Aktif di Tim Pendataan Ulang Wayang Koleksi Kraton Sebelum 2017 dan “Ngisis Ringgit”
IMNEWS.ID – BERLANGSUNGNYA upacara adat “ngisis ringgi (wayang)” pada “weton” Anggara Kasih atau jatuh hari “pasaran” Selasa Kliwon (23/4) kemarin (iMNews.id, 23/4), adalah ritual mengangin-anginkan wayang yang ketiga atau kali keempat tidak dihadiri dua tokoh abdi-dalem yang tergolong penting dalam dunia seni pedalangan.
Bahkan tidak hanya dalam dunia seni pedalangan secara umum, melainkan bagian dari seni pedalangan yang di dalam adat paugeran di Kraton Mataram Surakarta, menjadi objek sebuah upacara adat yang disebut “ngisis ringgit”. Karena, ritual “ngisis ringgit (wayang)”, bukan sebagai pertunjukan seni, melainkan sebuah prosesi adat.
Dua tokoh yang sudah sekitar setahun tidak kelihatan dalam upacara adat “ngisis ringgit” itu, adalah Ki KRT Dr Bambang Suwarno dan seorang “murid” setianya, yaitu Ki “Dr” Rudi Wiratama. Bagi iMNews.id yang mengikuti kegiatan ritual ini sejak masih aktif di harian Suara Merdeka, banyak mencatat keterlibatan dua tokoh ini di ritual itu.
“Saya minta maaf, karena akhir-akhir ini tidak bisa aktif sowan ke kraton. Selain merampungkan disertasi saya, kebetulan ada seorang dosen yang meninggal. Saya yang ditunjuk untuk mengampu dua mata kuliah almarhum dosen senior itu. Sekarang, saya sibuk mengajar sambil menunggu wisuda S3. Matur-nuwun donga-pangestu semuanya”.
“Mengenai kekaryaan Sinuhun PB V dalam seni pedalangan, setahu saya baru wayang Ramayana. Kalau karya-karya yang lain, saya dengar informasinya banyak sekali. Kalau soal karya gendhing karawitan, bisa ditanyakan ke mas Menggung Joko (KRT Dr Joko Daryanto, abdi-dalem karawitan Mandra Budaya-Red),” tunjuk Ki “Dr” Rudi Wiratama.
Ki Rudi Wiratama adalah dalang wayang kulit yang tidak begitu aktif tampil di pentas seni pertunjukan pakeliran itu. Dia sangat memahami peta persaingan di dunia profesi seni pedalangan yang termasuk ketat, sehingga memilih melengkapi studinya hingga S3 yang tidak jauh dari lingkup pengetahuan seni pedalangan.
Semula Ki Rudi yang sedang menunggu wisuda “Doktor”nya di UGM (Jogja) ini memang banyak belajar pengetahuan pedalangan umum, meskipun pengetahuan yang dimiliki bukan dari pendidikan seni pedalangan secara khusus. Tetapi, dalam perjalanan kesenimannya dia tertarik mengikuti aktivitas Ki Bambang Suwarno, seorang dosen di ISI Surakarta.
Ki Bambang Suwarno adalah salah seorang lulusan jurusan pedalangan ASKI, saat berkampus di kompleks Pendapa Sasanamulya yang dipinjamkan Sinuhun PB XII kepada kementrian P dan K sampai berubah menjadi ASKI, waktu itu. Kampus STSI pindah ke Kentingan, Jebres, dan tak lama kemudian berubah menjadi ISI Surakarta.
Sejak masih mahasiswa, Ki Bambang Suwarno banyak menekuni produksi anak wayang yang berkait dengan “tatah-sungging”. Dalam perjalanan Ki Bambang sejak lulus hingga direkrut menjadi dosen pengajar di kampus asalnya itu, banyak menekuni wayang “madya” dan menguasainya secara profesional dalam pentas dan pengajaran di kampus.
Karena “guru” dalang yang dijadikan panutan memiliki kapasitas seperti itulah, tentu mempengaruhi referensi dan kreativitas kemampuan Ki Rudi Wiratama. Ki Bambang yang kini berusia sekitar 75 tahun, sempat meraih gelar “Doktor” beberapa waktu sebelum pensiun. Kini, Ki Rudi menyusul meraih gelar S3 dan tinggal menunggu wisudanya.
Tetapi yang menarik, keduanya aktif menjadi abdi-dalem di kantor Pengageng Mandra Budaya sejak “Bebadan Kabinet 2004” terbentuk. Aktivitas yang banyak dilakukan keduanya bersama sejumlah abdi-dalem dalang lainnya, misalnya Ki KRT Gatot Purnomo dan Ki KRT Suluh Juniarsah, adalah proses pendataan ulang semua koleksi wayang milik kraton.
Pendataan ulang yang diinisiasi GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa, jauh sebelum tahun 2017, dimaksudkan untuk memastikan jumlah koleksi wayang pusaka milik kraton dari jumlah unit kotak maupun jumlah anak wayang isi masing-masing kotak.
Ki KRT Dr Bambang Suwarno, waktu itu banyak mengindentifikasi “wanda” atau “rupa karakter” dan identitas anak wayang dari setiap kotak yang dikeluarkan dan “dijereng” di Pendapa Magangan, sedangkan KGPH Puger bersama Gusti Moeng dan KPA Winarno Kusumo (alm) punya peran mengidentifikasi aksara Jawa yang tertulis di setiap “pelemahan”.
Karya seni kriya anak wayang khususnya wayang pusaka koleksi Kraton Mataram Surakarta, selalu diberi identitas khusus mengenai nama dan tahun pembuatannya. Tulisan dalam aksara Jawa itu, biasanya tertera pada “pelemahan”, atau ruang kecil yang ada pada bagian yang menghubungkan kedua kaki anak wayang itu.
Dalam kerja adat seperti itu, Ki Rudi punya tugas “entry data” atau segala data informasi tentang anak wayang dari semua kotak wayang yang didata ulang dan didokumentasi. “Pisowanan” keduanya terhenti sejak ada peristiwa 2017, dan baru mulai Desember 2022 aktif “ngisis ringgit”, tetapi setahun ini keduanya sibuk kegiatan profesinya. (Won Poerwono-i1)