Terompet yang “Ketelisut” Masih Dicari, Tetapi Semua Upaya dan Rencana Dianggap Sudah Buntu
KUDUS, iMNnews.id – Makam Mbah Glongsor yang bernama asli KRT Prana Kusumadjati di RT 03 RW I Kampung Rendeng Wetan (Ekaparaya) Desa Rendeng, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, dalam tiga malam mulai Sabtu (22/6) hingga Senin (24/6) dikunjungi para santri anggota Majlis Taklim Lembah Pedangkungan yang diketuai KRA Panembahahan Didik Gilingwesi.
Kunjungan tersebut adalah utusan KRA Panembahan Didik Gilingwesi selaku ketua Majlis Taklim maupun selaku Ketua Pakasa Cabang Kudus, untuk meyakinkan kembali kabar raibnya terompet bersejarah peninggalan mbah Glongsor yang terjadi sekitar seminggu sebelumnya. Terompet itu raib dari almari yang tersimpan di pos jaga dekat makam, tetapi diduga tidak dicuri.
Kabar tentang raibnya terompet yang diperkirkan berusia ratusan tahun itu, baru didengar KRA Panembahan Didik Gilingwesi setelah ada kabar dari Ketua RW I yang memberitahukan ada rencana event kirab terompet. Pemberitahuan itu sekaligus mengajak berembug dengan KRA Panembahan Didik, baik selaku ketua pengurus makam maupun Ketua Pakasa Cabang Kudus.
“Sekaligus juga minta agar yang menentukan hari dan tanggal pelaksanaan kirab saya (iMNews.id, 21/6). Termasuk rencana kirab terompet mBah Glongsor untuk kali keempat tahun 2024 ini, melalui kurir saya juga diminta urun rembug. Karena, saya ketua pengurus makam. Walaupun, sudah lama pindah dari Kampung Rendeng Wetan,” ujar KRA Panembahan.
Menurut KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro yang dimintai konfirmasi tadi siang, meski sudah sekitar seminggu kabar terompet mbah Glongsor raib baru didengar dan sudah sekitar seminggu pula upaya pelacakan yang dilakukan tanpa hasil, hingga kini disebutkan belum ada keputusan bersama tentang kasus itu maupun soal rencana kirab.
“Kelihatannya, semua upaya pelacakan sudah buntu semua. Tidak ada titik terang dan tidak ada hasil. Untuk lapor ke polisi-pun juga tidak mungkin. Karena tidak ada yang berani menjadi saksi. Terus, semua rencana ritual kirab yang memakai tema terompet, juga buntu. Bisa disebut batal. Mungkin sekadar kirab Larab langse, masih bisa,” tambah KRA Panembahan.
Terkait upaya pelacakannya, selaku Ketua Pengurus Makam Mbah Glongsor maupun Ketua Pakasa Cabang Kudus, KRA Panembahan Didik sempat mengutus santri dan pangurus Pakasa untuk membuka Pos Jaga tempat menyimpan terompet, sekaligus menyambangi makam mbah Glongsor yang ada di cungkup berukuran 3×4 meter di belakang Pos Jaga, Sabtu malam (22/6).
Untuk kembali melacak terompet, beberapa santri Majlis Taklim dan pengurus Pakasa diutus ke makam Mbah Glongsor untuk berziarah sambil menyelubungi makam tokoh prajurit dan istrinya itu dengan langse baru, Minggu malam (23/6). Terakhir Senin malam (24/6), sejumlah santri dan warga Pakasa Kudus datang untuk menggelar doa, tahlil dan dzikir di makam.
Dari hasil pencarian ulang dalam beberapa kali itu, semua nihil tak ada hasilnya. Terompet masih dinyatakan “ketelisut” dan diyakini tidak dicuri orang luar. Diduga hanya sekadar disembunyikan oleh oknum tertentu yang lebih mirip tindakan “sabotase”, terhadap event ritual kirab terompet mbah Glongsor, padahal tujuannya hanya untuk melestarikan budaya Jawa.
Ketua Pakasa Cabang Kudus itu juga menyebutkan, upaya pelacakan mandiri yang buntu, juga bisa membuat buntu upaya lapor ke polisi. Karena, tidak ada satupun yang mau menjadi saksi dan berani mengatakan orang terakhir yang bertugas membersihkan Pos jaga. Tempat itu menjadi ruang nongkrong santai warga, sekaligus tugas bergiliran membersihkan Pos jaga.
Sementara itu, upaya berembug untuk berkoordinasi guna mencari solusi menyelesaikan masalah itu tampaknya juga sudah buntu. Karena, tidak ada di antara beberapa pihak yang paling berkompeten di situ, mau mengambil inisiatif untuk mengajak bertemu, berunding dan membahas masalah agar menemukan solusi terbaik untuk tujuan lebih besar yaitu pelestarian budaya.
Di situ ada elemen Ketua RW dan pamong Desa Rendeng, tetapi menurut KRA Panembahan Didik masing-masing sudah mengambil keputusan secara sepihak yang intinya tidak ingin mendapatkan kembali terompet mbah Glongsor. Tetapi sebaliknya, masih berkeinginan agar kirab diadakan, bahkan warga dari beberapa RT yang sebelumnya hanya menonton, ingin ikut kirab.
“Pihak desa sudah menyatakan tidak mau mendukung, karena terompet jadi simbolnya sudah tidak ada. Kalau hanya kirab untuk Larab Langse, di Desa Rendeng punya banyak makam tokoh leluhur yang sudah dijadikan objek haul dan kirab. Tetapi yang ada simbol andalan terompet bersejarah, hanya Desa Rendeng. Maka saya setuju, ini semacam sabotase,” ujar KRA Panembahan.
Karena berbagai upaya sudah nyaris buntu, lanjutnya, seandainya akan tetap diadakan kirab dengan tema “Larab Langse” makam Mbah Glongsor, diyakini masih bisa diadakan tetapi daya dukungnya hanya datang dari masyarakat adat dan mungkin warga setempat. Pamong desa mungkin masih bisa membantu, tetapi tidak seperti kalau masih ada terompetnya.
Tokoh mbah Glongsor disebut sudah tiga kali diperingati haulnya tiap tanggal 27 Rejeb/Rajab sesuai tanggal wafatnya di tahun 1124 H atau tahun 1712 (M) di lokasi makamnya di Kampung Rendeng Wetan. Pakasa Cabang Kudus yang menginisiasi dan mengorganisasi prosesi kirab itu, rutin tiap tahun sejak 2021-2024 yang sedianya akan diulang di tahun 2024 ini. (won-i1).