Abdi-dalem Prajurit, Aset Ikonik Mahal, Simbol Kebesaran Mataram Surakarta (seri 10 – habis)

  • Post author:
  • Post published:April 23, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Abdi-dalem Prajurit, Aset Ikonik Mahal, Simbol Kebesaran Mataram Surakarta (seri 10 – habis)
KAYA-RAYA : Nama Sinuhun PB X belakangan sering di medsos sebagai Raja yang paling "kaya-raya", karena punya mobil produk pertama dunia dari pabrik Chrysler. Dia adalah pemilik bregada prajurit paling banyak pada zamannya, yang kini jadi aset pertunjukan paling "mahal" milik kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Di Tengah Bayang-bayang PD I dan II, Sinuhun PB X “Belanja” Hankam Jadi 16 Bregada

IMNEWS.ID – DALAM perjalanan sejarah khusus masalah keprajuritan di Kraton Mataram Surakarta, baik catatan yang ditemukan KRT Darpo Arwantodipuro maupun Serat Radya Laksana yang ditemukan KP Budayaningrat, menunjukkan data bahwa zaman Sinuhun PB X merupakan puncak pencapaian. Karena, pada era Raja ini, pos “belanja” Hankam terbanyak, sampai 16 bregada prajurit.

Dari catatan kedua abdi-dalem yang bertugas di dua lembaga terpisah di kraton itu, tidak menyertakan atau memunculkan data alasan mengenai kebutuhan jumlah pos “belanjanya”. Tetapi, pos belanja Hankam di “APBN” masing-masing Raja ketika memimpin Negara Mataram secara berurutan dari periode ke periode waktu itu, pasti memiliki alasan rasional sendiri.

Beberapa alasan rasional yang melatarbelakangi Sinuhun PB X (1893-1939) meningkatkan pos belanja Hankam dengan melipat-gandakan jumlah bregada prajurit menjadi 16, pertama adalah kekuatan ekonomi. Era PB X menempatkan kraton mencapai puncak kekuatan ekonomi karena sumber daya keuangan (SDK), aset-aset industri dan sumber-sumber pendapatan negara mengalir deras.

Beberapa sumber pendapatan yang mengalirkan SDK, adalah aset industri 159 pabrik gula (PG) yang hampir semuanya ada di pula Jawa, pabrik karung goni, perkebunan teh, kerjasama pengelolaan kereta api, sewa tanah dan sebagainya. Soal industri gula, Ketua Lokantara Pusat (Jogja) Dr Purwadi sudah mencatat dalam buku berjudul, Ensiklopedi Pabrik Gula Nasional.

PUNYA 159 PG : Salah satu sumber keuangan Kraton Mataram Surakarta pada zaman Sinuhun PB X, karena punya 156 pabrik gula (PG), sehingga bisa membiayai seluruh kebutuhan negaranya dengan baik, termasuk 16 bregada prajurit. Kini, PG itu tak satupun dimiliki kraton, karena habis “dijarah”. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Karena puncak pencapaian secara ekonomi dalam sepanjang sejarah Mataram Surakarta mulai dari Panembahan Senapati hingga Mataram Plered dan Mataram Kartasura baru terjadi pada era Sinuhun PB X, makam Raja ini dikenal paling “kaya-raya”. Sinuhun “ingkang wicaksana lan minulya” ini dicatat sebagai pemilik produk mobil pertama di dunia, dari pabrik Chrysler.

Dalam posisi puncak pencapaian kekuatan secara ekonomi itu, tidak aneh kalau PB X bisa meningkatkan pos belanja Hankamnya, yang salah satunya menambah jumlah bregada prajurit yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan situasi dan kondisi saat itu. Salah satunya kebutuhan penanganan tindak-kejahatan atau penegakan hukum yang mulai jadi trend dunia.

“Jadi, karena belum ada lembaga kepolisian, atau mungkin konsep lembaga penegakan hukum belum sampai ke Nusantara, maka fungsi itu dilakukan oleh aset prajurit. Di antara Bregada Prajurit yang difungsikan sebagai polisi, adalah Prajurit Darapati dan Jaya Sura. Tetapi, kraton punya ruang bernama Bangsal Sidikara, tempat menyidik para pelanggar hukum”.

“Bangsal itu juga dilengkapi dengan ruang tahanan di dekatnya. Ada fasilitas sumur timba seperti tahanan di pusat-pusat lembaga penegak hukum sekarang ini. Bangsal Sidikara itu, sekarang menjadi Bangsal Kusuma Wandawa, yaitu tempat wisuda para sentana-dalem. Di situ juga lengkap dengan perkantoran petugas administratifnya,” ujar KP Budayaningrat.

KOMANDAN KAVALERI : KPH Poerbonagoro adalah “Manggala” (Komandan) Bregada Prajurit Kavaleri milik Kraton Mataram Surakarta di zaman Sinuhun PB X. Kraton juga punya prajurit artileri dan invanteri yang simbol-simbolnya banyak dicontoh prajurit TNI zaman republik. (foto : iMNews.id/Dok)

Ilustrasi di atas adalah contoh kebutuhan yang berkembang sesuai situasi dan kondisi tatanan dunia saat itu, yang lebih banyak dipengaruhi dari negara-negara Eropa dan Asia muka/depan. Tetapi, ada alasan rasional lain sebagai hasil analisis terhadap situasi dan kondisi saat Sinuhun PB X jumeneng nata, yaitu bayang-bayang perang dunia (PD) I dan II yang terjadi.

