Menara “Multi Fungsi” Bagi Sang Raja Mataram Surakarta
SURAKARTA, iMNews.id – Harus menunggu “kepedulian” sampai 20 tahun, akhirnya bangunan “Panggung Sangga Buwana” ikonik Kraton Mataram Surakarta mendapat giliran direnovasi. Kondisi menara pandang untuk keperluan sistem Hankam sekaligus meditasi Sang Raja Mataram itu, terakhir direnovasi tahun 2005 hanya perbaikan ringan dan penggantian materi yang parah.
Tahapan renovasi bangunan bersejarah yang menjadi cirikhas kraton dan ikon Kota Surakarta dalam bentuk ritual “donga wilijengan”, digelar di teras/topengan Maligi, Pendapa Sasana Sewaka, Kraton Mataram Surakarta, Rabu pagi (26/2) mulai sekitar pukul 09.00 WIB. Semua unsur jajaran Bebadan Kabinet 2004 dan utusan Kemenbud hadir pada ritual wilujengan itu.
“Donga wilujengan” yang digelar jajaran Bebadan Kabinet 2004, Rabu kemarin, dihadiri sekitar 50 orang dan dipimpin Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA). Menurut KPH Edy Wirabhumi selaku penanggungjawab perencanaan revitalisasi yang menyusun sebelum 2017, ritual kemarin itu hanya wilujengan, sebagai tahap dan syarat penting sebelum mulai bekerja.
Seperti diketahui, bangunan Panggung Sangga Buwana memang sudah beberapa kali mendapat sentuhan renovasi ringan atau kecil-kecilan dan yang terakhir terjadi di tahun 2005. Bersamaan itu, secara berurutan juga dilakukan renovasi di sejumlah bangunan lain yang dimulai sejak awal Bebadan Kabinet 2004 bekerja, bahkan secara parsial terjadi sebelum 2004.

Namun, renovasi menyeluruh sesuai grand design revitalisasi kraton yang sudah disusun secara lengkap oleh KPH Edy Wirabhumi bersama tim itu, sulit mendapatkan biaya dari pemerintah (APB) secara rutin dan sesuai kebutuhan. Karena, dari sejumlah banyak bangunan penting di kawasan sekitar 120 hektere itu, baru sekitar 60 persen yang direnovasi level ringan.
Termasuk, menara pandang “Sang Raja Mataram” yang bernama “Panggung Sangga Buwana” yang dibangun tahun 1782 pada masa jumenengnya Sinuhun PB III (1749-1788). Menara yang tahunnya tertulis dengan “Candra Sengkala” atau “Sengkalan Memet” berbunyi “Dara Muluk Tinitihan Jalma” yang menunjuk angka tahun 1782 (M) itu, baru mendapat sentuhan renovasi ringan.
“Radi hanya wilujengan. Belum ada penjelasan kapan akan dimulai. Kalau di kraton, sudah menjadi kebiasaan dan keharusan, kalau mau melakukan apa saja, apalagi pekerjaan renovasi, harus ada tahap ritual atau wilujengan. Itu syarat mutlak yang harus dipenuhi, tidak boleh dilanggar,” ujar Ir Suwadi, abdi-dalem yang banyak terlibat dalam pengawasan renovasi.
Seorang praktisi konstruksi bangunan itu Rabu kemarin juga mengikuti ritual donga wilujengan yang digelar Bebadan kabinet 2004 di topengan Maligi. Dia yang kembali dipercaya menjadi pengawas teknis yang mendampingi saat Menteri Kebudayaan Fadli Zon dua kali datang ke kraton, meninjau langsung kondisi dalam ruang Panggung Sangga Buwana, lantai demi lantai.

Menurut Ir Suwadi, renovasi yang dilakukan untuk Panggung Sangga Buwana tahun 2005, hanya mengganti bilah bahan kayu jati pada sebagian besar konstruksi menara, yang dianggap sudah parah dan membahayakan. Yaitu materi pada lantai dan pagar teras menara, yang saat ditinjau Menteri Fadli Zon, 23 Januari lalu, sudah mulai lapuk dan membahayakan jika disentuh.
Saat ditinjau Menteri Fadli Zon, putra mahkota KGPH Hangabehi mendampingi menaiki setiap tangga, meneliti setiap lantai dan mencermati pagar yang mengeliling teras di antara 6 lantai menara. Hasil pantauan tim yang mengikut menteri dan Ir Suwadi menyimpulkan, sebagian besar materi kayu, bahkan yang diganti tahun 2005, sudah mulai keropos, membahayakan.
Di tempat terpisah, KRMH Suryo Kusumo Wibowo, wayah-dalem Sinuhun PB XII sebagai tenaga BP3 yang ditempatkan di kraton menyatakan, sampai hari ini belum ada tindak-lanjut setelah “donga wilujengan” tanda dimulai pekerjaan renovasi, Rabu kemarin. Pihaknya juga belum mendapat pemberitahuan lebih-lanjut soal waktu dimulainya pekerjaan fisik renovasi itu.
KPH Edy Wirabhumi dalam wawancara sebelumnya pernah menyebutkan, konstruksi menara sebenarnya telah mengalami kemiringan condong ke arah timur beberapa derajat. Tetapi, konstruksi secara keseluruhan masih bisa berumur panjang, tetapi harus penuh kehati-hatian penggunaannya. Ir Suwadi menuturkan, materi kayu jati berkualitas seperti aslinya, sudah langka.

Hingga kini, belum ada pihak yang menjelaskan bantuan renovasi dari pemerintah itu senilai berapa dan melalui anggaran kementerian apa?. Begitu juga, mengenai status proyek itu apakah menempatkan semua otoritas di kraton secara utuh sebagai pihak penerima bantuan proyek, atau hanya salah satu pihak seperti posisi proyek Alun-alun Lor dan Alun-alun Kidul.
Proyek revitalisasi Alun-alun Lor dan Alun-alun Kidul, adalah contoh bantuan pemerintah (APBN) yang mengabaikan putusan MA mengenai posisi hukum Lembaga Dewan Adat (LDA), yang sah sebagai otoritas pengelola Kraton Mataram Surakarta. Tetapi, selesainya proyek Alun-alun Lor itu, tidak diserahkan kepada LDA, melainkan kepada pihak yang tak berhak secara hukum. (won-i1)