Mataram Surakarta, Kraton Pertama yang Memiliki Legal Standing Dalam Sistem Hukum Nasional (seri 5 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:October 18, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Mataram Surakarta, Kraton Pertama yang Memiliki Legal Standing Dalam Sistem Hukum Nasional (seri 5 – bersambung)
CABANG BERUNTUNG : Pakasa Cabang Kudus termasuk cabang yang beruntung memiliki KRA Panembahan Didik, figur ketua pengurus yang "sembada" hampir dalam segala hal, yang dibutuhkan untuk menjadikan Pakasa sebagai ujung tombak pelestari Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Mendesak Perlu, Saluran dan Forum Sosialisasi Tata-Tertib dan Disiplin Aturan Adat

IMNEWS.ID – Sanggar Paes dan Tata-Busana Pengantin Jawa gagrag Surakarta yang baru 4 tahun berjalan, organisasi Putri Narpa Wandawa yang “kurang bertenaga”, Sanggar Pawiyatan Dalang yang “mati suri” dan Sanggar Pawiyatan Beksa yang “sudah bersemangat”, sebenarnya berkompeten pula menjadi ujung tombak pelestari Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton.

Dengan melihat kondisinya, sederet nama lembaga dan organisasi di atas, terkesan memang belum disiapkan menjadi kanal untuk menampung animo masyarakat luas sebagai potensi pelestari Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton. Oleh sebab itu, beberapa lembaga ini boleh dipandang masih perlu melengkapi diri untuk menjadi ujung tombak dua kebutuhan di atas.

Tetapi melihat situasi dan kondisi Budaya Jawa dan kraton saat ini dan tantangan ke depan, beberapa lembaga di atas mendesak disiapkan agar menjadi ujung tombak yang bisa bekerja mandiri atau bersinergi dengan yang lain. Karena, kondisi Budaya Jawa sudah sangat kritis, masyarakat Jawa yang sudah tidak mengenal budayanya dan nasib masa depan kraton.

PERLU SOSIALISASI : KP Bambang S Adiningrat adalah figur Ketua Pakasa Cabang Jepara yang menyadari rata-rata kekurangan dan kelebihan warga dan pengurus Pakasa cabang di berbagai daerah, yang perlu mendesak mendapatkan sosialisasi soal tata-tertib dan disiplin aturan adat, khususnya dalam pisowanan di kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dua di antara tiga masalah di atas, yaitu Budaya Jawa yang kritis dan masyarakat Jawa yang sudah “pangling” budayanya, seperti dua sisi mata uang. Sedangkan, nasib kelangsungan masa depan kraton menjadi arah tujuan yang akan dicapai dari keberhasilan mengatasi permasalahan di dua sisi mata uang itu. Tetapi, setelah itu masih ada tujuan ideal lebih besar.

Karena permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan mendesak mendapatkan solusinya, maka menjadi tantangan besar bagi jajaran “Bebadan Kabinet 2004” untuk mengatasi kerja adat di internalnya. Terutama pekerjaan yang berkait dengan optimalisasi diri, grup, sinergitas, koordinasi dan distribusi peran serta daya dukung kuantitas dan kualitas SDM-nya.

Sampai pada jenis permasalahan yang terdeteksi dan menjadi “PR” di atas, jelas merupakan organ vital yang menggambarkan pada kecepatan berapa “KM/jam” kraton bisa bergerak?, bila diibaratkan sebuah bus besar. Ataukah, hanya sekadar mesin hidup bahkan menderu, tetapi diam di tempat? Atau bisa bergerak tetapi berat karena gangguan mesin, body dan sparepartnya?.

WILAYAH MATARAMAN : Pakasa Cabang Ponorogo dengan pimpinannya KP MN Gendut Wreksodiningrat (Ketua Cabang), menjadi daerah cabang yang beruntung. Karena, Kabupaten Ponorogo berada di wilayah Mataraman yang “dekat” dengan kraton walau tetap butuh sosialisasi soal tata-tertib dan disiplin aturan adat itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Hal bersinergi, berkoordinasi dan distribusi peran inilah, ketika “Bebadan Kabinet 2004” dan Lembaga Dewan Adat bisa bersinergi pada satu titik fungsi paling penting, efeknya harus terasa sampai elemen-elemen lembaga di luar kraton. Dan, Pakasa cabang adalah elemen sangat penting di luar kraton, strategis dan rasional yang harus merasakan efek fungsi itu.

