Mendesak Perlu, Saluran dan Forum Sosialisasi Tata-Tertib dan Disiplin Aturan Adat
IMNEWS.ID – Sanggar Paes dan Tata-Busana Pengantin Jawa gagrag Surakarta yang baru 4 tahun berjalan, organisasi Putri Narpa Wandawa yang “kurang bertenaga”, Sanggar Pawiyatan Dalang yang “mati suri” dan Sanggar Pawiyatan Beksa yang “sudah bersemangat”, sebenarnya berkompeten pula menjadi ujung tombak pelestari Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton.
Dengan melihat kondisinya, sederet nama lembaga dan organisasi di atas, terkesan memang belum disiapkan menjadi kanal untuk menampung animo masyarakat luas sebagai potensi pelestari Budaya Jawa dan penjaga kelangsungan kraton. Oleh sebab itu, beberapa lembaga ini boleh dipandang masih perlu melengkapi diri untuk menjadi ujung tombak dua kebutuhan di atas.
Tetapi melihat situasi dan kondisi Budaya Jawa dan kraton saat ini dan tantangan ke depan, beberapa lembaga di atas mendesak disiapkan agar menjadi ujung tombak yang bisa bekerja mandiri atau bersinergi dengan yang lain. Karena, kondisi Budaya Jawa sudah sangat kritis, masyarakat Jawa yang sudah tidak mengenal budayanya dan nasib masa depan kraton.
Dua di antara tiga masalah di atas, yaitu Budaya Jawa yang kritis dan masyarakat Jawa yang sudah “pangling” budayanya, seperti dua sisi mata uang. Sedangkan, nasib kelangsungan masa depan kraton menjadi arah tujuan yang akan dicapai dari keberhasilan mengatasi permasalahan di dua sisi mata uang itu. Tetapi, setelah itu masih ada tujuan ideal lebih besar.
Karena permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan mendesak mendapatkan solusinya, maka menjadi tantangan besar bagi jajaran “Bebadan Kabinet 2004” untuk mengatasi kerja adat di internalnya. Terutama pekerjaan yang berkait dengan optimalisasi diri, grup, sinergitas, koordinasi dan distribusi peran serta daya dukung kuantitas dan kualitas SDM-nya.
Sampai pada jenis permasalahan yang terdeteksi dan menjadi “PR” di atas, jelas merupakan organ vital yang menggambarkan pada kecepatan berapa “KM/jam” kraton bisa bergerak?, bila diibaratkan sebuah bus besar. Ataukah, hanya sekadar mesin hidup bahkan menderu, tetapi diam di tempat? Atau bisa bergerak tetapi berat karena gangguan mesin, body dan sparepartnya?.
Hal bersinergi, berkoordinasi dan distribusi peran inilah, ketika “Bebadan Kabinet 2004” dan Lembaga Dewan Adat bisa bersinergi pada satu titik fungsi paling penting, efeknya harus terasa sampai elemen-elemen lembaga di luar kraton. Dan, Pakasa cabang adalah elemen sangat penting di luar kraton, strategis dan rasional yang harus merasakan efek fungsi itu.
Dalam kerangka distribusi peran, tugas dan tanggungjawab seperti inilah, hal-hal yang menyangkut kewajiban, tugas dan tanggungjawab menjalankan visi dan misi Pakasa sesuai semboyan “Satya, Saraya, Rumeksa Budaya” menjadi “doktrin” yang melandasi semangat kerja adatnya. Tetapi, untuk melaksanakan kerja adat itu perlu tata-tetib dan disiplin yang memandu.
Ketika menyinggung soal tata-tertib dan disiplin inilah, Katua Pakasa Cabang Jepara, KP Bambang S Adiningrat, menyatakan sependapat dan mendukung seandainya ada forum khusus untuk sosialisasi soal itu. Karena, benyaknya insiden di luar dugaan kalangan warga Pakasa cabang saat “sowan” ke kraton, menjadikan soal tata-tertib dan disiplin sangat penting.
“Dengan segala hormat, saya sering mendapat laporan dari warga Pakasa Jepara dan informasi dari warga Pakasa cabang lain yang sama-sama menjadi korban insiden. Karena, insiden ditegur keras itu terjadi di depan umum. Padahal, sebelumnya tidak pernah ada sosialisasi soal tata-tertib dan disiplin. Kami sebagai Pangarsanya, merasa ikut prihatin dan malu”.
“Kami hanya bingung, harus ke mana dan bagaimana mengatasinya, agar hal-hal yang dianggap melanggar tata-tertib dan disiplin dalam pisowanan tidak akan terjadi lagi. Tetapi, mungkin karena selama ini tidak pernah ada saluran atau forum resmi untuk membahas soal itu dan sosialisasinya. Kami sangat berharap ada forum itu,” ujar KP Bambang S Adiningrat.
Ketua Pakasa Cabang Jepara itu saat dihubungi iMNews.id, kemarin dan dimintai pandangannya menyatakan sangat setuju dan mendukung agar mendesak segera dibuka saluran atau forum secara khusus, untuk membahas soal tata-tertib dan disiplin dan sosialisasinya. Karena, warga Pakasa yang sangat heterogen latar-belakangnya, mendesak untuk tahu dan paham soal itu.
Jangankan warga Pakasa cabang, pengurus atau ketuanya sekalipun, banyak yang belum mengetahui dan memahami tata-tertib dan disiplin yang berlaku di kraton, khususnya untuk keperluan pisowanan upacara adat. Yaitu tata-tertib dan disiplin dalam berbusana adat dari jenis dan kelengkapannya yang sesuai dengan gelar dan kepangkatannya, juga pengetahuan lain.
Masih beruntung bagi warga Pakasa Cabang Kudus yang punya Ketua KRA Panembahan Didik Gilingwesi. Secara organisasi maupun pribadi, Pakasa Cabang Kudus belum pernah mendapat sosialisasi secara khusus soal tata-tertib dan disiplin khususnya dalam berbusana adat, tetapi dirinya pernah dibekali pengetahuan baku tentang Budaya Jawa dari para leluhurnya.
“Kabupaten Kudus memang termasuk daerah yang sudah tidak mengenal Budaya Jawa. Saya dipercaya menjadi Ketua Pakasa, seperti ditantang untuk mengatasi itu. Beruntung, saya banyak diwarisi pengetahuan Budaya Jawa dari orang-tua dan kakek saya. Tata-tertib dan disiplin berbusana adat, kami perhatikan betul,” ujar KRA Panembahan Didik menjelaskan perannya. (Won Poerwono – bersambung/i1)