Zaman Sinuhun PB II di Kartasura, Jadi Era Dimulainya “Pengembangan” Prajurit
IMNEWS.ID – DATA yang ditemukan KRT Darpo Arwantodipuro (penanggungjawab pengelolaan prajurit kraton) dari sebuah naskah di Sasana Pustaka menyebutkan, bahwa zaman Sinuhun Paku Buwana (PB) II saat jumeneng di Kraton Mataram Islam Ibu Kota Kartasura, menjadi catatan penting soal tata-laksana keprajuritan. Zaman itu disebut era dimulainya pembagian golongan.
Dari catatan yang sudah dialih-aksara disebutkan, prajurit yang menempati posisi paling depan adalah “Bregada Musik yang fungsinya memberi aba-aba dimulainya “perang”. Namun dalam catatan itu juga dijelaskan, pada zaman-zaman kemudian yang bisa diartikan tak ada perang atau suasana damai (setelah Sinuhun PB III), Bregada Musik hanya untuk iringan defile.
“Data itu saya peroleh di Sasana Pustaka. Saya sempat ke sana beberapa hari lalu, begitu ada (iMNews.id) yang bertanya soal itu. Naskah yang sudah dialih-aksara ada di sana. Naskah aslinya yang memakai huruf Jawa, ya masih di sana. Tapi kok lupa mencatat judul naskahnya ya,” ujar KRT Darpo Arwantodipuro yang mengirim dua halaman naskah itu ke iMNews.id.
KRT Darpo adalah satu-satunya abdi-dalem staf kantor Sasana Wilapa yang kini ditugasi mengelola aset prajurit secara administratif. Dia juga memiliki kemampuan membaca naskah kuno yang berkit dengan keprajuritan dan juga “lampah-lampah” (tahapan-Red) seseorang “putra mahkota” di kraton, menjalani proses menuju jumenengan nata sebagai “raja” tahun 2004.

Berbeda bidang tugasnya dengan KP Budayaningrat, tetapi keduanya juga memiliki kapasitas kemampuan di bidang pemahaman naskah-naskah kuno tentang sejarah kraton dan Budaya Jawa. Tetapi, Dewan Penasihat Persatuan Pambiwara Republik Indonesia (Pepari) itu, menjadi “dwija” di Sanggar Pasinaon Pambiwara yang banyak menguasai pengetahuan dan praktisi Budaya Jawa.
KP Budayaningrat sebelumnya menunjukkan, sampai di zaman Sinuhun PB X didapati pencatatan yang menyebut Kraton Mataram Surakarta memiliki 16 golongan/jenis prajurit (iMNews.id, 16/4). Itu merupakan perkembangan terakhir sekaligus mencapai puncaknya dari data aset prajurit zaman Sinuhun PB II hanya sebanyak 10 bregada/golongan, tetapi kini tinggal 9 bregada.
Bregada Musik berseragam prjaurit Tamtama (1) yang disebut berada di urutan pertama dalam naskah era Sinuhun PB II, diikuti Prajurit Tamtama (2) yang dijelaskan menjadi prajurit yang bertanggungjawab langsung keselamatan Raja. Berikut adalah Prajurit Jayengastra (3), yaitu bregada yang mempersiapkan persenjataan bagi semua bregada termasuk prajuritnya.
Kemudian Bregada Prajurit Prawiraanom (4) yaitu prajurit artileri penunggang kuda, bersenjatakan pedang untuk melakukan penyergapan jarak-jauh. Sama-sama prajurit penunggang kuda, tetapi beda dengan prajurit Kavaleri milik Kadipaten Mangkunegaran. Karena menurut KP Budayaningrat, Mataram Surakarta punya prajurit berkuda bersenjata bedhil dan pedang.

