Prosesi Gunungan Puncak Sekaten 2024 Digelar, Bebadan Kabinet 2004 “Setengah Kopling”

  • Post author:
  • Post published:September 16, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Prosesi Gunungan Puncak Sekaten 2024 Digelar, Bebadan Kabinet 2004 “Setengah Kopling”
BUKAN INSPEKSI : Gusti Moeng tampak melewati depan barisan para prajurit, bukan sedang menginspeksi pasukan, Senin siang menjelang pelepasan prosesi Gunungan. Melainkan sedang memberitau agar para prajurit "Bebadan Kabinet 2004" tidak perlu ikut mengantar "Gunungan", karena justru dianggap sebagai pihak yang salah. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Pihak yang Tidak Patuh Hukum Tetap Ngotot dan tak Terkendali, Nama Kraton Nyaris Dipertaruhkan

SURAKARTA, iMNews.id – Prosesi “Gunungan” sebagai puncak upacara adat Garebeg Mulud Sekaten 2024, Senin siang (16/9) tadi digelar. Namun dimulainya upacara molor hingga lebih 1 jam, karena ada beberapa hambatan yang tidak begitu jelas. Akhirnya, baru pukul 11.00 WIB prosesi arak-arakan “Gunungan” diberangkatkan dari halaman Pendapa Sasana Sewaka.

Gamelan Kiai Mangunharja dan Kiai Harjabinangun yang menyajikan gendhing Ladrang Wilujeng, terdengar pada pukul 10.50 WIB, menjadi pertanda keluarnya Sinuhun (PB XIII) menggunakan kursi roda yang didorong ke Bangsal Parasedya. Di saat itulah, Korsik Drumband Bregada Prajurit Tamtama ditabuh untuk memberi penghormatan atas kedatangan “raja”.

Sampai pada urutan itu, menjadi makna bahwa prosesi arak-arakan yang membawa dua pasang gunungan bisa diberangkatkan. Tetapi, KPH Bimo Djoyo Adilogo selaku “Manggala” prajurit menata ulang para prajuritnya, karena ada perintah untuk mempersilakan prajurit di bawah otoritas “pihak seberang” yang berangkat mengawal prosesi “Gunungan”.

TANDA PELEPASAN : Gamelan “Monggang” yang ditabuh di Bangsal Pradangga Lor, menjadi penanda barisan Garebeg yang mengarak Gunungan sedang dilepas berangkat menuju Masjid Agung. Urut-urutan upacara di kraton seperti ini, tidak perlu menggunakan MC tetapi cukup isyarat dari gamelan yang ditabuh. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Perintah agar para prajurit pengikut Bebadan Kabinet 2004 pimpinan GKR wandansari Koes Moeretiyah atau Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) keluar dari barisan dan tidak ikut mengawal prosesi “gunungan”, menjadi isyarat “Bebadan Kabinet 2004” terpaksa mengambil tindakan “setengah kopling” untuk melepas prosesi menuju masjid Agung.

Keputusan melepas prosesi “setengah kopling” itu tak hanya meminta para prajurit “Bebadan Kabinet 2004” tidak ikut mengawal, tetapi juga tidak melepas jalannya tatacara puncak “Garebeg Mulud Sekaten 2024 di Masjid Agung. Pelepasan tugas pengelolaan upacara itu tentu diikuti kalangan sentana-dalem dan warga Pakasa cabang dari berbagai daerah.

Jalannya tatacara dan kawalan prosesi yang tidak biasanya terjadi itu, sangat mungkin sebagai buntut atas terjadinya insiden di Bangsal Pradangga Masjid Agung, saat gamelan kali pertama ditabuh, Senin (9/9) lalu. Insiden yang terjadi akibat datangnya seseorang yang dianggap mengacau itu, justru menempatkan pihak “Bebadan Kabinet 2004” yang disalahkan.

TETAP MENGANTAR : KPH Edy Wirabhumi menganjurkan kepada KRA Panembahan Didik, KRAT Mulyadi Puspopustoko dan semua abdi-dalem “Kanca-Kaji” tetap negikuti barisan mengantar “Gunungan” sampai di Masjid Agung. Karena, elemen ulama-dalem ini adalah simbol dan cirikhas Kraton Mataram Islam Surakarta. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Ya jelas kecewalah. Wong kita yang berada di pihak sesuai keputusan hukum sah menjalankan upacara adat itu, la kok tiba-tiba ada orang datang mengacau, tapi justru mengajak publik untuk menyalahkan dan mengukum Bebadan Kabinet 2004. Ya nggak bisa begitu. Walau keluarga kraton, tetap warga negara RI yang harus patuh dan tunduk pada hukum yang berlaku”.

