Diwarnai “Kontroversi” Soal Kebenaran Nama Tokoh yang Diperingati Haul Wafatnya
PATI, iMNews.id – Ritual “Sedekah Bumi” yang diinisiasi masyarakat adat di Desa Wotan, Kecamatan Sukolilo bersama warga Pakasa cabang setempat di Dukuh Pandean, Kamis siang (23/5), mendapat simpati warga Pakasa dari beberapa daerah. Masing-masing mengirim utusan hingga peserta kirab lebih dari 400-an, berkeliling dukuh menempuh rute sekitar 2 KM itu.
Di antara para peserta tamu dari Pakasa cabang daerah lain, yaitu rombongan dari Pakasa Cabang Jepara yang diutus KRA Bambang S Adiningrat (Ketua cabang) sebanyak 35 orang. Di dalam rombongan terdiri warga Pakasa Kecamatan Mayong (Ancab), Pakasa Ancab Bangsri yang dipimpin KRT Hendro Suryo Kartika dan abdi-dalem “Kanca Kaji” yang dipimpin RT Rasmaji.
“Saya sendiri sedang ada tugas dan persiapan dua kegiatan di cabang, jadi minta izin tidak bisa datang. Kami hanya ingin ikut mendukung dan memeriahkan prosesi kirab yang menjadi salah satu tugas Pakasa cabang, yaitu ikut melestarikan budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta. Kami sangat mendukung ritual Sedekah Bumi itu,” ujar KRA Bambang.
Tak hanya Ketua Pakasa Cabang Jepara itu yang memberi pernyataan dukungan terhadap ritual “Sedekah Bumi” di Desa Wotan, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati itu saat dimintai konfirmasi iMNews.id, kemarin. Ketua Pakasa Cabang Kudus, KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro juga memberikan dukungan walau dirinya juga tidak bisa hadir.
KRA Panembahan Didik yang dihubungi iMNews.id terpisah menyatakan, dirinya mengutus sekitar 100-an orang untuk mewakili Pakasa Cabang Kudus mendukung prosesi kirab budaya itu. Tetapi, ada sekitar 30 orang warga masyarakat adat dari Kabupaten Kulonprogo (DIY) dan warga Pakasa dari Kabupaten Semarang yang ikut bergabung dalam kirab, bersama rombongan Pakasa Kudus.
“Kebetulan, santri-santri dari tiga Majlis Taklim saya ‘kan banyak yang berasal dari luar (Kabupaten) Kudus. Ya itu, yang dari (Kabupaten) Kulonprogo malah membawa rombongan 15-an pengin ikut gabung dalam kirab. Yang dari Ungaran (Kabupaten Semarang), ada 15-an juga ikut gabung (Pakasa) Kudus. Ya kami persilakan dan saya laporkan panitia, biar meriah,” ujarnya.
Menurutnya, Pakasa Cabang Kudus selalu terbuka dan siap mendukung Pakasa daerah mana saja terutama yang dekat, apabila mengundang untuk mendukung kegiatan pelestarian seni budaya Jawa yang bersumber dari kraton. Untuk itu, dikirim 100-an warga Pakasa Kudus yang malah mendapat bantuan peserta dari masyarakat adat Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Semarang.
“Karena saya punya jadwal berobat Kamis (23/5) kemarin, saya mewakilkan istri (Nyi Mas Tumenggung Emmy Susilowati Pusponingtyas) untuk mengawal dan memimpin rombongan Pakasa Kudus. Intinya, kami mendukung kegiatan Sedekah Bumi itu. Kalau ada ritual haul yang masih diragukan, maaf itu bukan alasan kehadiran rombongan kami,” tandas KRA Panembahan Didik.
Seperti diketahui di Desa Wotan, Kecamatan Sukolila, ada sebuah makam yang disebutkan sebagai makam seorang tokoh yang sudah beberapa kali diperingati wafatnya dengan ritual haul. Tetapi, karena kebenaran tokoh yang dimakamkan di situ masih menjadi kontroversi, termasuk oleh Pengurus Pakasa Cabang Pati, maka ritual haul kali ini diwarnai sedikit polemik.
Tetapi, pihak aparat desa setempat bijaksana, karena ritual itu ditutup dengan ritual “Sedekah Bumi” yang lebih ditonjolkan, agar mendapatkan dukungan seluruh warganya. Dan terbukti, kirab budaya untuk “Sedekah Bumi” itu, diikuti masyarakat setempat dengan berbagai atribut dan simbol budayanya, bahkan didukung beberapa Pakasa cabang tetangga.
“Kemarin itu, undangannya resmi ditandatangani Kepala Desa dan distempel lembaga Desa Wotan. Istri saya yang mengawal rombongan menuturkan, pak Kepala Desa memberi pidato sambutan pembukaan prosesi kirab budaya tersebut. Sehabis kirab, rombongan dari Pakasa Kudus pulang, tidak ikut ritual ‘buka luwur’ (haul) di dalam makam,” ujarnya.
Wilayah Kabupaten Pati memiliki lebih dari 13 titik lokasi makam leluhur Dinasti Mataram, yang sebagian besar sudah diverifikasi Kraton Mataram Surakarta. Figur abdi-dalem juru-kuncinya mendapatkan semacam surat tugas dan gelar adat. Tetapi untuk makam di Desa Wotan, masih menjadi kontroversi, dan kraton lebih memandang sebagai petilasan keluarga leluhur.
Sementara itu, KRAT Mulyadi Puspopustoko (Ketua Pakasa Cabang Pati) yang dimintai konfirmasi secara terpisah menyebutkan, bahwa dirinya tidak hadir dalam acara itu, meskipun diakui menandatangani undangan atas nama Pakasa cabang dan beredar luas. Menurutnya, dirinya dan beberapa pengurus tidak hadir karena status tokoh yang diperingati haulnya masih menjadi polemik.
“Seandainya sejak awal yang ditonjolkan Sedekah Bumi, pengurus pasti total mendukung. Tetapi, saya (atas nama Ketua Pakasa Cabang Pati) sudah terlanjur menandatangani undangan yang semula menyebut haul tokoh leluhur. Padahal, saya dengar tokoh leluhur itu makamnya ada wilayah DIY,” ujar KRAT Mulyadi bernada kesal karena ada polemik yang melibatkannya. (won-i1).