Berikut Prajurit Jayasura (5), adalah bregada pasukan yang mobilitasnya berjalan kaki dan bersenjatakan pedang. Bregada ini bertugas patroli di perbatasan Ibu Kota “negara” Mataram. Pasukan ini menjadi pertahanan nadal di ring “Kuthanagara” atau “Kuthagora” atau ring luar. Sedangkan Prajurit Darapati (6), adalah bregada yang memperisapkan logistik perang.
Dalam kajian sejarah Dr Purwadi, Bregada Prajurit Darapati mendapat tugas pengawalan Sinuhun Amangkurat Jawi dan putranya (calon Sinuhun PB II) saat menghadiri peresmian terusan Suez di Mesir. Sedangkan KP Budayaningrat menemukan data dari Serat Sri Radya Laksana yang menyebut, Bregada Prajurit Darapati pernah bertugas mengawal aktivitas permaisuri Raja.
Bregada Prajurit Baki (7) yang dari kostum “kebesaran” terlihat mengenakan baju lengan panjang merah dan bawahnya seperti sarung biru, dalam naskah yang ditemukan KRT Darpo Arwantodipuro adalah pasukan yang ditempatkan pada beberapa titik strategis di dalam “kedhaton”. Bregada ini hanya bersenjata tombak dan “klewang”, jauh dari kesan nama “Kecamatan Baki”.
Namun “Kecamatan Baki” di Kabupaten Sukoharjo sejak era republik, seolah-olah tak memiliki riwayat masa lalu yang penting dan menarik. Tetapi, hingga kini hanya dikenal sebagai penghasil batu bata merah dan kuliner nasi liwet. Padahal, kajian sejarah Dr Purwadi menyebutkan, Baki pernah jadi sentra kuliner sejak era Sinuhun PB II “Raja” Kraton Mataram Kartasura.

Kalau dua tokoh di atas sebelumnya memberi pengantar, bahwa tiap Raja yang jumeneng di Kraton Mataram Surakarta punya “selera” dan pertimbangan strategis berbeda-beda, termasuk kebijakan dalam Hankam. Sebab itu, temuan KRT Darpo tentang Bregada Prajurit “Sarageni” dari catatan zaman Sinuhun PB II, agak berbeda dengan data yang diungkap KP Budayaningrat.
Dari Serat Sri Radya Laksana sebagai pencatatan soal aset prajurit di zaman Sinuhun PB X yang diungkap KP Budayaningrat, Bregada Prajurit “Soroh-geni” atau “Sorogeni” (8), menempati urutan pertama sebagai prajurit yang “mengelola api” sebagai strategis dalam perang. Tetapi pada zaman Sinuhun PB II, prajurit itu disebut sebagai pasukan “pamungkas” dan “penuntas”.
Dalam catatan itu, Bregada Prajurit “Sarageni” dilukiskan diluksiskan sebagai prajurit yang rata-rata fisiknya lebih tinggi, besar dan tegap dibanding bregada prajurit lainnya. Bila benar demikian, ciri-ciri fisik itu mirip Bregada Prajurit Singanagara yang juga ada sejak zaman Kraton Mataram di Kartasura, tetapi tidak tersebut dalam catatan itu.
Kalau Bregada Prajurit Singanagara tak muncul di catatan yang diungkap KRT Darpo, tetapi di situ muncul Bregada Prajurit Jaya Tan Antaka (9) yang juga disebut Prajurit Jayataka”. Prajurit ini dikenal sebagai pasukan “berani mati” dan selalu menyamar, punya kecepatan bergerak sangat tinggi hingga mirip pasukan “siluman” dan dilengkapi senjata senapan (bedhil).

Dari catatan ini juga mengungkap adanya Bregada Prajurit Panyutra (10), yang terdiri dari prajurit yang diambil dari para wanita penari yang kemudian dibekali ketrampilan bela-diri. Prajurit yang disebut waktu itu selalu menyengkelit senjata “cundrik” di pinggang, baru disebut sebagai pasukan pengawal Raja pada Serat Sri Radya Laksana, di zaman Sinuhun PB X.
Lanjutan dari catatan aset prajurit di zaman Sinuhun PB II itu, masih ada yang melukiskan pada zaman Sinuhun PB III. yang jelas, ada perbedaan sedikit soal keberadaan prajurit Singanagara. Begitu pula, perbedaan fungsi dan tugas prajurit Sarageni. Dalam catatan itu juga tidak mengungkap soal jumlah personel masing-masing bregada, tetapi pasti ada datanya. (Won Poerwono-bersambung/i1)