Di Depan 50-an Dokter, Ahli Kebugaran dan Apoteker Herbal Peserta Sarasehan
SURAKARTA, iMNews.id – Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA) berbicara di depan para peserta sarasehan bertema “Dhudhah-dhudhah dan Gugah-gugah Jamu dan Lulur; Membuka Tabir Rahasia Kecantikan Putri Kraton” (Mataram Surakarta), yang digelar di Bangsal Smarakata, Minggu (14/6) tadi mulai jam 09.30 WIB hingga selesai.
Anak ke-25 Sinuhun PB XII yang pernah menjadi anggota DPR RI 2 periode terpisah itu, menjelaskan rahasia “keperkasaan” raja-raja Mataram dan stamina serta kebugaran para putri kraton. Penerima penghargaan The Fukuoka Culture Prize Award 2012 itu menunjukkan resep-resep tradisional yang pernah dikonsumsi para raja, keluarga bangsawan secara turun-temurun.
“Resep-resep jamu untuk pengobatan dan kebugaran misalnya yang masuk kategori perawatan, sudah dimiliki kraton dan menjadi konsumsi wajib sejak ratusan tahun lalu. Tetapi, khusus yang untuk pengobatan penyakit, naskah dokumennya bertuliskan ‘kasingitaken’ (dirahasiakan-Red). Tetapi, selain itu sampai sekarangpun saya mengonsumsinya”.
“Ya, yang terakhir sampai bapak saya, Sinuhun PB XII yang masih mengonsumsi jamu-jamu ramuan resep kraton. Baik yang khusus untuk stamina lelaki (keperkasaan-Red), maupun yang hanya untuk merawat kebugaran. Misalnya jamu Cabe Puyang. Menurut bapak saya, Ratu Elizabeth (Kerajaan Inggris) saja minum jamu itu,” ujar Gusti Moeng sebagai pembicara awal.
Menurut Pimpinan Yayasan Sanggar Pawiyatan Kabudayan Kraton Mataram Surakarta itu, ada lebih dari 1700 resep jamu tradisional warisan Mataram yang hingga kini sebagian masih dikonsumsi keluarga raja dan bangsawan. Tetapi, disebutkan banyak yang sudah tidak bisa diproduksi, selain SDM-nya semakin habis, banyak tanaman bahan jamu sudah langka.
Gusti Moeng hanya menyebutkan, jamu yang masih dikonsumsi kebanyakan keluarga raja dan bangsawan, selain Cabe Puyang untuk kebugaran, juga minum ramuan jamu Temu Lawak. Jamu ini fungsinya untuk menetralkan pengaruh kimia dari obat yang diminum, mengingat hampir semua pengobatan berbagai jenis penyakit menggunakan obat kimia.
“Resep jamu yang untuk pengobatan penyakit juga ada, tetapi ahli peramunya di kraton sudah tidak ada. Lagi pula, karena persaingan bisnis, jamu herbal kalah dengan obat kimia produk pabrik. Apalagi, beberapa jenis tanaman bahan baku sudah sulit dicari dari bumi Indonesia. La wong cari puyang saja sulit kok,” tutur Gusti Moeng.
Dibantu wayah-dalem BRAy Arum Kusumo Pradopo yang menjadi presentasi sekaligus mengatur lalu-lintas sarasehan yang tampil bersama Nyai MT Adibusana yang akrab disapa “Wa Sri”, selai memperlihatkan sejumlah lembar foto kopi naskah resep jamu yang sudah dialih aksara dari Jawa ke latin, juga ditunjukkan beberapa jenis tanaman bahan jamu dan cara meramunya.
Nyai MT Adibusana (70) adalah abdi-dalem keparak Mandra Budaya yang masih bisa memproduksi beberapa jenis resep jamu, khusus untuk melayani keluarga kraton. Namun, tidak semua dari 1700-an resep itu bisa dikuasainya, karena naskah asli menggunakan aksara dan Bahasa Jawa. Resep dan berbagai jenis bahannya sudah ditulis oleh Patih Sasradiningrat tahun 1847.
