siang tadi, membahas berbagai agenda penting mengenai keberadaan dan perkembangan organisasi itu sendiri, maupun situasi dan kondisi yang berkaitan dengan tugas-tugas kewajibannya.
Di antara agenda sangat penting dan mendesak untuk segera ditangani, adalah penataan-ulang pengurus organisasi dari tingkat pusat atau punjer dan cabang-cabang yang tersebar di lebih dari 20 kabupaten di provinsi Jateng dan Jatim. Di tingkat pusat, perlu kelengkapan organ pengurus terutama posisi ketua atau pangarsa, karena sudah mendesak untuk dilakukan.
Kelengkapan organ pengurus di tingkat punjer perlu segera dilakukan, karena merupakan tuntutan organisasi agar jalannya organisasi semakin lancar dan memudahkan pekerjaan terutama yang menyangkut pengendalian dan koordinasi terhadap cabang-cabang. Efektivitas kerja pengurus punjer, menjadi tuntutan yang tidak bisa dihindarkan.
“Saya sudah pernah menyinggung hal ini saat peringatan HUT Pakasa di Pendapa Pagelaran tahun lalu. Bahwa posisi pangarsa punjer perlu dipikirkan penggantinya. Saya bahkan menyebut KGPH Hangabehi untuk menggantikannya. Tetapi, tidak akan semudah itu, karena ada konsekuensi tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi seorang pangarsa”.
“Rupanya perlu segera ada posisi pangarsa harian, sebagai proses magang untuk menjadi pangarsa atau ketua umum. Saya sudah merasa berat, sejak saya mendapat tugas sebagai Ketua Umum DPP MAKN yang urusannya sangat luas, tingkat nasional. Sebaiknya, segera ada yang menggantikan saya, meskipun dimulai dari proses seperti itu tadi”.
“Untuk itu, nanti kita akan rembugan pada rapat secara khusus, karena akan ada figur Ketua Pakasa cabang yang akan kita tarik ke punjer. Selain itu, nanti perlu pengurus koordinator di tingkat wilayah agar memudahkan kalau kita mengadakan koordinasi. Jadi, mulai dari pengurus punjer hingga cabang perlu dilakukan tata-ulang,” ujar KPH Edy Wirabhumi.
Beberapa hal itu ditegaskan KPH Edy Wirabhumi saat memimpin rapat koordinasi (rakor) selaku Pangarsa Punjer Pakasa, siang tadi. Dia berbicara setelah GKR Wandansari Koes Moertiyah memberi sambutan tunggal selaku Pengageng Sasana Wilapa sekaligus Pangarsa Lembaga Dewan Adat (DA), di depan forum rakor yang dihadiri 100-an orang utusan dari 18 cabang Pakasa.
Menurutnya, penataan-ulang kepengurusan cabang disebabkan oleh banyak sebab. Di antaranya karena ada yang vakum, setengah mati dan total tidak bergerak dan sudah berakhirnya masa tugas kepengurusan tersebut. Oleh sebab itu, selanjutnya akan ada perubahan secara serentak berupa penataan-ulang kepengurusan di masing-masing cabang.
KPH Edy juga mengutip pernyataan Gusti Moeng yang menegaskan, bahwa organsiasi Pakasa yang lahir pada 29 Novermber 1931 pada masa Sinuhun PB X jumeneng nata, adalah organisasi remsi yang sudah ada sejak negara Indonesia (NKRI) belum ada atau belum lahir. Kelahirannya merupakan kebutuhan akibat perubahan situasi dan kondisi sosial politik dunia saat itu.
“Organisasi Pakasa adalah organisasi resmi yang sudah ada sebelum Indonesia atau NKRI ada. Sekarang, sesudah Lembaga Dewan Adat (LDA) ditetapkan sebagai lembaga yang sah untuk mengelola dan melindungi kraton, maka pakasa tidak akan bisa dibubarkan. Apalagi setelah keluar keputusan MA dan penetapan status hukum kraton oleh Pengadilan Negeri Surakarta itu”.
“Pemandangan yang terjadi saat upacara adat Garebeg Syawal (Idhul Fitri 2024-Red) kemarin itu, baru terasa dan kelihatan bahwa kraton sekarang ini hanya punya pendukung yang bernama Pakasa. Posisinya sangat penting, karena Pakasa-lah yang akan menjadi ujung-tombak terdepan dalam pelestarian budaya Jawa dan menjaga kelangsungan kraton”.
“Saat Garebeg Syawal kemarin itu, saya memang sengaja tidak membuat dhawuh agar Pakasa hadir mengikuti pisowanan. Dan ternyata, suasananya sepi karena kekurangan petugas yang menjalankan upacaranya. Maka, rapat kali ini diadakan jauh-jauh hari, untuk mempersiapkan Garebeg Besar dan menyambut tahun baru Jawa malam 1 Sura,” ujar Gusti Moeng dalam sambutannya.
Dalam sesi tanya-jawab yang dibuka, banyak perwakilan Pakasa cabang yang mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan Pakasa punjer dan juga Gusti Moeng selaku Pangarsa LDA. Seperti diungkapkan wakil Pakasa Cabang Tulungagung (Jatim), pengurus cabang dimintai pertimbangan dari Pemkab tentang adanya “EO” yang menawarkan gelar kekerabatan dari kraton.
Menanggapi itu, Gusti Moeng dengan tegas berpesan, para pengurus Pakasa cabang agar berhati-hati menghadapi tawaran itu,
dan sebaiknya segera berkonsultasi ke punjer atau kraton kalau mendapat tawaran gelar dari kraton, apalagi disertai menyebut keharusan membayar sejumlah uang. Menurutnya, kraton tidak pernah dan tidak akan “gentayangan menjual gelar”.
Mengenai soal ini, KPH Edy Wirabhumi juga menambahkan, urusan pengajuan gelar memang bisa melalui saluran Pakasa cabang yang diibaratkan sepeerti melalui jalur tol, sedangkan yang mandiri pribadi disebut sebagai jalur biasa. Tetapi, ada persyaratan tegas yang harus dipenuhi, karena di kraton setiap pangkat ada tempatnya sendiri-sendiri sesuai adat. (won-i1).