“Sekarang ini, menjadi semakin kelihatan ada pihak-pihak yang sangat berambisi dan ngotot mengusai upacara, sampai tidak mau tahu ada aturan hukum yang berlaku. Sebenarnya, keputusan Bebadan Kabinet 2004 untuk pasif dan melepas semua tugas ini sudah tepat. Tetapi, nama besar kraton akan dipertaruhkan dan kita bisa kembali dituding tidak bertanggung jawab”.

“Maka, biarlah prosesi ini tetap berjalan dengan lengkap sesuai urutan adatnya. Agar publik secara luas tahu bahwa ritual ini tetap berjalan. Kalaupun di dalamnya ada kekurangan, sesaat pasti dimaklumi dan kelak akan mendapat jawabannya. Yang penting, aturan adatnya sudah terpenuhi,” ujar seorang sentana-dalem saat ngobrol dengan iMNews.id.

SEDANG MERENUNG : Putra mahkota KGPH Hangabehi tampak merenung saat duduk santai bersama BRM Cici, KRMH Suryo Manikmoyo dan beberapa sentana-dalem di teras gedhong Sasana Handrawina, beberapa saat sebelum arak-arakan prosesi Gunungan Garebeg Mulud dilepas dari halanan Pendapa Sasana Sewaka, Senin siang tadi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sentana-dalem yang sehari-hari bertugas di kantor Pengageng Kusuma Wandawa itu, siang tadi hanya memantau jalannya persiapan prosesi, setelah mendapat penjelasan dan arahan dari pimpinan “Bebadan Kabinet 2004” di gedhong Sasana Handrawina, beberapa saat sebelum prosesi dilepas. Banyak petugas lain jajaran “Bebadan”, juga dalam posisi memantau.

Untuk mengatasi situasi yang serba dilematis itu, baik Gusti Moeng, KPH Edy Wirabhumi dan sejumlah figur jajaran “Bebadan” seperti KRMH Suryo Kusumo Wibowo, KPH Bimo Djoyo Adilogo, KRMH Saptonodjati dan lainnya langsung turun ke halaman menata-ulang susunan barisan. Termasuk menempatkan rombongan abdi-dalem “Kanca Kaji” untuk masuk dalam barisan.

Di dalam rombongan “Kanca-Kaji” yang menjadi salah satu simbol prosesi Gunungan Sekaten Mataram Islam Surakarta, terdapat KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro (Ketua Pakasa Cabang Kudus), KRAT Mulyadi Puspopustoko (Ketua Pakasa Cabang Pati) dan KRT Ahmad Faruq Reksobudoyo (Pakasa Cabang Madiun). Ada sekitar 20 abdi-dalem “Kanca-Kaji” yang hadir.

NGALAB BERKAH” : Begitu arak-arakan prosesi Gunungan Garebeg Mulud dilepas menuju Masjid Agung, masyarakat yang menunggu di halaman Kamandungan berkesempatan “ngalab berkah” janur penghias topengan Kori Kamandungan, Senin siang tadi, sambil menuggu kembalinya sepasang Gunungan untuk dibagi-bagi di situ. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Akhirnya, begitu banyak warga Pakasa cabang yang dipimpin ketua masing-masing, memilih pasif alias menyaksikan atau kembali ke daerah asal masing-masing. Karena komposisi barisan Garebeg sudah terpenuhi dan beberapa uba-rampe wilujengan yang baku sudah terangkut semua ke Masjid Agung, seperti gamelan Sekaten dan dua pasang Gunungan.

Mereka itu adalah KP MN Gendut Wreksodiningrat (Ketua Pakasa Ponorogo), KP Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara), KRT Suyono Sastroredjo (Ketua Harian Pakasa Ngawi), KRAT Seviola Ananda (Ketua Pakasa Trenggalek), KRT Bagiyono Rumeksonagoro (Ketua Pakasa Magelang) dan KRAT Heru Arif Pianto (Ketua Pakasa Pacitan) bersama rombongan yang memilih pulang.

Arak-arakan Garebeg mwenuju Masjid Agung untuk mendoakan dua pasang Gunungan dan dibagi-bagikan di sana. Di depan topengan Kori kamandungan, masyarakat yang “ngalab berkah” juga sudah menunggu sisa sepasang Gunungan yang akan dibagikan di situ. Sambil menunggu, mereka berebut janur hiasan kori sebagai simbol “ngalab berkah” untuk dibawa pulang. (won-i1)