Tak Bisa Dipasangi Papan Nama, “Pemilik Makam” Khawatir Merugikan Bisnis Kos-kosan
KUDUS, iMNews.id – Sejak “dikembalikan” oleh seseorang yang diduga membuat terompet Mbah Glongsor “ketelisut” selama sekitar setahun (iMNews.id, 5/11), makam pemilik terompet yang aslinya bernama KRT Prana Kusumadjati semakin banyak diziarahi. Peningkatan pengunjung tak hanya di luar hari libur, frekuensi dan jumlah rombongan juga semakin banyak.
KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro meyakini, peningkatan frekuensi dan jumlah peziarah itu karena terompet bersejarah peninggalan Mbah Glongsor, prajurit di zaman Kraton Mataram di Ibu Kota Kartasura itu, telah “dikembalikan”. Kabar “kembalinya” terompet tersebar luas dari mulut ke mulut dan iMNews.id yang disebar via medsos (IG, FB, twitter).
“Saya yakin, selain dari mulut ke mulut oleh warga Desa Rendeng terutama Rendeng Wetan Ekapraya, juga karena iMNews.id. Karena, iMNews.id disebar melalui instagran (IG), facebook (fb) dan twitter beberapa keluarga besar saya. Termasuk saya sendiri dan para santri tiga Majlis Taklim yang saya asuh. Maka tidak aneh, kabarnya cepat tersebar luas sampai jauh”.
“Hanya selisih empat hari setelah berita ini dimuat di iMNews.id, ada rombongan 16 orang dari (Kecamatan) Prabumulih, Kabupaten Muara Enim (Sumsel) datang berziarah ke makam Mbah Glongsor. Sebenarnya rombongan ingin bertemu saya. Tetapi di rumah sedang ada tamu. Abdi-dalem juru-kunci yang menemani mereka,” ujar KRA Panembahan Didik menjawab iMNews.id.
Hasil dialog yang dilakukan abdi-dalem juru-kunci makam, MNg Afif Adi Prasetyo, rombongan tamunya dari Sumatra Selatan
itu adalah keturunan Jawa, yang rata-rata sudah berusia di atas 50 tahun. Mereka adalah anak-anak keluarga pendatang yang sangat dimungkinkan adalah para transmigran yang berasal dari Kabupaten Klaten, Sukoharjo dan Kabupaten Boyolali.
Dari penuturan rombongan peziarah itu didapat informasi, kabar tentang terompet pusaka peninggalan Mbah Glongsor sering menyebar sampai wilayah Sumatra Selatan itu melalui berbagai media, khususnya iMNews.id. Dan berita apa saja yang tema sentralnya tentang Mbah Glongsor, selalu menjadi berita menarik dan menjadi perhatian masyarakat di sana.
“Saya malah mendapat cerita baru tentang nama Mbah Glongsor, setelah makam kedatangan rombongan dari Sumatra Selatan itu. Mereka jadi penasaran ingin berziarah, karena berita Mbah Glongsor yang diterimanya ada dua versi. Yaitu Mbah Glongsor dari Desa Sidorejo, Kabupaten Malang dan yang di sini. Mereka datang berziarah ingin meyakinkan versi Kudus”.
“Dan seperti yang saya yakini, bahwa nama Mbah Glongsor itu adalah nama samaran atau ‘wadanan’. Tetapi, para peziarah tidak tahu nama aslinya. Termasuk nama asli Mbah Glongsor di sini KRT Prana Kusumadjati itu. Dan yang menarik, Mbah Glongsor yang di sini mereka anggap beda dan aneh karena punya tinggalan terompet,” kutip KRA Panembahan Didik.
Ketua Pakasa Cabang Kudus yang juga Ketua Pamong Makam Mbah Glongsor itu juga menyebutkan, dari para peziarah itu didapat informasi bahwa Mbah Glongsor yang berasal dari Desa Sidorejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang (Jatim), namanya banyak dikenal tetapi identitasnya belum jelas apakah punya kaitan dengan sejarah Kraton Mataram Islam?.
Selain itu, Mbah Glongsor yang dikenal dari Jawa Timur itu punya nama besar Kyai Jabung, tetapi tidak punya warisan sejarah “terompet”. Sedangkan Mbah Glongsor yang makamnya di Kampung Rendeng Wetan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, punya “pusaka terompet” dan nama besar “Alap-alap Gilingwesi” seperti yang diabadikan dalam nama KRA Panembahan Didik.
Dengan meningkatnya arus peziarah di makam Mbah Glongsor, di satu sisi sangat menggembirakan karena efek ekonomis dan publisitas Kabupaten Kudus yang semakin meningkat. Tetapi, banyak peziarah yang sulit menemukan lokasi makam yang berada di tengah kampung Rendeng Wetan, gangnya sempit, tidak ada ruang parkir dan tidak ada papan nama atau petunjuk arah.
“Saya sudah merencanakan bikin papan nama permanen besar di mulut gang. Tetapi, Bu Gofur (pemilik tanah), tidak berkenan. Karena khawatir bisnis kos-kosan di rumahnya terganggu, kalau tahu di belakang rumah ada makam Mbah Glongsor. Jadi, ya sudah, mau gimana lagi. Kenyataannya ‘kan makam itu ada di dalam pekarangan hak miliknya,” ujar KRA Panembahan.
Dari satu sisi “kembalinya” terompet “pusaka” Mbah Glongsor diakui KRA Panembahan Didik “Alap-alap Glingwesi” Hadingaoro
memang menggembirakan, karena tujuan utama menyajikan kegiatan Pakasa cabang berupa event kirab budaya di tahun depan akan bisa diwujudkan kembali. Tetapi, di sisi lain ada potensi perkembangan menguntungkan yang justru “dikhawatirkan”.
Yaitu perkembangan tingkat kunjungan peziarah yang bisa menguntungkan secara ekonomis warga di sekitar makam, tetapi dikhawatirkan Nyonya Gofur pemilik tanah makam, karena bisa merugikan bisnis kos-kosannya. KRA Panembahan Didik mengaku belum mendapatkan solusi untuk itu, tetapi bisa diatasi kalau tanah hak milik Nyonya Gofur itu dibeli semua. (won-i1)