Mengapa Terlalu Mudah Menetapkan yang Gugur “Dalam Suasana Perang” Jadi Pahlawan? (seri 3 – Bersambung)

  • Post author:
  • Post published:May 12, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Mengapa Terlalu Mudah Menetapkan yang Gugur “Dalam Suasana Perang” Jadi Pahlawan? (seri 3 – Bersambung)
"SEDANG DIMULIAKAN" : Sinuhun PB XII saat dirayakan ulangtahun tahtanya ke-64, menjalani kirab keliling kawasan kraton di tahun sebelum tahun 2004. Kini, "Sinuhun Mardika" yang berpangkat terakhir Letnan Jenderal (Letjen-tiruler) dari dinas aktif di TNI itu, sedang dimuliakan untuk mendapat gelar "Pahlawan Nasional". (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Mudah-mudahan Masih Ada “Carik-dalem” yang Mencatat “Kepedulian” Senat FT UST Jogja

IMNEWS.ID – KETIKA “dwija” Sanggar Pasinaon Pambiwara Kraton Mataram Surakarta, KP Budayaningrat merasa kesulitan mendapatkan data-data tentang prajurit (iMNews.id, 6/4) dari dokumen manuskrip zaman Sinuhun PB XI (1939-1945), apalagi dari PB XII (1945-2004), barulah disadari bahwa perkembangan situasi dan kondisinya sudah serba “kurang memungkinkan”.

Situasi dan kondisi zaman di penghujung PD I dan II yang menghimbas ke Nusantara saat itu, telah menyebabkan perubahan besar ke dalam hubungan kekerabatan dan strata adat di dalam Kraton Mataram Surakarta di satu sisi. Tetapi, juga merubah tata kehidupan dari kebiasan tradisional ke alam modern yang banyak menggunakan teknologi di banyak bidang.

Oleh sebab itu tidak aneh, ketika memasuki zaman perubahan tatanan sosial yang penuh gejolak saat Sinuhun PB XI jumeneng nata maupun awal Sinuhun PB XII meneruskan tahta, tak terasa kraton “kehilangan” sesuatu yang berharga. Yaitu, kehilangan “aktivitas pencacatan” setiap karya dan peristiwa yang dilakukan Sinuhun selaku pimpinan dan kraton selaku lembaganya.

MEMBERIKAN PENGHARGAAN : Sebagai tanda terima kasihnya ikut menjaga kelangsungan kraton, Sinuhun PB XII pernah memberikan berbagai penghargaan kepada para tokoh penting di negeri ini. Kini, “Sang Pahlawan” sudah selayaknya “dimuliakan” untuk mendapatkan gelar “Pahlawan Nasional” dari NKRI yang pernah “dilahirkannya”. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Tak terasa, situasi dan kondisi itu terus berlanjut tanpa disadari selepas Sinuhun PB XII dan diteruskan penggantinya yang secara pribadi terkesan “buta” terhadap dokumentasi kelembagaan, bahkan “buta” terhadap keperluan penting kraton lainnya. Ada upaya ke arah itu dilakukan Bebadan Kabinet 2004 dengan memanfaatkan teknologi digital, tetapi bukan “carik-dalem”.

“Segala keterbatasan” kraton yang dialami sejak awal Sinuhun PB XII, ternyata baru ada tanda-tanda meloloskan diri saat Lembaga Dewan Adat mendapat legal standing oleh putusan Mahkamah Agung (MA) RI (iMNews.id, 8/8/2024). Tetapi, kraton masih dalam kondisi kehilangan “aktivitas pencatatan” yang dulu bernama “Carik-dalem”, karena belum ada “kekuatan” untuk itu.

Dalam suasana seperti inilah, peristiwa “perjodohan” antara Senat FT UST (Unsarwi) Jogja terjadi. Peristiwa sangat penting dan luar biasa karena Sinuhun PB XII diusulkan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, terpaksa “dibiarkan lepas” dari aktivitas lembaga “Carik-dalem”. Pencatatan untuk dokumen kraton, terkesan hanya mengandalkan ketersediaan “media publik”.

SANGAT MENGHORMATI : Kraton Mataram Surakarta yang sudah “diikhlaskan” untuk bergabung ke dalam NKRI di tahun 1945, nyaris “tanpa reserve”. Bahkan, Sinuhun PB XII sangat menghormati para pejabat penting di republik ini, seperti saat kraton kedatangan tamu Gubernur Jateng Mardiyanto, sebelum 2004. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Persoalan kebutuhan “pencatatan” untuk dokumen lembaga Kraton Mataram Surakarta ini sangat penting dan mendesak untuk diwujudkan secara proporsional. Untuk itu, aktivitas pencatatan atau lembaga “Carik-dalem” harus aktif dan difungsikan dengan baik, agar semua aktivitas dan peristiwa pribadi para tokohnya, elemennnya serta lembaga kraton bisa tercatat.

