Warga Pakasa Jadi Kekuatan Utama, Karena Elemen Patron Inti Sudah Tidak Produktif
IMNEWS.ID – PENJELASAN singkat KPP Djoni Sosronagoro dan KPP Haryo Sinawung kepada iMNews.id saat bertugas di lapangan memandu dan mengatur kehadiran para warga Pakasa cabang sampai saat ritual tingalan jumenengan berlangsung belum lama ini (iMNews.id, 6/2), menjadi fenomena yang cukup penting dan menarik.
Dari satu sisi, menariknya fenomena yang diungkapkan kedua tokoh sentana-dalem itu karena ada unsur sekumpulan orang yang disebut Kusumo Handrowino. Kelompok berbasis abdi-dalem yang digalang dan dikumpulkan oleh orang-orang di lingkungan Sinuhun Suryo Partono itu, dalam jumlah ratusan orang ikut menjadi bagian dari yang hadir dalam pisowanan tingalan, Selasa (6/2).
Sebenarnya, elemen kelompok itu sudah lama terdengar sejak kelembagaan kraton menguat di bawah jajaran “Bebadan Kabinet 2004” , yang kemudian diikuti renggangnya hubungan dengan Sinuhun Suryo Partono. Insiden “mirip operasi militer” Tahun 2017, menjadi puncak keretakan hubungan antara “kedua pihak”, yang di satu sisi menjadi peluang tumbuh-suburnya Kusumo Hondrowino.
Di sisi lain, organisasi Pakasa “new reborn” sebagai transformasi dari Pakasa yang dilahirkan Sinuhun PB X di tahun 1931, semakin tumbuh-berkembang sejak Gusti Moeng memimpin “Bebadan Kabinet 2004” dalam posisi sebagai Pengageng Sasana Wilapa, sekaligus Pangarsa Lembaga Dewan Adat. Terlebih, Pakasa Punjer mendapat perhatian penuh KPH Edy Wirabhumi selaku pangarsanya.
Pakasa yang sedang berproses untuk menyesuaikan perubahan zaman atau “Nut jaman kelakone” yang tetap berlandaskan semangat “Saraya, Setya, Rumeksa”, bahkan berkembang pesat dalam 5 tahun lebih selama jajaran “Bebadan Kabinet 2004” bekerja di luar kraton mulai 15 April 2017 hingga 17 Desember 2022, bahkan semakin pesat setelah ada “insiden Gusti Moeng Kondur Ngedhaton”.
Ilustrasi berikutnya menyebutkan, ketika organisasi Pakasa semakin tumbuh-berkembang pesat menjadi sebuah kekuatan, apalagi setelah punya landasan hukum sekarang ini, di sisi lain fenomena Kusumo Hondrowino mulai meredup. Puncak peristiwa meredupnya organisasi bentukan baru hanya berdasar “cinta kraton” tanpa edukasi apapun yang ideal, terjadi pada ritual tingalan 2023.
Melalui peristiwa tingalan jumenengan 2024, mulai kelihatan eksistensi organisasi itu meredup, bahkan dilepas begitu saja seperti “anak ayam kehilangan induknya”. Peristiwa pisowanan jumenengan, Selasa (6/2) itu, menjadi insiden kecil tambahan, karena ada suasana “chaos” akibat kelompok abdi-dalem Kusumo Hondrowino tak kelihatan ada tokoh yang mengkoordinasi.
“Mugi-mugi ing tahun-tahun salajengipun, 2 kelompok paguyuban saget rukun, ndherek suwita lan sowan sesarengan mangayubgya hajad-dalem menapa mawon. Kula raosaken, kados-kados sampun ketingal sayuk-rukun. Sampun mboten eyel-eyelan malih. Tingalan jumenengan tahun 2024, sampun langkung sae tinimbang tahun 2023,” tunjuk KRA Panembahan Didik, menjawab iMNews.id.
Ungkapan “Plt” Ketua Pakasa Cabang Kudus itu merupakan sebuah harapan yang ideal dan konstruktif, mengingat kelompok abdi-dalem Kusumo Hondrowino harus dipandang sebagai aset yang harus diakomodasi dan perlu diedukasi, agar bisa memilih organisasi mana yang ideal, punya legal formal dan benar-benar mengedukasinya sebagai calon-calon pelestari budaya Jawa yang ideal.
Cara pandang KRA Panembahan Didik Gilingwesi itu, seperti ada titik temu dengan ungkapan KPP Djoni Sosronagoro, tentang perlunya mengakomodasi kelompok abdi-dalem Kusumo Hondrowino. Itu berarti, paradigma cara pandang harus diubah, agar tidak melihat kelompok itu sebagai “anak haram”, tetapi sebagai potensi yang bisa diedukasi sesuai “ukuran ideal” Pakasa.
Sebagai kumpulan abdi-dalem yang salah satunya dibangun dengan dasar rasa “like and dislike” terhadap figur tokoh tertentu itu, ternyata sudah berkembang luas yang di mana-mana, berusaha menggerogoti kekuatan warga Pakasa cabang. Patut dicatat, lahirnya kelompok abdi-dalem itu bukan hasil mengumpulkan orang-orang baru, tetapi diduga merebut yang sudah ada (Pakasa).
Oleh sebab itu, ungkapan KRA Panembahan Didik sudah sangat jelas mengindikasikan adanya unsur Kusumo Hondrowino yang sempat dikenalnya. Dan dengan terus terang, pimpinan Pakasa Cabang Kudus itu memilih mengikuti Gusti Moeng, karena dianggap lebih masuk akal aktivitas dan tujuan-tujuannya.
“Gangguan” seperti itu pernah diungkapkan KRRA MN Gendut Wreksodiningrat (Ketua Pakasa Cabang Ponorogo), KRA Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara) dan KRAT Mulyadi Puspopustoko (Ketua Pakasa Pati), karena tiga cabang Pakasa ini memiliki jumlah warga yang cukup besar. Pengaruh serupa bahkan juga dirasakan KRAT Eko Budi Tirtonagoro, di Pakasa Banjarnegara.
Namun, rupanya realitas seperti itu akan segera berlalu, seiring semakin tertata, kuatnya soliditas dan makin menguatnya Pakasa cabang. Kerja pengurus Pakasa Punjer memang perlu terus ditingkatkan, walau KPH Edy Wirabhumi selaku “Pangarsanya”, sudah mengisyaratkan dan menunjuk putra mahkota KGPH Hangabehi untuk menggantikannya.
Elemen Pakasa akan semakin menjadi elemen kekuatan utama Kraton Mataram Surakarta, sampai jauh ke depan. Organisasi itu memiliki landasan organisasi yang jelas, pola “produksi dan pengorganisasian” serta tujuan yang jelas. Sementara, tokoh-tokoh penting dari lingkungan raja sudah tidak bisa melahirkan patron inti kekuatan legitimasi yang cukup sesuai kebutuhan. (Won Poerwono-bersambung/i1).