Event HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN Menjadi Catatan Sejarah, Eksperimen yang Berisiko (seri 4 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:December 21, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Event HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN Menjadi Catatan Sejarah, Eksperimen yang Berisiko (seri 4 – bersambung)
DI ALUN-ALUN : Sesampai di Alun-alun Lor mendekati panggung kehormatan Raja-raja anggota MAKN, barisan Pakasa Cabang Kudus dengan caping dan songsong yang sangat khas itu, masih bertugas menjaga mendung agar tidak jatuh menjadi hujan. Keris seberat 10-an kg masih masih rampak diacungkan tim pawang Kudus. (foto : iMNews.id/Dok)

Belum Tentu Bisa Terulang Lagi, Karena Event Gabungan Itu “Hanya Kebetulan”

IMNEWS.ID – PERINGATAN HUT ke-93 Pakasa di tahun 2024, dengan segala kelebihan dan kekurangannya sudah terwujud. Partisipasi kalangan Pakasa cabang dari berbagai daerah masih tergolong tinggi, meskipun ada yang sekadar “setor muka”. Itu masih lebih baik dari pada yang sudah tidak terdengar suaranya dan menghilang dari peredaran, sejak kepengurusannya ditetapkan Punjer.

Berbagai kegiatan sampai puncak peringatan HUT Pakasa, biasanya berpijak dari tanggal kelahiran yang diperingati, yaitu tanggal 29 November. Ini juga menjadi kebiasaan perkumpulan, apapun termasuk partai politik ketika memperingati ulang tahunnya. Tetapi pada zaman Orde Baru, peringatan ultah parpol, apalagi yang berkuasa, bisa dilakukan sepanjang tahun.

TABUH GONG : Gusti Moeng dan Sekjen DPP MAKN Bunda Yani Kuswo mengacungkan alat tabuh gong sebelum memukul instrumen gamelan itu, sebagai tanda dimulainya suguhan seni para kontingen Pakasa cabang dan anggota MAKN di halaman Pendapa Pagelaran pada HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN, 14-15 Desember. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Event peringatan HUT Pakasa di Punjer yang berkedudukan di Kraton Mataram Surakarta yang berada di Kota Surakarta, tentu menjadi agenda yang sudah dinanti-nanti kalangan Pakasa cabang. Posisi urgensinya bahkan bisa sederajat dengan keharusan kalangan abdi-dalem Pakasa dari berbagai daerah yang luas itu, wajib “sowan” di saat kraton menggelar upacara adat penting.

Di sisi lain, ada kabar event Festival Seni Budaya Kraton Nusantara (FSBKN) agenda para Raja anggota DPP MAKN akan digelar di Surakarta. Kabar yang datang sekitar 2 bulan sebelum Pilkada serentak itu, memberi informasi soal skenario format HUT Pakasa.
Akhirnya dipastikan, HUT Pakasa diundur untuk menyukseskan FSBKN sebagai sajian event gabungan yang digelar 14-15 Desember.

PAKASA TRENGGALEK : Didomonasi usia muda, barisan kontingen Pakasa Cabang Trenggalek pimpinan KRAT Seviola melintas di Jalan Slamet Riyadi, dalam kirab budaya puncak peringatan HUT ke-93 dan FSBKN MAKN 2024 menempuh rute Taman Sriwedari – Pendapa Pagelaran sasana Sumewa, Sabtu (14/12). (foto : iMNews.id/Dok)

Soal event FSBKN agenda MAKN yang “tiba-tiba” dipindah ke Surakarta dan menjadikan Kraton Mataram Surakarta sebagai tuan rumahnya, dari awal sudah dijelaskan KPH Edy Wirabhumi (Ketua Umum DPP MAKN/Pangarsa Pakasa Punjer). Kalangan anggota MAKN-lah yang menghendaki FSBKN dipindah dari Kabupaten Ende, akibat keluarga kesultanan (tuan rumah) menjadi konstestan Pilkada.

Organisasi MAKN baru sekitar 5 tahun berdiri, meskipun sebelumnya ada FKIKN yang sudah berkiprah sejak 1995 dan FSKN eksis beberapa tahun sebelum lahir MAKN. Tetapi, dalam sepanjang perjalanan FKIKN dan MAKN, sebelumnya tidak pernah menjadi mitra kenalan organisasi Pakasa. Apalagi, organisasi “kawula” mungkin hanya dikenal dan hanya dimiliki Kraton Mataram Surakarta.