Pepatih-dalem pada zaman Sinuhun PB IX (1861-1893) itu, membukukan semua resep jamu tradisional peninggalan para leluhur Mataram atau jauh sebelumnya dalam dua jilid, yang kurang lebih menyebut “Empon-empon, Fungsi dan Ramuan”. Resep jamu dan ragam bahannya kemudian ditulis lagi oleh Dra Wiwin Rahayu Sedyawati (dosen UGM) berjudul “Kamus Obat Jawa”.
“Sebenarnya, jamu dari resep warisan nenek-moyang kita itu mudah, murah dan praktis untuk mendapatkannya. Dan semua bisa dipelajari dari naskah dan buku-buku khusus tentang itu. Semua sudah dibukukan Patih Sasradiningrat, tetapi seorang dosen di UGM yang menulis alih aksara dan bahasanya,” ujar Dr Purwadi yang ikut hadir mendengarkan sarasehan itu, siang tadi.
Karena resep-resep jamu warisan Mataram kini lebih banyak untuk stamina, kebudaran dan perawatan kecantikan, menurut Gusti Moeng karena bagi dirinya sudah menjadi kebutuhan dan kebiasaan sejak usia muda. Karena dirinya aktif menari mewakili sekolah dan kampus, banyak menggunakan lulur untuk menutup kulit dari polusi udara dan cuaca.
“Hampir seumur hidup sampai sekarang ini, saya tidak pernah pergi ke salon. Saya juga tidak pernah memakai hand-body, karena membuat kulit kurang sensitif. La wong resep jamu perawatan kulit dan kebugaran dari kraton sudah ada. Resep jamu untuk diminum 50 hari sebelum dan sesudah melahirkan, juga untuk haid sudah ada di kraton,” ujar Gusti Moeng.
Gusti Moeng juga membenarkan “Wa Sri” ketika menyebut hampir semua resep ramuan jamu untuk wanita, ditambahi kembang Kanthil atau Kenanga. Selain aroma jamunya harum, setelah ikut terbuang nanti masih beraroma harum. Selain resep jamu stamina untuk lelaki, “Wa Sri” juga membenarkan setiap busana “ageman” Sinuhun PB XII selalu harum, karena ratus.
Perihal perawatan kulit, BRAy Arum Kusumo Pradopo saat membantu presentasi yang dilakukan Gusti Moeng maupun “Wa Sri”, juga menyebutkan bahwa Kraton Mataram Surakarta memiliki cara yang arif dalam pengobatan, perawatan stamina dan kebugaran tubuh khususnya wanita. Cara itu tentu sesuai dengan karakter dasar orang Asia, yang rata-rata berkulit sawo matang.
“Sekarang ini, sedikit-sedikit pergi ke Korea, Singapura, Jepang atau mana lagi yang sedang trend melayani perawatan tubuh, kulit dan wajah. Generasi muda sekarang selalu mencari bahan untuk perawatan kulit yang harus ada whitening dan glowing-nya. Kita tidak sadar, bahwa karakter warna kulit kita warna orang Asia. Saya sampai gemes,” ketus BRAy Arum.
Selain Gusti Moeng yang menyajikan judul “Membuka Tabir Rahasia Kecantikan Putri Kraton”, sarasehan siang itu juga menampilkan pembicara Apoteker Ani Florida N MFarm selaku praktisi dan dosen S1 Farmasi STIKES Tujuh Belas berjudul “Trend Jamu dan Lulur untuk Kecantikan”. Kemudian ditutup Dr Teguh Setiawan Wibowo MSi MFarm Apt dari Bangkalan, Madura.
Dr Teguh selaku Direktur Akademi Farmasi Yannas Husada, menyajikan materi berjudul “Pembuatan Jamu dan Lulur di Era 5.0”. Sebelum forum sarasehan, sekitar 50-an peserta dari berbagai daerah itu dipandu BRAy Ayu dan KP Siswanto Adiningrat untuk mengenal struktur bangunan kraton, urut dari Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa hingga Pendapa Sasana Sewaka. (won-i1)