Esensi Tingalan Jumenengan, “Njumenengaken” Kagungan-dalem Pusaka Bedhaya Ketawang

  • Post author:
  • Post published:January 24, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:5 mins read
You are currently viewing Esensi Tingalan Jumenengan, “Njumenengaken” Kagungan-dalem Pusaka Bedhaya Ketawang
GLADEN TARI : Selama sepekan menjelang ritual tingalan jumenengan seperti yang baru saja lewat, tarian sakral Bedhaya Ketawang selalu disajikan rutin tiap malam di Pendapa Sasana Sewaka, sampai Rabu (22/1) malam. Latihan atau gladen tari itu juga merupakan rangkaian tatacara tahapan upacara tingalan. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Besok Upacara Adat Ulang Tahun Tahta Digelar, Bebadan Kabinet 2004 tak Mengundang Siapapun

SURAKARTA, iMNews.id – Sabtu, (25/1) besok tepat tanggal 25 Rejeb/Rajab Tahun Je 1958, Kraton Mataram Surakarta akan menggelar upacara adat tingalan jumenengan, yang tatacaranya dimulai pukul 09.00 WIB sampai selesai. Ritual merefleksi perjanjian antara Panembahan Senapati dengan Kanjeng Ratu Kencanasari itu, disajikan tarian sakral Bedhaya Ketawang.

Sajian tunggal tarian sakral yang hanya dimiliki Kraton Mataram Surakarta itu, akan diperagakan sembilan orang penari abdi-dalem “bedhayan” yang juga anggota Sanggar Pawiyatan Beksa, milik kraton. Tarian yang aslinya berdurasi 3 jam dan sudah diadaptasi Gusti Moeng selaku koreografernya, menjadi sekitar 90 menit untuk menyesuaikan perubahan saman.

SEPASANG GAMELAN : Sepasang gamelan pusaka KK Kaduk Manis dan KK Manis Rengga di teras Paningrat Kidul ini, besok akan menjadi iringan tarian sakral Bedhaya Ketawang. Sajian gendhing-gendhingnya, juga akan menjadi pemandu atau penanda urutan tatacara upacara adat tingalan-jumenengan sebagai pengganti fungsi MC. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Koreografer khusus tarian khas kraton yang bernama lengkap GKR Wandansari Koes Moertiyah itu, dalam beberapa kesempatan telah menegaskan bahwa upacara adat tingalan jumenengan, pada esensinya adalah “njumenengaken” Bedhaya Ketawang. Karena, tarian sakral itu adalah simbol lembaga Kraton Mataram Surakarta dan simbol Raja yang sedang jumeneng nata atau bertahta.

“Jadi, seandainya Sinuhun tidak bisa lenggah siniwaka di tengah pisowanan agung tingalan jumenengan, tari Bedhaya Ketawang yang digelar sudah sah mewakili atau menjadi representasi upacara adat, kelembagaan kraton dan figur Sinuhun. Karena, tarian itu adalah inti dari isi perjanjian antara Panembahan Senapati dengan Kanjeng Ratu Kencanasari”.

KK KANCIL BELIK : Gamelan Kanjeng Kiai (KK) Kancil Belik, kemarin sudah terpasang di Bangsal Pradangga Kidul untuk persiapan ritual tingalan jumenengan. Nanti malam, gamelan ini akan ditabuh menyajikan gendhing “Manguyu-uyu”, dan besok sebagai gamelan “pakurmatan” menyajikan gending Monggang Gedhe. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Oleh sebab itu, ketika upacara adat tingalan jumenengan digelar, sajian tari Bedhaya Ketawang menjadi pusat perhatian utamanya. Karena, esensi upacara dan kelangsungan Kraton Mataram Surakarta sampai eksis menempuh ratusan tahun hingga sekarang, ada dalam tarian itu. Lirik gendhing iringannya bisa dicermati, isinya menceritakan itu,” ujar Gusti Moeng.

Maka, lanjutnya dalam beberapa kali perbincangan dengan iMNews.id sebelumnya, hadir di “pisowanan” ritual tingalan jumenengan tidak diizinkan berulah seperti seolah-olah menyaksikan pertunjukan seni tari atau lainnya yang digelar di luar kraton. Dan untuk menjaga khidmat dan sakralnya upacara, Bebadan Kabinet 2004 tidak mengundang tamu khusus.

UNTUK PISOWANAN : Tenda tambahan di dekat topengan Maligi Pendapa Sasana Sewaka yang sudah terpasang sejak kemarin, akan digunakan untuk tempat pisowanan para abdi-dalem Pakasa cabang yang diperkirakan jumlahnya mendekati 600 orang. Sepuluh tahun lalu, pisowanan tidak sampai menambah alat peneduh, karena sudah cukup. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Hal tidak mengundang tamu secara khusus itu, membenarkan pernyataan yang disampaikan Wakil Pengageng Karti Praja, KPP Haryo Sinawung Waluyoputro, kemarin (iMNews.id, 23/1). “Bebadan Kabinet 2004” sengaja tidak mengundang berbagai pihak dari luar kraton, untuk menjaga jalannya upacara khidmat dan sakral, karena biasanya tamu undangan tak patuh aturan adat.

Sementara itu, berbagai persiapan untuk pelaksaan upacara adat itu sampai siang tadi sudah hampir seluruhnya selesai. Tenda peneduh tambahan di depan topengan Maligi dan teras Paningrat Lor, sudah terpasang. Gamelan Kiai Kancil Belik untuk sajian gedhing Manguyu-uyu, sudah disiapkan di Bangsal Pradangga Kidul, begitu pula gamelan iringan Bedhaya Ketawang.

TEMPAT DUDUK : Tumpukan kursi yang masih terkumpul di tenda tambahan dekat Paningrat Lor itu, disiapkan untuk tempat duduk para tamu yang sangat mungkin bukan abdi-dalem Pakasa. Padahal, Bebadan Kabinet 2004 tidak mengundang tamu dari luar kraton, karena semuanya duduk lesehan di lantai saat ritual tingalan berlangsung. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sepasang gamelan KK Kaduk Manis dan KK Manis Rengga, setelah dijamasi bersama sejumlah gamelan pakurmatan sekitar seminggu lalu, sudah terpasang di teras Paningrat Kidul Pendapa Sasana Sewaka. Gamelan itu yang akan mengiringi tarian sakral Bedhaya Ketawang dan memandu semua yang sowan untuk mengikuti tatacara pisowanan, dari awal hingga akhir, tanpa MC.

Di tempat terpisah, panitia mencatat sudah ada sedikitnya 25 cabang Pakasa akan mengirim utusannya hadir dalam pisowanan besok. Dari catatan itu, ada yang mengirim 4 orang, tetapi ada yang 93 orang, hingga total berjumlah 600-an orang. KRRA Panembahan Didik menyebutkan, 11 orang yang diajak akan berangkat dari Kudus nanti malam, agar pukul 09.00 WIB siap di kraton. (won-i1)