“Tidak adanya” aktivitas pencatatan lembaga “Carik-dalem” pada masa Sinuhun PB XI dan PB XII, adalah kerugian besar bagi siapa saja, terutama masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta. Karena, generasi anak-cucu berabad-abad kelak pasti ingin tahu bagaimana gambaran peradaban sampai abad 19, milenium dan sesudahnya, yang bisa dijadikan “Kaca Brenggala” ke depan.

Dalam setiap kegiatan ritual doa atau upacara adat, selalu ada “panyuwunan” kepada Allah SWT, Tuhan YME, agar semua yang merawat kraton diberi kekuatan untuk menjaga kelangsungan kraton, agar bisa lestari sampai akhir zaman. Tetapi kalau sudah tidak memiliki lembaga “Carik-dalem” yang mendokumetasi karya-karya para tokohnya, apa yang bisa dipedomani darinya?.

MIKUL DHUWUR, MENDHEM JERO : Gusti Moeng mungkin menjadi satu-satunya “putri-dalem” yang selalu berusaha “mikul dhuwur, mendhem jero” kebesaran dan jasa-jasa Sinuhun PB XII. Karena, hingga kini masih memperjuangkan gelar Pahlawan Nasional untuk ayahandanya yang dipercayakan kepada tim Senat FT UST Jogja sebagai pengusulnya. (foto : iMNews.id/Dok)

Dalam konteks kebutuhan “fungsi pencatat” aktivitas tokoh dan perjalanan lembaga kraton ke depan, sampai kapanpun keberadaan “Carik-dalem” akan selalu dibutuhkan kraton. Dari dokumen catatan karya “Carik-dalem” atau lembaga sejenisnya, generasi mendatang bisa belajar mengenal, memahami, meneladani dan menjadikannya pedoman untuk kehidupan pada zamannya.

Oleh sebab itu, peristiwa pengusulan Sinuhun PB XII untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional beserta semua proses yang dilalui Senat FT UST Jogja itu, seharusnya menjadi momentum penting untuk mengaktifkan kembali lembaga “Carik-dalem”. Karena, tokoh yang diusulkan adalah Raja yang berkualitas, punya kapasitas dan sangat layak menjadi Pahlawan Nasional.

Seandainya lembaga “Carik-dalem” masih dan dan berfungsi baik di kraton, peristiwa pengusulan gelar Pahlawan nasional ini tidak boleh terlewatkan dan hanya mengandalkan media publik. Karena, media publik punya orientasi dan semangat yang berbeda dengan tugas dan fungsi “Carik-dalem”, mengingat landasan kerja yang digunakan masing-masing juga sangat berbeda.

SEBAGAI NARASUMBER : Gusti Moeng menjadi salah seorang nara sumber yang berbicara dalam kuliah “Stadium Generale” di kampus FT UST Jogja, Senin (28/4). Kuliah umum itu untuk mendapatkan naskah akademik yang diperlukan untuk “memuliakan” Sinuhun PB XII sebagai syarat permohonan gelar Pahlawan Nasional. (foto : iMNews.id/Dok)

Media iMNews.id termasuk bagian media umum yang bermainstream, namun masih bisa mengakomodasi berbagai peristiwa penting di kraton belakangan ini, karena landasan fundamentalnya adalah “Budaya” (Jawa) dan kini berada pada frekuensi yang sama dengan “perjuangan” kraton. Tetapi juga punya keterbatasan seperti media publik lain, mengingat “berdiri” di luar kraton.

Karena berada pada frekuensi yang sama dalam “perjuangan” mengawal pengusulan gelar Pahlawan Nasional untuk PB XII, maka iMNews.id juga berkomitmen untuk mengawal “kepedulian” dan “keikhlasan” Senat FT UST/Unsarwi selaku “aktor intelektual” pengusulnya. Karena ada proses intensif yang harus dilalui tim pengusul, yang dimulai dari audiensi ke kraton.

Proses berikut adalah saat tim pengusul hadir pada pisowanan ritual “Malem Selikuran” (Kamis, 20/3), berlanjut ke forum kuliah Studium Generale untuk mendapatkan naskah akademik, Senin (28/4). Puncak prosesnya yaitu saat tim mendaftarkan usulan gelar ke Kantor Dinas Sosial Pemkot Surakarta, Senin (6/5), yang dipimpin Dekan FT UST, Dr Iskandar Yasin. (Won Poerwono – bersambung/i1)