Dalam kerangka distribusi peran, tugas dan tanggungjawab seperti inilah, hal-hal yang menyangkut kewajiban, tugas dan tanggungjawab menjalankan visi dan misi Pakasa sesuai semboyan “Satya, Saraya, Rumeksa Budaya” menjadi “doktrin” yang melandasi semangat kerja adatnya. Tetapi, untuk melaksanakan kerja adat itu perlu tata-tetib dan disiplin yang memandu.

Ketika menyinggung soal tata-tertib dan disiplin inilah, Katua Pakasa Cabang Jepara, KP Bambang S Adiningrat, menyatakan sependapat dan mendukung seandainya ada forum khusus untuk sosialisasi soal itu. Karena, benyaknya insiden di luar dugaan kalangan warga Pakasa cabang saat “sowan” ke kraton, menjadikan soal tata-tertib dan disiplin sangat penting.

KESEMPATAN BAIK : Tradisi bertemu dalam silaturahmi dan rapat bersama para pengurus Pakasa cabang tiap Minggu Kliwon, adalah kesempatan yang baik untuk melakukan sosialisasi tentang berbagai hal, misalnya soal tata-tertib dan disiplin aturan adat. Sinergitas lembaga lain seperi pamong “sanggar”, mutlak perlu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Dengan segala hormat, saya sering mendapat laporan dari warga Pakasa Jepara dan informasi dari warga Pakasa cabang lain yang sama-sama menjadi korban insiden. Karena, insiden ditegur keras itu terjadi di depan umum. Padahal, sebelumnya tidak pernah ada sosialisasi soal tata-tertib dan disiplin. Kami sebagai Pangarsanya, merasa ikut prihatin dan malu”.

“Kami hanya bingung, harus ke mana dan bagaimana mengatasinya, agar hal-hal yang dianggap melanggar tata-tertib dan disiplin dalam pisowanan tidak akan terjadi lagi. Tetapi, mungkin karena selama ini tidak pernah ada saluran atau forum resmi untuk membahas soal itu dan sosialisasinya. Kami sangat berharap ada forum itu,” ujar KP Bambang S Adiningrat.

Ketua Pakasa Cabang Jepara itu saat dihubungi iMNews.id, kemarin dan dimintai pandangannya menyatakan sangat setuju dan mendukung agar mendesak segera dibuka saluran atau forum secara khusus, untuk membahas soal tata-tertib dan disiplin dan sosialisasinya. Karena, warga Pakasa yang sangat heterogen latar-belakangnya, mendesak untuk tahu dan paham soal itu.

TIDAK MUNGKIN : Dalam situasi berkumpulnya massa dalam dari masyarakat adat peserta haul di makam Ki Ageng Ngerang yang jumlahnya lima ribuan orang seperti ini, jelas sudah tidak mungkin menjadi kesempatan yang baik untuk sosialisasi hal-hal yang teknis seperti tata-tertib dan disiplin aturan adat pisowanan, misalnya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Jangankan warga Pakasa cabang, pengurus atau ketuanya sekalipun, banyak yang belum mengetahui dan memahami tata-tertib dan disiplin yang berlaku di kraton, khususnya untuk keperluan pisowanan upacara adat. Yaitu tata-tertib dan disiplin dalam berbusana adat dari jenis dan kelengkapannya yang sesuai dengan gelar dan kepangkatannya, juga pengetahuan lain.

Masih beruntung bagi warga Pakasa Cabang Kudus yang punya Ketua KRA Panembahan Didik Gilingwesi. Secara organisasi maupun pribadi, Pakasa Cabang Kudus belum pernah mendapat sosialisasi secara khusus soal tata-tertib dan disiplin khususnya dalam berbusana adat, tetapi dirinya pernah dibekali pengetahuan baku tentang Budaya Jawa dari para leluhurnya.

“Kabupaten Kudus memang termasuk daerah yang sudah tidak mengenal Budaya Jawa. Saya dipercaya menjadi Ketua Pakasa, seperti ditantang untuk mengatasi itu. Beruntung, saya banyak diwarisi pengetahuan Budaya Jawa dari orang-tua dan kakek saya. Tata-tertib dan disiplin berbusana adat, kami perhatikan betul,” ujar KRA Panembahan Didik menjelaskan perannya. (Won Poerwono – bersambung/i1)