CAPING UNIK : Barisan kontingen Pakasa Cabang Kudus yang dipimpin Mayor CBA (TNI) Agus sebagai “manggala”, memperlihatkan atribut pelengkap kostum yang unik, yaitu “caping” dalam desain berbeda selain songsong susun yang menjadi simbol ikoniknya saat mengikuti kirab puncak HUT ke-93 pakasa dan FSBKN 2024, Sabtu (14/12). (foto : iMNews.id/Dok)

Dari berbagai sumber yang pernah dihimpun iMNews.id, baru Kraton Mataram Surakarta yang tercatat dalam sejarah Mataram khususnya Surakarta, memiliki organisasi wadah para “kawula” atau rakyat atau abdi-dalem sebagai pilar penting berdirinya Kraton Mataram (Islam) Surakarta. Belum pernah ada informasi sejarah yang muncul, kraton-kraton lain memiliki lembaga rakyat.

Dengan data dan fakta yang mendekati realitas kebenarannya soal itu, ketika dianalisis lebih lanjut, tentu wajar/pantas bahwa kalangan lembaga masyarakat adat kerajaan selain Kraton Mataram Surakarta, tidak pernah mengenal adanya “kawula” atau rakyat atau “abdi-dalem” miliknya yang berserikat mendirikan organisasi secara khusus yang kurang lebih seperti Pakasa.

NGAWI DAN PONOROGO : Para penari Jathilan cantik massal menjadi suguhan menarik dari Pakasa Cabang Ngawi dan cabang Ponorogo, yang dinikmati para Raja dan utusan anggota MAKN yang menggelar FSBKN bersama HUT ke-93 Pakasa di halaman Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Sabtu (14/12). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Jangankan kerajaan-kerajaan di luar Jawa, Kraton Jogja yang masih dekat di wilayah anggota Catur Sagatra keturunan Dinasti Mataram, belum pernah ada data yang menyebut punya serikat abdi-dalem atau organisasi “kawula”. Itu termasuk Kadipaten (Pura) Pakualaman, tetapi berbeda dengan Kadipaten (Pura) Mangkunegaran, yang punya Himpunan Kerabat Mangkunegaran (HKMN).

Dari data yang muncul, HKMN baru terbentuk pada zaman KGPAA Mangkunagoro (MN) VIII yang punya orientasi visi dan misi agak berbeda dengan Pakasa yang sudah lahir di tahun 1931. Perbedaan itu karena Pakasa lahir untuk merintis demokratisasi dan lahirnya negara baru (NKRI), sementara HKMN lahir setelah NKRI dan baru tampak “gejolaknya” di tahun 1988-1992.

TARIAN UNIK : Pakasa Cabang Trenggalek punya sajian kesenian tari yang unik, karena di antara atraksi perang antara Gatutkaca dan raksasa berwajah ksatria, diikuti beberapa penari topeng khas Trenggalek. Sajian itu disuguhkan pada puncak HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN 2024 di halaman Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Sabtu (14/12). (foto : iMNews.id/Dok)

Eksistensi Pakasa memang menjadi “Raw model” bagi keraton-keraton dan “kadipaten” lain sekelas Mangkunegaran dan Pakualaman. Seandainya kini akan dibentuk, untuk keperluan apa? Mengingat, organisasi Pakasa yang berkembang pesat saat ini, bukan Pakasa yang dibutuhkan Sinuhun PB X untuk “melahirkan” NKRI, tetapi Pakasa “reborn” yang sudah punya wajah, visi dan misi baru.

Pakasa yang berulang tahun ke-93 tanggal 29 November itu, adalah elemen Kraton Mataram Surakarta yang sudah berubah orientasi dan paradigma yang dihadapinya. Sampai sejauh ini, Pakasa baru dalam proses bertransformasi menuntaskan perwujudan wajah barunya, sebagai bagian dari lembaga masyarakat adat kraton yang juga sedang berproses transformasi menyesuaikan perubahan.

MANGGALA PLETON : Tiga “manggala pleton” dari Bregada Prajurit Nguntara Praja dan Prajurit Korsik Sura Praja Pakasa Sabang Jepara, sempat berfoto bersama RT Sahroni (Bendahara Pakasa Cabang Pati) di Plasa Taman Sriwedari sebelum masuk barisan kontingen masing-masing, mengikuti kirab menuju Pagelaran Sasana Sumewa, Sabtu (14/12). (foto : iMNews.id/Dok)

Dengan eksistensi dan profil perjalanan masing-masing, menjadi jelas posisi Kraton Mataram Surakarta, Pakasa dan MAKN. Yang intinya, Pakasa adalah elemen milik kraton yang belum tentu bisa dipahami eksistensinya di mata kraton-kraton lain anggota MAKN. Karenanya bisa dipahami pula, jika antara Pakasa “reborn” dan kraton-kraton lain anggota MAKN sama-sama merasa asing.

Dengan fakta-fakta seperti itu, bisa dipahami jika pertemuan kalangan Pakasa cabang dengan para anggota MAKN pada HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN 2024, disebut sebagai “perkenalan” tanpa bekal referensi apapun dan sosialisasi ideal sebelumnya. Event ini, sulit terulang menjadi proses perkenalan ideal lebih lanjut, karena hanya “kebetulan” dan bukan menjadi agenda keduanya. (Won Poerwono – bersambung/i1)