Perang dunia yang sedang berkecamuk saat itu, PD I (1914-1918) dan PD II (1939-1945) yang sampai merembet ke Asia Tenggara, jelas sangat “menghantui” dan menjadi potensi ancaman bagi “negara” Mataram Surakarta. Maka, menjadi sangat rasional ketika Sinuhun PB X melipatgandakan “belanja” Hankamnya menjadi 16 bregada prajurit selama tahtanya (1893-1939).

Pos belanja Hankam yang ditingkatkan dan mungkin mengalihkan dari pos belanja lain untuk dipusatkan ke Hankam, tak hanya meningkatkan jumlah bregada prajurit. Tentu dilengkapi pula dengan belanja logistiknya, baik amunisi, gaji, persenjataan dan perlengkapan lain. Salah satu contoh daya dukung prajurit yang difungsikan untuk perang, adalah Prajurit Sarageni.

Di zaman Sinuhun yang terkenal kaya-raya ini, 16 bregada prajurit dan kelengkapan sistem Hankamnya sesuai standar, tentu dicukupi belanja rutin rumah-tangga bregada, termasuk gaji prajuritnya. Dan karena nama Bregada Prajurit Sarageni (Soroh -geni) menempati posisi paling strategis, di zaman PB X bregada ini menjadi prajurit di urutan pertama dari 16 bregada.  

DODOT 5 METER : Bregada Prajurit Sarageni menjadi prajurit “paling mahal” unsur-unsur estetika pertunjukannya, karena untuk berdandan memperagakannya butuh kain batik untuk “dodot” sepanjang 5 meter, selain kostum atasan dan bawahannya. Proses berdandan, jadi lebih lama dibanding prajurit lain. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Berikut adalah Bregada Prajurit Nirbaya yang menurut kesan KP Budayaningrat, dikenal sebagai prajurit tak mengenal takut. “Adanya cuma berani dan berani. Maju, terjang, libas tuntas. Tak ada kata takut atau mundur. Sudah luka, tetap maju terus. Mereka sudah tidak menghiraukan bahaya apapun ketika sudah maju dan di tengah peperangan,” ujar KP Budayaningrat.

Kemudian Bregada Prajurit Brajanala yang berjaga di luar pintu Kori Kamandungan seperti yang terlihat sampai sekarang, dulu berjaga di Kori Brajanala, pintu masuk ke kraton. Sedangkan Prajurit Wisamarta, adalah prajurit yang punya keahlian “mengisap” atau menetralkan dari racun yang berjaga di dalam Kori Kamandungan, dan tak terlihat dari luar.

Kalau Bregada Sangkragnyana, adalah prajurit terpilih yang punya tingkat kewaspadaan tinggi yang berjaga di Kori Sri manganti Lor dan Kidul. Berikut adalah Bregada Prajurit Kanoman yang tak ada penjelasannya dari dua catatan yang muncul. Kemudian Prajurit Martalulut, yang berjaga di sebuah bangsal yang ada kompleks Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa.

Berikutnya Bregada Prjurit Singanagara, Prajurit Priyantaka, Sarasedya, Panyutra, Waudara, Mandung, Miji Pinilih, Tan Astra dan Bregada Prajurit Nerangbaya. Dari 16 nama nregada prajurit itu, memang kini sudah tak ada karena tinggal 9 bregada. Tetapi, banyak di antaranya yang hingga kini masih dikenal sebagai nama kampung di berbagai sudut Kota Surakarta.

PALING MAHAL : Pertunjukan defile prajurit Kraton Mataram Surakarta bisa menjadi seni pertunjukan paling mahal, jika estetika citra visual yang ditampilkan terpenuhi keragaman komposisi bregada, jumlah personel dan ragam warna kostumnya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Misalnya, kampung Sorogenen yang dulu menjadi asrama prajurit Sarageni. Kemudian kampung Mijipinilihan dan Kelurahan Jayatakan yang berdekatan, dulu adalah lokasi asrama prajurit Miji Pinilih dan Jaya Tan Antaka. Kampung Patangpuluhan yang dulu menjadi asrama Prajurit Patangpuluh (40), dan kampung Kalurahan Jayengan dulunya markas prajurit Jayeng Astra.

Nama bregada prajurit yang diabadikan menjadi nama kampung, lembaga kelurahan atau lainnya, adalah cara bijak dalam menghargai sejarah asal-usul sesuai yang dikehendaki Bung Karno dalam pesan “Jasmerah”. Tetapi, kalimat “Jangan sekali-kali melupakan Sejarah”, kini tinggal kata-kata kosong nyaris tanpa makna, meski para pemimpin NKRI mayoritas para “pemujanya”. (Won Poerwono – habis/i1)