Momentum Tepat untuk Melempar Banyak Sinyal Guna Konsolidasi dan Penguatan Kraton
IMNEWS.ID – SEDIKITNYA dalam dua kali kesempatan pisowanan yaitu pada upacara adat hajad-dalem “Malem Selikuran” dan pertemuan saat ritual “Nyadran” di bulan Ruwah, Gusti Moeng sudah beberapa kali melempar isyarat ada hal sangat penting akan diumumkan. Isyarat itu terakhir diulang saat menggelar khataman Alqur’an di Bangsal Smarakata, Rabu malam (26/3).
Inti dari isyarat yang dilempar itu, adalah pengumuman tentang pertemuan yang diberi juduel “Ultah Sewindu Istana Mataram”. Ulang tahun sebuah komunitas bernama “Istana Mataram”, yang diibaratkan sebuah perahu kecil atau “skoci” yang biasanya tersedia banyak di sebuah kapal besar, untuk persiapan penyelamatan kalau ada bahaya besar di tengah laut.
Sebagai ilustrasi, “Istana Mataram” sewindu lalu lahir diinisiasi beberapa perempuan yang dipimpin Gusti Moeng yaitu kakak dan adik sekandung, ditambah GKR Timoer Rumbai, KGPH Hangabehi, KPH Edy Wirabhumi dan sejumlah sentana-dalem dan abdi-dalem setia. Kelahirannya akibat kraton mengalami “kerusuhan” atau “insiden mirip operasi militer”, 15 April 2017.

Momentum peristiwa ultah “skoci” penyelamat itu sangat penting, karena langkah antisipasif itu ikut memberi semangat upaya mencari “keadilan” yang dilakukan Gusti Moeng bersama seluruh jajaran “Bebadan Kabinet 2004”. Upaya itu harus ditempuh selama 6,5 tahun melalui proses hukum, yang akhirnya menghasilkan capaian yang melegakan dan menggembirakan.
Capaian itu, adalah kembalinya eksistensi Lembaga Dewan Adat (LDA) sebagai wadah perwakilan trah darah-dalem Sinuhun PB I – PB XIII sebagai lembaga yang sah, resmi dan final sesuai hukum yang berlaku di Tanah Air. Keabsahannya diperoleh dengan putusan Mahkamah Agung (MA) RI dan eksekusi putusan MA yang dilakukan tim eksekusi Panitera (PN) Surakarta, 8 Agustus 2024.
Dengan pengembalian posisi dan eksistensi LDA sebagai pengelola yang sah dan resmi atas Kraton Mataram Surakarta beserta seluruh aset-asetnya, juga memberi konsekuensi hukum lain ke kanan dan kiri. Yaitu, semua produk lembaga pengelola kraton di luar LDA antara 15 April 2017 hingga 17 Desember 2022, secara otomatis sudah tidak berlaku atau gugur demi hukum.

Seperti yang disebut dalam “surat klarifikasi media” yang diterbitkan Gusti Moeng selaku Pangarsa LDA pada Rabu (26/3), ada beberapa “produk kebijakan” di luar LDA (lembaga Sinuhun PB XIII-Red) yang secara otomatis tidak berlaku atau gugur. Beberapa hal penting yang selama 6 tahun telah “mengecoh” keyakinan publik itu, menjadi materi konferensi pers tim hukum LHKS.
Baik melalui konferensi pers yang diikui lebih 20 wartawan berbagai media “mainstream” maupun dikirim langsung ke alamat beberapa kantor redaktur media itu mulai Rabu (26/3) itu, disebutkan bahwa kraton tidak memiliki Pengageng Sasana Wilapa selain Gusti Moeng. Begitu juga, tidak pernah memiliki lembaga Pengageng Parentah Kraton yang dijabat “Pangeran DK”.
Dua hal penting berikut yang menjadi konsekuensi hukum atas putusan peninjauan kembali (PK) MA RI itu (iMNews, 26/3), menegaskan bahwa nama “GKR Pakubuwono” dan “putra mahkota” Pangeran Adipati Anom tidak berlaku. Munculnya dua fenomena yang telah “mengecoh keyakinan publik” seolah-olah benar adanya, “dibersihkan” dengan surat klarifikasi media dari LDA.

“Kraton selama Sinuhun PB XIII tidak pernah punya permaisuri dan belum pernah mewisuda putra mahkota. Oleh sebab itu, GKR Pakubuwono (XIII) dan Pangeran Adipati Anom tidak pernah ada, setidaknya sejak 2004 hingga sekarang atau sejak 2017 hingga sekarang. Kalau ada, itu di luar jangkauan kewenangan (otoritas) kraton (LDA) dan bukan atas nama/untuk kraton”.
“Butuh waktu 6,5 tahun untuk berjuang mendapatkan penetapan berdasarkan putusan hukum tertinggi di Indonesia, yaitu putusan Mahkamah Agung itu. Dulu kraton selalu kalah dalam setiap sengketa hukum dengan berbagai pihak. Setelah LDA berbadan hukum, kita bisa menghadapi proses hukum dan memenangkannya,” ujar Gusti Moeng di dua kesempatan terpisah.
Apa yang diungkapkan Gusti Moeng di dua kesempatan dan gua persoalan berkait itu, sebenarnya merupakan bentuk perjalanan kronologis kraton dalam menghadapi semua tantangannya, untuk eksis dan bertahan sampai akhir zaman. Selain itu, melalui perjuangan di bidang hukum itu, sedikit demi sedikit bisa mengembalikan harkat, martabat dan kewibawaan kraton.

Dengan mencermati beberapa peristiwa di atas, jelas ada beberapa isyarat penting tentang upaya mengatasi tantangan yang selama ini “membelenggu” kraton. Dengan penegasan soal legal standing LDA, bisa “menebang habis” tumbuhnya “fenomena liar” yang sangat tidak rasional, tetapi telah membentuk opini dan “mengecoh keyakinan publik” sebagai hal yang benar.
Selain dua hal itu, ada sebuah isyarat dilempar dari momentum ultah sewindu “Istana Mataram” itu, yaitu soal organisasi Pakasa. Di forum yang sama dengan tahun 2024, KPH Edy Wirabhumi kembali menyinggung soal perlunya evaluasi dan tata-ulang organisasi Pakasa, dari tingkat Punjer hingga cabang di berbagai daerah dalam waktu secepatnya demi kesehatan organisasi.
Selain itu, Pangarsa Pakasa Punjer sekaligus Pimpinan Eksekutif LHKS itu kembali menyinggung soal peluang memimpin Pakasa Punjer yang akan diserahkan kepada KGPH Hangabehi. Di forum itu disebutkan, Sinuhun PB XIII tidak punya permaisuri dan hanya punya dua putra lelaki, sebaiknya Gusti Behi (KGPH Hangabehi) mengajak adik lelakinya untuk latihan “bekerja”. (Won Poerwono-bersambung/i1)