Gusti Moeng Ikut Kirab dan Sebarkan Apem di “Alun-alun” Zaman Kraton Pajang (1550-1587)
BOYOLALI, iMNews.id – Ritual tradisi “Sebaran Apem Kukus Keong Mas” di wilayah Pengging, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali yang digelar Pemkab Boyolali yang didahului dengan kirab, Jumat mulai pukul 13.30 WIB siang tadi,berlangsung meriah. Penyebaran dilakukan di dua tempat yaitu diM asjid Tjipta Mulya dan di lapangan, yang didahului dengan kirab mengarak apem.
Apem yang disusun dalam bentuk “gunungan” ada dua buah masing-masing setinggi lebih 2 meter, masing-masing diarak oleh prajurit dan peserta kirab untuk diantar menuju Masjid Tjipta Mulya yang berdekatan dengan kompleks makam Pujangga Yasadipura. Di belakangnya atau urutan kedua, sebuah gunungan apem diantar menuju lapangan yang dulunya mirip alun-alun.
Ritual tradisi yang sudah ditetapkan menjadi warisan budaya dunia tak benda (The Intangible World Heritage) sejak tahun 2020 itu, dimulai dalam sebuah upacara di Pendapa Kecamatan Banyudono yang dihadiri para undangan khususnya yang menjadi peserta kirab dan berbagai elemen masyarakat peserta kirab. Sekda Pemkab Boyolali Wiwis Trisiwi Handayani menegaskan soal ritual itu.
Sambutan Sekda Pemkab Boyolali itu sekan melengkapi laporan Kepala Dinas Dikporapar dan Camat Banyudono. Dia berharap mudah-mudahan tradisi ini terus bisa dikembangkan seiring dengan upaya pelestariannya. Tradisi “Sebaran Apem Kukus Keong Mas” di wilayah Pengging juga diharapkan semakin memberi banyak manfaat terutama pada kesejahteraan masyarakat setempat.
Dalam kesempatan itu, GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) dalam sambutannya menyebut bahwa Pengging adalah bekas Ibu Kota Kabupaten sejak zaman Kraton Pajang hingga Kraton Mataram Islam (Kartasura). KRT Padmanagara adalah pejabat Bupati Pertama di Pengging, sebelum dipindahkan dari Pekalongan.
“Saya berasal dari Pujangga Jasadipura (Yosodipuro-Red). Tetapi, kalu ditarik sedikit ada tokoh Padmanagara yang menurunkan ibu saya. Makamnya di Desa Dukuh, Kecamatan Bayudono sini. Sedangkan tradisi sebaran apem pada bulan Sapar ini, sebenarnya diawali oleh Sinuhun PB IV dan diinisiasi sebagai upacara adat atas gagasan Pujangga Jasadipura,” ujar Gusti Moeng.
Sebelum upacara berakhir, disajikan tembang Macapat, Dhandhanggula yang melukiskan asal-mula dan maksud tradisi sebaran apem itu. KP Siswantodiningrat selaku Wakil Pengageng Sasana Wilapa yang dipercaya untuk membacakan riwayat dimulainya tradisi sebaran apem di bulan Sapar itu, sebelum mengakhiri dengan menyajikan tembang Macapat.
Upacara pembukaan yang berlangsung sekitar sejam itu, diakhiri dengan pengguntingan pita tanda dimulainya kirab budaya yang dilakukan bersama oleh Sekda Pemkab Boyolali Wiwis Trisiwi Handayani dan Gusti Moeng. Acara diteruskan pelepasan prajurit pemandu kirab, yang disebut sebagai prajurit Kraton Surakarta tetapi mengenakan simbol-simbol bukan Kraton Surakarta.
Begitu prajurit dan korsik drumband yang menyauarakan lagu bukan khas kraton itu mulai bergerak, beberapa kereta kuda yang ditumpangi Sekda Pemkab Boyolali Wiwis Trisiwi Handayani yang diikuti kereta yang ditumpangi Gusti Moeng itu ikut bergerak. Separo barisan bersama prajurit menadu sebuah gunungan apem ke Masjid Tjipta Mulya, separonya bersama Gusti Moeng ke lapangan.
Sesampai di tempat masing-masing yang jaraknya hanya sekitar 2 KM dari tempat start kirab di Kantor Kecamatan Banyudono, masing-madsing gunungan apem kukus dan keong mas disebar. Masyarakat dalam jumlah yang lumayan banyak lalu “ngalab berkah” berusaha menangkap bungkusan apem yang dilempar, termasuk oleh Gusti Moeng dan oleh Sekda Boyolali di Masjid Tjipta Mulya. (won-i1)